Tampilkan postingan dengan label Perpustakaan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perpustakaan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 27 Desember 2018

Manfaat Menguasai Literasi Baca Tulis bagi Anak Sekolah

Literasi baca tulis merupakan salah satu literasi dasar yang semestinya dikuasai setiap insan di negeri ini. Tidak heran, pada masa-masa awal mengenyam pendidikan di bangku sekolah dasar, guru akan sangat serius mengajari muridnya mengenal abjad. Setelah itu, dengan telaten, guru akan mengajari mereka menulis dan kemudian membaca.

Salah satu di antara enam literasi dasar yang perlu kita kuasai adalah literasi baca-tulis. Membaca dan menulis merupakan literasi yang dikenal paling awal dalam sejarah peradaban manusia. Keduanya tergolong literasi fungsional dan berguna besar dalam kehidupan sehari-hari.



Saat itu, mungkin saja kemampuan membaca buku pada setiap anak cenderung sama, namun seiring perjalanan waktu, kemampuan antar anak akan saling berbeda. Hal itu tentu saja tergantung pada intensitas anak membaca buku. Semakin sering anak membaca, semakin bagus pula kemampuannya untuk memahami kata-kata dan hasilnya, ia akan lebih mudah memahami pelajaran.[1]

Sayangnya, minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah. Berdasarkan data Perpustakaan Nasional tahun 2017, frekuensi membaca orang Indonesia rata-rata hanya tiga sampai empat kali per minggu. Sementara jumlah buku yang dibaca rata-rata hanya lima hingga sembilan buku per tahun. [2]

Minat baca masyarakat juga sangat rendah jika dibandingkan dengan minat baca Bambang Hartono, peraih medali perunggu cabang olahraga bridge, sekaligus pemilik PT. Djarum Kudus. "Saya dulu kalau mau berhasil sepekan bisa membaca lima judul. Satu hari di luar jam kerja minimal 200 halaman. Jadi tiga jam saya baca ", kata Bambang Hartono.[3]

Fakta tersebut mau tidak mau membuat pemerintah berupaya keras meningkatkan minat baca,  yaitu meningkatkan kemampuan literasi baca tulis manusia Indonesia. Sebab sumber daya manusia merupakan aset terbesar bagi bangsa untuk bersaing dengan orang asing. Untuk itulah perlu dipaparkan alasan tujuan dari literasi baca tulis. Penguasaan literasi baca tulis sangat penting dan bermanfaat dengan alasan antara lain.

1. Menguasai literasi baca tulis akan membuat para pelajar lebih mudah menguasai pelajaran.
Semakin banyak kosakata yang mereka kuasai, semakin mudah mereka menyerap pelajaran. Kita bisa belajar dari tiga tokoh pahlawan yang gemar membaca buku sejak masih bersekolah. Para pahlawan itu menjadikan kegemaran membaca sejak masih bersekolah. Kita perlu salut dengat perjuangan mereka. Meskipun saat itu memperolah buku sangat sulit, namun dengan tekad kuat, mereka terus membaca, belajar dan belajar.

2. Menguasai literasi baca tulis menumbuhkan imajinasi.
Pernahkah kalian menonton film semacam Superman, Spiderman, Ketika Cinta Bertasbih ? atau film apapun. Industri film berkembang pesat sedemikian rupa karena adanya imajinasi sang penulis, imajinasi sang sutradara. Begitupun karya sastra. Ronggeng Dukuh Paruk, Laskar Pelangi dan lain-lain adalah karya yang lahir dari imajinasi para penulis.

3. Menguasai literasi baca tulis melatih otak agar fokus.
Di antara riuhnya informasi yang datang melalui sosial media, terkadang membuat kita tidak fokus. Untuk melatih agar otak kita fokus, cobalah untuk membaca buku, dengan serius tapi santai. Kita perlu meluangkan waktu khusus untuk membaca dengan tanpa gangguan gawai.

4. Menguasai literasi baca tulis membuat kita memiliki empati.
Rasa empati tumbuh berawal dari mengamati kemudian memahami. Membaca buku fiksi yang alur ceritanya terkadang membuat kita meneteskan air mata, bisa menumbuhkan rasa empati kita terhadap orang lain. Misalnya sebuah cerita fiksi yang menceritakan tentang kehidupan tokoh utama secara detail, mau tidak mau akan tergambar dalam benak kita bagaimana sosok tokoh tersebut lalu membandingkan dengan orang-orang di sekitar kita yang mengalami keadaan yang hampir sama misalnya miskin, sakit dan lain-lain.

