Kamis, 27 Desember 2018

Berapa Tarif Penerbitan SIM Berdasar Peraturan Pemerintah ?

Menurut anda berapakah tarif penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM )?

Ternyata tarif penerbitan SIM ditentukan bukan menurut anda atau tetangga anda, tetapi menurut pemerintah. Tentu saja pemerintah yang kami maksud adalah Pemerintah Republik Indonesia, bukan pemerintah Malaysia apalagi pemerintah Amerika Serikat.

Tarif penerbitan SIM tertulis dengan jelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010
Tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada
Kepolisian Negara Republik Indonesia.


Penjelasan tarif tersebut dimulai dari  Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi :

Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia meliputi penerimaan dari:
a. penerbitan Surat Izin Mengemudi;
b. pelayanan ujian keterampilan mengemudi melalui simulator;
c. penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan;
d. penerbitan Surat Tanda Coba Kendaraan;
e. penerbitan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor;
f. penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor;
g. penerbitan Surat Mutasi Kendaraan Ke Luar Daerah;
h. penerbitan Surat Izin Senjata Api dan Bahan Peledak;
i. penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian;
j. penerbitan Surat Keterangan Lapor Diri;
k. penerbitan Kartu Sidik Jari (Inafis Card); dan
l. denda pelanggaran lalu lintas.

lalu ayat 2 yang berbunyi,

Jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf k adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.

Dan di bawah ini ringkasan lampiran Peraturan Pemerintah tersebut yang ada hubungannya dengan tarif penerbitan SIM :

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Regident Pengemudi

SIM Golongan A
Baru  Rp120.000
Perpanjangan Rp80.000

SIM Golongan B I
Baru Rp120.000
Perpanjangan Rp80.000

SIM Golongan B II
Baru Rp120.000
Perpanjangan Rp80.000

SIM Golongan C
Baru Rp100.000
Perpanjangan Rp75.000

SIM Golongan D
Baru Rp50.000
Perpanjangan Rp30.000

Internasional (dulu dibuat di IMI)
Baru Rp250.000
Perpanjangan Rp225.000

Klinik mengemudi
Baru Rp50.000
Perpanjangan Rp50.000

PNBP Regident Kendaraan Bermotor 

STNK
Roda 2 & 3 Rp50.000
Roda 4 / < Rp75.000
Pengesahan Rp. 0,-

STCK
Roda 2 & 3 Rp25.000
Roda 4 / < Rp25.000

TNKB
Roda 2 & 3 Rp30.000
Roda 4 / < Rp50.000

BPKB Baru
Roda 2 & 3 Rp80.000
Roda 4 / < Rp100.000

BPKB Balik Nama (dulu tidak ada)
Roda 2 & 3 Rp80.000
Roda 4 / < Rp100.000

Mutasi kendaraan (dulu tidak ada)
Roda 2 & 3 Rp75.000
Roda 4 / < Rp75.000

Berlaku mulai tanggal 26 Juni 2010

sumber :
Hukum Online

AKP I Nyoman Bratasena

Rabu, 26 Desember 2018

Pengalaman Snorkeling di Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu

Atas inisiatif dari mas Edi, supervisor Inbound, maka diadakanlah acara jalan jalan sekadar untuk menghilangkan penat melayani konsumen. Beliau Pulau Seribu/ Kepulauan Seribu, Jakarta Utara sebagai tempat tujuan wisata kali ini. Awalnya beliu memiliki alternatif tempat wisata sepeti Anyer namun akhirnya diputuskan memilih kepulauan Seribu. Saya sendiri belum pernah mengunjungi kepulauan tersebut.

Tibalah hari yang dirancanakan, di sela sela kesibukan kantor yang luar biasa membuat kami jenuh, kami bersiap berangkat ke Pulau Seribu. Kira kira pukul 6 pagi saya dan lima orang teman lainnya naik Transjakarta (busway) dengan tarif Rp3500 menuju ke arah Ancol. Rutenya dari Daan Mogot-Harmoni-Senen-Ancol (kalo nggak salah ). Dan inilah pengalaman pertama saya naik Transjakarta, saya baru tahu kalau dengan Rp3500 kita bisa berkeliling jakarta.

Perjalanan berlangsung aman terkendali. Setelah kurang lebih 1 jam kami tiba di Ancol, kemudian membayar biaya masuk ke Ancol Rp.10000 (tahun 2007).

Untuk menuju ke Kepulauan Seribu kita harus menuju Ke Dermaga Marina Ancol yang masih berada di area Kawasan wisata Ancol. Setelah berjalan kaki 15 menit, sampailah di dermaga. Disitu berjejer dari dermaga 1 sampai dengan dermaga 23 (paling ujung).

Saya lupa di dermaga mana jika harus ke Kepulauan Seribu, (anda bisa bertanya kepada orang orang yang ada di situ). Belakangan saya baru tahu, ternyata kita juga bisa pergi ke Kepulauan Seribu melalui Muara Angke.

Kami harus naik speedboat untuk sampai ke kepulauan seribu. Satu persatu kami mulai masuk ke Speedboat, setelah terisi sekitar 30 penumpang, speedboat mulai melaju ke Kepulauan Seribu. Meskipun dilengkapi dengan pelampung, tapi ini adalah pengalaman pertama naik speedboat di laut lepas, saya agak takut juga he he.

Berapa tarifnya saya nggak tahu, karena saya sudah bayar Rp125.000 untuk biaya selama berwisata ke Kepulauan Seribu yang meliputi, transpor, penginapan, makan dll.

Perlahan lahan Speedboat meninggalkan kota Jakarta, gedung gedung tinggi sudah mulai hilang dari pandangan, berganti dengan birunya air laut. Dan kepenatan, kesibukan kota Jakarta sejenak terlupa seiring menjauhnya Speedboat kami dari Kota Jakarta

Selama perjalanan, ternyata hujan turun cukup lebat, karena takut maka hampir semua penumpang mulai memakai pelampung yang sudah disediakan. Kami bisa melihat air hujan yang jatuh kelaut begitu derasnya dan terkadang justru menakutkan, bayangan akan indahnya lautan lenyap saat itu. Terkadang speedboat kami juga bertabrakan dengan ombak.


Setelah 2 jam, kami tiba juga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.Kami turun dari Speedboat dan berjalan 300 m menuju ke penginapan kami, yang ternyata terletak di depan dermaga Pulau Pramuka. Jarak dermaga hanya 50 m dari penginapan kami. Waaah senengnya punya rumah dekat dengan laut.



Ganti baju saya langsung aja menceburkan diri di perairan dermaga Pulau Pramuka, yang kebetulan sedang sepi, Ditemani anak anak kecil yang mungkin sudah terbiasa dengan laut. Huahh..Seger badan bisa mandi dilaut. Eh nggak taunya  gatal karena ubur ubur….

Setelah makan siang dengan menu makanan laut, kegiatan dimulai dengan snorkeling di Pulau Semak Daun. Dari Pulau Pramuka, kami naik ojek menuju kearah Pulau Pramuka. Tak lupa kami menyewa perlengkapan Snorkeling. Perlahan Ojek perahu dengan 20an penumpang mulai meninggalkan Pulau Pramuka menuju Pulau Semak Daun.

Dari perahu saya melihat hamparan laut biru yang membentang begitu luasnya. Rasa nyaman saya rasakan saat wajah tersapu angin dan sesekali percikan air membasahi wajah. Ketika perahu berjalan pelan, tak tahan, saya mencelupkan kaki di perairan Pulau Seribu. Teman teman yang sudah siap dengan peralatan snorkeling bahkan segera menceburkan diri karena sudah tidak sabar.

Saya yang baru kali ini akan melakukan snorkeling menunggu sampai perahu berhenti. Dalam waktu yang relatif singkat, kami tiba di Pulau Semak Daun. Inilah foto Pulau Semak Daun.(saya tidak sempat mendokumentasi, gambar saya ambil dari sini, )



Ternyata memang benar pulau ini hanya terdiri dari semak dan daun. Kami diarahkan oleh pemandu wisata ke pulau ini, karena kondisi pulau ini cocok untuk para pemula belajar snorkeling. Lagi lagi saya menatap hamparan laut biru dengan kerlipan cahaya matahari yang terpantul. Pokoknya kereen..

Kemudian saya memakai perlengkapan snorkeling yang terdiri dari masker, snorkel, dan kaki katak. Dan mulailah saya mengelilingi perairan sekitar Pulau Semak Daun. Saya memang hobi renang, tapi baru kali ini melakukan snorkeling.


Rasanya memang benar benar melihat keindahan lain dari lautan Indonesia. Rasanya seperti melihat aquarium, tapi aquarium raksasa, ada ikan ikan kecil yang sesekali lewat. sedang asyik menikmati pemandangan bawah laut, samar samar terdengar ada yang kakinya tertusuk bulu babi. “Bulu Babi” adalah suatu binatang laut yang 95% tubuhnya terdiri dari duri-duri. Duri-duri yang “sedikit” beracun ini sangatlah rapuh. Dan kalau terkena kaki/ tangan cara mengobatinya adalah dengan urin? ha Urin yang bener? air kencing ya? ya ya bener. Karna Urin mengandung amoniak.

Kalau di Pulau semak daun saja sudah begitu bagusnya, bagaimana kira kira di lokasi lain ya?.Penginnya sih ke Seluruh Pulau di Pulau Seribu, tapi hari sudah sore, dan ojek perahupun tiba menjemput kami. Sebelum pulang kami mampir ke pabrik pengolaha atau pasar ikan ya? Yang jelas pasar ikan ini terapung di tengah laut.

Setelah sholat, mandi, acara malam hari adalah makan malam dengan menu laut, yang sayang sekali saya tidak begitu suka, tapi temen temen lain begitu lahap menyantap makanan laut itu.