5. Menguasai literasi baca tulis menjadi dasar menguasai literasi lainnya.
Ada enam literasi dasar yang disepakati oleh World Economic Forum pada tahun 2015, sementara literasi pertama yang harus dikuasai dengan baik adalah literasi baca tulis. Penguasaan literasi baca tulis yang baik akan membantu kita menguasi literasi lain.


referensi :

[1]https://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/buku-literasi-baca-tulis/
[2] https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180326160959-282-285982/minat-baca-masyarakat-indonesia-masih-rendah
[3]https://sport.detik.com/g-sport/4161830/ini-hobi-orang-terkaya-ri-yang-juga-atlet-bridge-bambang-hartono

Rabu, 26 Desember 2018

Penjelasan tentang Literasi Numerasi

Gerakan literasi numerasi merupakan salah satu gerakan literasi nasional yang wajib dikuasai para pelajar dan  masyarakat luas. Secara sederhana, numerasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengaplikasikan konsep bilangan dan keterampilan operasi hitung di dalam kehidupan sehari-hari (misalnya, di rumah, pekerjaan, dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat dan sebagai warga negara) dan kemampuan untuk menginterpretasi informasi kuantitatif yang terdapat di sekeliling kita. Kemampuan ini ditunjukkan dengan kenyamanan terhadap bilangan dan cakap menggunakan keterampilan matematika secara praktis untuk memenuhi tuntutan kehidupan. Kemampuan ini juga merujuk pada apresiasi dan pemahaman informasi yang dinyatakan secara matematis, misalnya grafik, bagan, dan tabel.





Sekilas gerakan ini membuat kita berfikir bahwa gerakan literasi numerasi sama dengan pengetahuan matematika. Pada kenyataannya tidaklah seperti itu, numerasi berbeda dengan kompetensi matematika. Memang benar, keduanya berlandaskan pada pengetahuan dan keterampilan yang sama, tetapi perbedaannya terletak pada pemberdayaan pengetahuan dan keterampilan tersebut. Pengetahuan matematika saja tidak membuat seseorang memiliki kemampuan numerasi. Numerasi mencakup keterampilan mengaplikasikan konsep dan kaidah matematika dalam situasi real sehari-hari, saat permasalahannya sering kali tidak terstruktur.

Sebagai contoh, seorang siswa belajar bagaimana membagi bilangan bulat dengan bilangan bulat lainnya. Ketika bilangan yang pertama tidak habis dibagi, maka akan ada sisa. Biasanya siswa diajarkan untuk menuliskan hasil bagi dengan sisa, lalu mereka juga belajar menyatakan hasil bagi dalam bentuk desimal. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, hasil bagi yang presisi (dengan desimal) sering kali tidak diperlukan sehingga sering kali dilakukan pembulatan. Secara matematis,
kaidah pembulatan ke bawah dilakukan jika nilai desimalnya lebih kecil daripada 5, pembulatan ke atas jika nilai desimalnya lebih besar daripada 5, dan pembulatan ke atas atau ke bawah bisa dilakukan jika nilai desimalnya 5. Namun, dalam konteks real, kaidah itu tidaklah selalu dapat
diterapkan. Contohnya, jika 40 orang yang akan bertamasya diangkut dengan minibus yang memuat 12 orang, secara matematis minibus yang dibutuhkan untuk memuat semua orang itu adalah 3,333333. Jumlah itu tentu tidak masuk akal sehingga dibulatkan ke bawah menjadi 3 minibus.

Akan tetapi, jika sebuah tempat duduk hanya boleh diduduki oleh satu orang saja, artinya ada 4 orang tidak mendapatkan tempat duduk. Oleh karena itu, jumlah minibus yang seharusnya dipesan adalah 4 buah. Perlu dicermati bahwa numerasi membutuhkan pengetahuan matematika yang dipelajari dalam kurikulum. Akan tetapi, pembelajaran matematika itu sendiri belum tentu menumbuhkan kemampuan numerasi.

Literasi numerasi bisa segera dilaksanakan dalam berbagai lingkup antara lain keluarga, sekolah, dan masyarakat. Bagaimana pelaksanaannya, secara lengkap bisa dibaca pada materi pendukung literasi numerasi.

Selasa, 25 Desember 2018

Peran Literasi dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0

Heraclitus, seorang filsuf Yunani yang hidup 26 abad yang lalu pernah mengatakan bahwa tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri (Nothing endures but change). Begitupun dalam pola dan gaya hidup manusia. Dari masa ke masa, perlahan tapi pasti, cepat atau lambat bergerak lalu  berubah.

Sebagai contoh, tiga puluh tahun yang lalu belum ada benda-benda yang sekarang menjadi gaya hidup kita sehari-hari, misalnya telepon genggam. Saat itu di desa-desa, perangkat teknologi yang ada di rumah-rumah penduduk, rata-rata adalah pesawat radio. Sementara televisi saat itu masih televisi hitam putih yang hanya sedikit orang memilikinya.



Kini silakan lihat dan periksa, masih adakah radio-radio di rumah-rumah penduduk. Jarang sekali. Sebaliknya hampir setiap orang kini tak pernah lepas memandang benda yang belum ada tiga puluh tahun silam. Mereka menggenggam telepon genggam di tangannya.

Lalu, telepon genggam mulai berubah, berevolusi menjadi perangkat elektronik yang lebih cerdas, ia lantas menjadi telepon pintar yang bukan hanya mampu membuat orang berkomunikasi melalui suara, ia bahkan bisa membuat kita mampu berkomunikasi dengan melihat lawan bicara. Dalam perkembangannya, telepon pintar bukan lagi menjadi media komunikasi, ia juga menjadi media untuk melakukan berbagai kegiatan misalnya mencari informasi, menghitung, membayar tagihan, transportasi dan lain sebagainya.

Apakah evolusi telepon pintar hanya akan berhenti sebatas itu? Saya percaya tidak. Telepon pintar dan juga teknologi akan senantiasa berubah.

Kecakapan Literasi

Literasi bukan slogan atau gerakan tanpa dasar yang jelas. Gerakan ini hadir untuk merespon tuntutan zaman yang semakin bergerak dinamis. Negara-negara di dunia sudah bersiap menyambut kehadiran Revolusi Industri 4.0 dengan berbagai langkah. Termasuk negara Indonesia. Melalui Gerakan Literasi, negara ini bersiap untuk menyongsong Revolusi 4.0, agar tidak ketinggalan oleh negara lain.

Revolusi Industri 4.0 merupakan revolusi industri jilid 4, di mana teknologi dan internet menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Teknologi akan mengubah tradisi, budaya dan kebiasaan kita sehari-hari. Akan lahir kecerdasan-kecerdasan buatan yang kelak mampu mengggantikan tugas manusia.

Untuk itulah, sebagai generasi muda, sebagai pelajar, sekaligus sebagai millenial, tingkatkan kecakapan literasi kalian dengan sebaik-baiknya baik itu literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, literasi digital dan literasi budaya dan kewargaan.

Penguasaan literasi menjadi sangat penting agar kalian tidak gagap ketika revolusi industri 4.0 benar-benar tiba di hadapan kalian. Kalianlah yang nanti menjadi pelaku perubahan. Siapkah kalian menyambut Revolusi Industri 4.0 ?

Minggu, 25 Maret 2018

Hobi Baca Buku, Segera Unduh Aplikasi Ipusnas !



Sejak teknologi berkembang begitu pesat, terjadilah perubahan dalam berbagai bidang termasuk dalam bidang perbukuan dan perpustakaan.

Selama ini kita mengenal buku hanya dalam bentuk cetak, kemudian ada lagi buku dalam bentuk file elektronik yang berjenis pdf. Seiring perkembangan teknologi, buku elektronik bukan hanya dalam bentuk pdf melainkan dalam bentuk lain seperti epub dan lain-lain

Perpustakaan Nasional rupanya tak ingin tertinggal dalam pemanfaatan teknologi. Hingga kemudian diluncurkanlah aplikasi bernama Ipusnas. Aplikasi ini bertujuan untuk memudahkan setiap orang agar bisa membaca buku koleksi Perpusnas Jakarta. Tanpa perlu menginjakkan kaki di lantai Perpusnas, kalian bisa membaca buku koleksi Perpusnas.

Caranya, segeralah unduh aplikasi Ipusnas di gawai kalian sebab kalian bisa membaca ribuan buku secara gratis. 

Kalian hanya perlu mengunduh Ipusnas di gawai kalian kemudian mendaftarkan diri sebagai anggota perpustakaan. Setelah itu silakan memilih buku yang kalian suka di antara ribuan buku koleksi Perpusnas. 

Penasaran, silakan unduh Ipusnas untuk android

Jumat, 02 Desember 2016

Ini Akibatnya jika Mengabaikan Perpustakaan dalam Proses Pendidikan

Gerakan Literasi Sekolah sudah digulirkan oleh pemerintah pada bulan maret 2016 kemarin, namun gaungnya  hanya terdengar sepoi sepoi di berbagai sekolah dasar. Akibatnya proses belajar mengajar pun masih seperti dulu, belum ada perubahan.

Berdasarkan pengamatan yang saya lakukan di berbagai sekolah dasar dan dialog informal dengan beberapa rekan pustakawan, tidak banyak orang yang mengetahui program Gerakan Literasi Sekolah Dasar, kalaupun mereka mengetahui itupun hanya sebatas pengetahuan tanpa pelaksanaan.

Hal tersebut terjadi karena  instansi pendidikan khususnya sekolah dasar masih menganggap remeh keberadaan perpustakaan. Mereka tidak mempertimbangkan akibat yang akan timbul jika pendidikan dasar berlangsung tanpa melibatkan peran perpustakaan. Di bawah ini merupakan hal-hal yang akan terjadi jika mengabaikan perpustakaan.

Siswa menjadi malas Belajar

Dalam dunia pendidikan dasar, buku merupakan sebuah sarana yang penting untuk menunjang proses belajar mengajar. Dalam proses tersebut ada guru, buku dan alat peraga lainnya (jika ada). Guru hanya akan mengajar selama proses kegiatan belajar mengajar berlangsung, selepas pulang sekolah, tidak ada lagi guru yang akan membimbing mereka. Proses belajar mengajar diteruskan oleh orang tua (itupun jika sempat). Jika orang tua tidak sempat mengajari anaknya, siapa yang bisa meneruskan pelajaran sepulang sekolah ? jawabannya adalah Buku. Ya, buku akan menemani seorang siswa dengan senang hati. Jika tidak ada buku dan anak tidak diajari membaca buku dengan benar, bisa dipastikan siswa akan menjadi malas belajar.

Pelajaran tidak berlangsung dengan baik


Setelah sebagian besar siswa sudah malas belajar, suasana pembelajaran akan sangat monoton. Suasana kelas menjadi tidak edukatif. Dari ruang kelas hanya terdengar guru ceramah dan murid-muridnya dengan seksama mendengarkan entah mudeng atau nggak itu soal belakangan. Beda dengan apabila murid murid rajin membaca buku yang dipinjam dari perpustakaan kemudian membaca di rumah, pada saat malam hari para guru mempelajari materi yang akan mereka ajarkan, murid juga membaca buku yang akan disampaikan guru esok harinya. Keesokan paginya, ketika guru menyampaiakn materi, murid bisa mudeng dan menyatakan keberatan jika ternyata ada perbedaan pendapat di antara guru dan murid, lalu terjadilah diskusi. Hal ini mungkin seperti sebuah angan-angan, namun apabila murid sudah memiliki kemampuan membaca dengan baik.


Pendidikan Terancam Tidak Berhasil


Jika suasana belajar sudah tidak berlangsung dengan baik, pendidikan nasional bisa terancam gagal atau hanya sekadar formalitas belaka. Selama ini murid hanya mengandalkan waktu di sekolah untuk menerima pelajaran dari guru padahal seandainya murid sudah dibekali kemampuan membaca buku, ia bisa memperpanjang waktu belajarnya sendiri di rumah. Jika jam pelajaran di sekolah hanya 5,5 jam, murid bisa menambah sendiri waktu belajarnya di rumah dengan cara membaca buku. Cara seperti ini sangat efektif dan efisien. Namun sayang perpustakaan sebagai pusat buku di sekolah kurang  dilibatkan untuk turut membantu mencerdaskan bangsa.

Kesimpulan

Saya menyambut dengan gembira gerakan literasi sekolah dasar. Gerakan tersebut mampu menumbuhkan minat membaca para siswa sekolah dasar. Program tersebut dalam jangka panjang akan mampu mengubah wajah dunia belajar mengajar bangsa Indonesia.
Akan tetapi kampanye terhadap program tersebut harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Bukan hanya itu, program yang sudah direncanakan tersebut harus dikontrol, diaktuasi dan dievaluasi sesuai dengan prinsip manajemen yang lazim berlaku. 

Upaya untuk meningkatkan kemampuan literasi informasi dasar bagi siswa sekolah dasar harus didukung semua pihak demi meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di dunia internasional. Semua komponen bangsa perlu meyakini bahwa kemampuan literasi akan mampu berperan nyata dalam 


Rabu, 30 November 2016

Kendala dalam Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah Dasar

Pada bulan maret 2016 kemarin, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku Panduan Gerakan Literasi Sekolah Dasar. Tujuan dari gerakan tersebut yaitu agar peserta didik, terutama di tingkat pendidikan dasar, menjadi insan berbudaya literasi. 

Gerakan tersebut digagas berdasarkan kepedulian atas rendahnya kompetensi peserta didik Indonesia dalam bidang matematika, sains, dan membaca. 

Pada tingkat sekolah menengah (usia 15 tahun) pemahaman membaca peserta didik Indonesia (selain
matematika dan sains) diuji oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD—Organization for Economic Cooperation and Development) dalam Programme for International Student Assessment (PISA).



PISA 2012 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dari 65 negara dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 496) (OECD, 2013). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa pendidikan yang dilaksanakan di sekolah belum memperlihatkan fungsi sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang berupaya menjadikan semua warganya menjadi terampil membaca untuk mendukung mereka sebagai pembelajar sepanjang hayat. 

baca juga : 

Peran Perpustakaan dalam Gerakan Literasi Sekolah

Dalam Gerakan Literasi Sekolah Dasar, perpustakaan SD disebut sebagai sarana literasi yang penting dengan didukung adanya sudut baca dan area baca.

Perpustakaan SD berfungsi sebagai sebagai pusat pengelolaan pengetahuan dan sumber belajar di SD yang dikelola oleh kepala SD. Keberadaan perpustakaan dengan jumlah koleksi yang memadai dan jenis koleksi buku yang tepat bagi siswa dapat meningkatkan minat baca siswa SD.

Sudut Baca Kelas adalah sebuah sudut di kelas yang dilengkapi dengan koleksi buku yang ditata secara menarik untuk menumbuhkan minat baca peserta didik.

Sementara itu, area baca meliputi lingkungan sekolah (serambi, koridor, halaman, kebun, ruang kelas, tempat ibadah, tempat parkir, ruang UKS, ruang kepsek, ruang guru, ruang tunggu orang tua, toilet dll.) yang dilengkapi oleh koleksi buku untuk memfasilitasi kegiatan membaca peserta didik dan warga sekolah. Siswa sekolah Dasar dikepung dengan buku yang tersebar di setiap sudut sekolah. 

Ketiga jenis sarana tersebut diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran membaca para siswa sekolah dasar. 

Di lain pihak, selain berusaha menyediakan sarana yang representatif untuk kegiatan membaca buku, Gerakan Literasi Sekolah juga mewajibkan siswa untuk membaca buku selama 15 menit sebelum dan sesudah pelajaran berlangsung.

Selain itu, sistem pengajaran harus menggunakan buku sebagai komponen utama, pendidikan berbasis buku.


Kendala yang Menghadang Pelaksanaan Gerakan Literasi Informasi

Secara teori, Gerakan Literasi Sekolah memang sudah menjabarkan secara detail bagaimana langkah yang harus dilakukan. Akan tetapi dalam praktiknya hal tersebut tidak mudah dilakukan karena terbentur dengan berbagai kendala yaitu :


Sosialisasi yang Kurang Massiv

Gerakan Literasi merupakan gerakan nasional, namun gaungnya masih belum terdengar. Pemerintah hanya menggunakan media internet untuk menyampaikan informasi sepenting ini. Akibatnya hanya sedikit orang yang mengetahui. Pihak yang bertugas menjalankan gerakan tersebut, yakni instansi sekolah dasar yang terdiri kepala sekolah, guru dan pustakawan masih belum memahami secara detail apakah yang dimaksud dengan literasi. Untuk itu perlu diadakan sosialisasi yang jelas dan terukur demi tercapainya tujuan gerakan literasi sekolah misalnya dengan mengadakan bintek.

Kurangnya Tenaga Pustakawan Profesional


Pustakawan merupakan tenaga profesional yang mengelola perpustakaan. Dia bertanggung jawab terhadap pengelolaan perpustakaan dan pelayanan perpustakaan. Selain itu dia juga memiliki kewajiban untuk merencanakan program kerja perpustakaan. Apabila sebuah sekolah tidak memiliki tenaga pustakawan, Gerakan Literasi Informasi bisa gagal total. 

Kebijakan Pendidikan yang tidak ramah dengan perpustakaan


Pendidikan Dasar dengan segala kebijakannya mulai dari sistem pengajaran, anggaran untuk perpustaakaan hampir semua tidak memedulikan bidang perpustakaan. Cara mengajar dalam pendidikan di Indonesia juga hanya bertumpu pada keahlian guru dalam ceramah. Hal tersebut sudah turun temurun sejak zaman dahulu. Padahal seiring dengan kemajuan teknologi, metode pembelajaran juga harus berubah. Murid seharusnya tidak semata bergantung pada guru dalam meningkatkan kualitas pendidikannya.

Sarana dan prasarana yang Kurang Representatif


Gedung perpustakaan, koleksi buku, meja, kursi dan perangkat komputer merupakan sarana dan prasarana yang harus dipersiapkan dengan baik agar gerakan literasi sekolah dapat berlangsung. Akan tetapi sampai sekarang masih ada sekolah dasar yang sarana dan prasarananya kurang lengkap dan kurang representatif.

Selasa, 29 November 2016

Meratapi Nasib Menjadi Pustakawan Sekolah Dasar

Beberapa hari yang lalu, pada tanggal 21 November 2016, Gubernur Jawa Tengah, baru saja mengumumkan Upah Minimum Kabupaten se-Jawa Tengah. Sayangnya pustakawan dan guru honorer tidak tersentuh UMK.

Menulis artikel tentang perpustakaan apalagi tentang tenaga perpustakaan yang sering disebut pustakawan itu ibarat sedang bersiul ketika angin sedang bertiup kencang, tidak terdengar apalagi terbaca oleh siapa-siapa. Akan tetapi mau bagaimana lagi, saya sudah tidak tahan lagi untuk menulis artikel tentang nasib pustakawan terutama pustakawan Sekolah Dasar. Ibarat kentut, mau nggak mau ya harus dikeluarkan agar tidak sakit


Riwayat Pekerjaan Sebagai Pustakawan Sekolah Dasar

Cerita tentang bagaimana saya terlibat dalam dunia pustakawan dan perpustakaan bermula dari enam tahun yang lalu. Sebelumnya, dunia perpustakaan adalah dunia yang asing bagi saya. Hingga pada suatu hari saya diberitahu Bapak saya tentang adanya perkuliahan D2 Perpustakaan Universitas Terbuka di kota saya. Meskipun agak malas, akhirnya saya mendaftar dan mengikuti kuliah hingga akhirnya lulus pada tahun 2013.

baca juga:



Pada tahun 2011, ketika saya baru menginjak semester 2, ibu saya bilang bahwa ada lowongan untuk menjadi pustakawan di Sekolah Dasar di desa saya. Saya mendaftar untuk menjadi tenaga wiyata bakti dan diterima.

Saat itu di kompleks SD sudah ada gedung perpustakaan yang baru dibangun dengan kondisi 60 persen. Kondisinya tentu saja masih jauh di bawah perpustakaan besar di China. Akan tetapi menurut informasi dari kepala sekolah, dalam waktu yang tidak lama akan datang bantuan berupa buku.

Nasib Pustakawan SD
http://sd2wojo.blogspot.co.id/2014/04/perpustakaan-sd-2-wojo.html


Benar saja tidak lama berselang, datanglah bantuan berupa buku yang kira-kira berjumlah 900 judul, 4500 eksemplar. Jumlah yang sangat banyak, apabila kita rata-rata harga perbuku Rp50.000 berarti harga buku tersebut senilai Rp225.000.000 Sebuah jumlah yang sangat besar.

Berkardus-kardus buku bantuan perpustakaan itu satu persatu dimasukkan ke dalam gedung perpustakaan yang belum jadi 100 persen kemudian saya hitung untuk melakukan cross check,dan Alhamdulillah jumlahnya sesuai.

Langkah berikutnya saya melakukan pengolahan bahan pustaka yang biasa dilakukan para pustakawan lainnya mulai dari memberi stempel, membuat bibliografi, mengklasifikasi, memberi label, menempel barcode, mengelompokkan, menjajarkan dalam rak, memberi sampul,  membuat kartu perpustakaan dan lain-lain. Oiya dalam hal ini saya menggunakan software Ms. Excel dan software Slims (Senayan Library Automation System) untuk membantu pekerjaan saya sebagai pustakawan.  Slims benar-benar sangat powerfull dalam mempermudah seorang pustakawan. Selain gratis cara pemakainnya juga sangat mudah.

Proses pengolahan bahan pustaka berlangsung sangat lama kira-kira enam bulan lebih. Setelah itu barulah kegiatan pelayanan bahan pustaka dimulai. kegiatan tersebut berlangsung cukup menyenangkan, para siswa dengan antusias masuk ke gedung perpustakaan baik itu untuk membaca buku, meminjam bahkan ada yang datang ke perpustakaan hanya untuk bermain-main. Namun aturan-aturan dasar perpustakaan seperti larangan makan dan minum, larangan gaduh tidak berlaku di perpustakaan sekolah dasar.

Tak terasa enam tahun berlalu dan hari ini saya juga hampir menyelesaikan S1 Perpustakaan. Namun seiring waktu berlalu hinggaplah rasa jenuh. Kegiatan menunggu para siswa meminjam buku di sekolah menimbulkan rasa bosan. Namun faktor utama munculnya rasa jenuh adalah honor yang begitu kecil (namun tetap saya syukuri). Bapak Ibuk pustakawan yang bukan PNS pasti tahu berapa honor pustakawan sekolah dasar yang diterima setiap bulan. Untuk itu di hadapan saya sekarang muncul dua pertanyaan pilihan, tetap bekerja sebagai pustakawan atau meninggalkan profesi pustakawan. Jika meninggalkan profesi pustakawan saya berfikir sayang sekali jika buku senilai 200 juta lebih tersebut tidak ada yang mengelola.

Pertanyaan itulah yang akhir-akhir ini sering muncul.

Landasan Hukum yang Jelas dan Lengkap Tentang Perpustakaan


Akan tetapi agar tulisan ini tidak terbatas hanya sebagai ajang keluh kesah tentang nasib pustakawan SD yang pada tahun 2017 sepertinya tetap masih kurang jelas, saya akan menyampaikan ide atau gagasan yang mudah-mudahan bisa dibaca oleh yang terkait. Keberanian menulis ini tentu tidak lepas dari iklim demokrasi yang sedang santer-santernya dihembuskan oleh Presiden Joko Widodo. Dalam demokrasi siapa saja berhak menyampaikan pendapat melalui lisan maupun tulisan. Penyampaian pendapat juga dipayungi UUD 1945.

Untuk itu saya mencoba memberi saran terhadap perkembangan dunia perpustakaan. Perpustakaan sebagai garda terdepan dalam membangun budaya membaca dan membangun keahlian literasi informasi bagi para siswa hendaknya dikelola dengan benar dan serius oleh pemerintah.

Upaya setengah-setengah yang dilakukan terhadap kemajuan sumber daya manusia justru akan menghabiskan anggaran namun tidak ada hasil. Akan tetapi jika ada upaya yang serius untuk mengembangkan minat baca melalui perpustakaan akan muncul generasi baru bangsa Indonesia yang melek literasi dengan output mewujudkan SDM yang produktif.

Semua rencana tersebu harus dipayungi Landasan hukum yang jelas dan lengkap tentang perpustakaan.

Memang benar sudah ada UU yang mengatur tentang Perpustakaan yaitu UU no 43 tahun 2007. Dalam UU tersebut juga sudah ada aturan tentang perpustakaan. Misalnya adanya kewajiban untuk Sekolah/madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional sekolah/madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan.

Akan tetapi dalam praktiknya, sekolah masih merasa kesulitan untuk mengaplikasikan anggaran tersebut. Kesulitan tersebut kemungkinan disebabkan tidak adanya payung hukum yang jelas dan bersifat memaksa. Untuk itu harus ada peraturan pemerintah yang menjelaskan tentang teknis pelaksanaan pengelolaan perpustakaan, sistem pengangkatan CPNS pustakawan, sumber anggaran perpustakaan, gaji pustakawan, jenjang karir profesional pustakawan dan sebagainya khususnya di lingkungan sekolah dasar.

Peraturan yang jelas dari pemerintah bukan hanya memperbaiki nasib pustakawan melainkan juga akan memicu pustakawan untuk meningkatkan kinerjanya dalam mengembangkan perpustakaan demi tercapainya tujuan pembinaan minat baca dan menciptakan keahlian literasi informasi anak bangsa.