Kami baru pulang dari Kepulauan seribu besok paginya. Kembali melihat gedung gedung Jakarta, dan terbayang macet dan sibuknya kota Jakarta. Tapi dalam hati berkata “kapan kapan saya akan ke Pulau seribu lagi”…

Jakarta, Desember 2007

Penjelasan tentang Literasi Numerasi

Gerakan literasi numerasi merupakan salah satu gerakan literasi nasional yang wajib dikuasai para pelajar dan  masyarakat luas. Secara sederhana, numerasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengaplikasikan konsep bilangan dan keterampilan operasi hitung di dalam kehidupan sehari-hari (misalnya, di rumah, pekerjaan, dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat dan sebagai warga negara) dan kemampuan untuk menginterpretasi informasi kuantitatif yang terdapat di sekeliling kita. Kemampuan ini ditunjukkan dengan kenyamanan terhadap bilangan dan cakap menggunakan keterampilan matematika secara praktis untuk memenuhi tuntutan kehidupan. Kemampuan ini juga merujuk pada apresiasi dan pemahaman informasi yang dinyatakan secara matematis, misalnya grafik, bagan, dan tabel.





Sekilas gerakan ini membuat kita berfikir bahwa gerakan literasi numerasi sama dengan pengetahuan matematika. Pada kenyataannya tidaklah seperti itu, numerasi berbeda dengan kompetensi matematika. Memang benar, keduanya berlandaskan pada pengetahuan dan keterampilan yang sama, tetapi perbedaannya terletak pada pemberdayaan pengetahuan dan keterampilan tersebut. Pengetahuan matematika saja tidak membuat seseorang memiliki kemampuan numerasi. Numerasi mencakup keterampilan mengaplikasikan konsep dan kaidah matematika dalam situasi real sehari-hari, saat permasalahannya sering kali tidak terstruktur.

Sebagai contoh, seorang siswa belajar bagaimana membagi bilangan bulat dengan bilangan bulat lainnya. Ketika bilangan yang pertama tidak habis dibagi, maka akan ada sisa. Biasanya siswa diajarkan untuk menuliskan hasil bagi dengan sisa, lalu mereka juga belajar menyatakan hasil bagi dalam bentuk desimal. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, hasil bagi yang presisi (dengan desimal) sering kali tidak diperlukan sehingga sering kali dilakukan pembulatan. Secara matematis,
kaidah pembulatan ke bawah dilakukan jika nilai desimalnya lebih kecil daripada 5, pembulatan ke atas jika nilai desimalnya lebih besar daripada 5, dan pembulatan ke atas atau ke bawah bisa dilakukan jika nilai desimalnya 5. Namun, dalam konteks real, kaidah itu tidaklah selalu dapat
diterapkan. Contohnya, jika 40 orang yang akan bertamasya diangkut dengan minibus yang memuat 12 orang, secara matematis minibus yang dibutuhkan untuk memuat semua orang itu adalah 3,333333. Jumlah itu tentu tidak masuk akal sehingga dibulatkan ke bawah menjadi 3 minibus.

Akan tetapi, jika sebuah tempat duduk hanya boleh diduduki oleh satu orang saja, artinya ada 4 orang tidak mendapatkan tempat duduk. Oleh karena itu, jumlah minibus yang seharusnya dipesan adalah 4 buah. Perlu dicermati bahwa numerasi membutuhkan pengetahuan matematika yang dipelajari dalam kurikulum. Akan tetapi, pembelajaran matematika itu sendiri belum tentu menumbuhkan kemampuan numerasi.

Literasi numerasi bisa segera dilaksanakan dalam berbagai lingkup antara lain keluarga, sekolah, dan masyarakat. Bagaimana pelaksanaannya, secara lengkap bisa dibaca pada materi pendukung literasi numerasi.

Kisah Dewi Sartika Sang Pahlawan Pendidik Rakyat Jelata

Salah satu tokoh pendidikan di Indonesia yang layak diketahui biografinya oleh para pendidik dan peserta didik adalah Dewi Sartika. Beliau lahir di Bandung, 4 Desember 1884. Kiprah Dewi Sartika dalam merintis pendidikan di Indonesia layak mendapat apresiasi dan penghargaan baik dari Pemerintah maupun generasi muda bangsa Indonesia,

Atas jasa-jasanya dalam bidang pendidikan, pada tahun 1966  Pemerintah Republik Indonesia memberikan gelar pahlawan nasional kepada Dewi Sartika.

Masa Kecil


Dewi Sartika merupakan anak dari Raden Rangga Somanegara, patih Bandung. Ibunya bernama Raden Ayu Rajapermas, putri Bupati Bandung, Raden Adipati Wiranatakusumah IV. Namun, masa indah bersama kedua orang tuanya tidak bertahan lama. Pada saat Dewi Sartika berusia enam tahun, ayahnya diasingkan ke Ternate karena dituduh melakukan pembunuhan terhadap pejabat nomor satu di Bandung.

Setelah peristiwa tersebut, Dewi tinggal bersama pamannya, seorang patih di Cicalengka. Di sanalah karirnya sebagai pendidik informal dimulai.


Pada usia yang masih belia, Dewi Sartika kecil, sudah mulai menunjukkan bakat mengajarnya. Dengan memanfaatkan ilmu yang didapatnya pada saat masih bersama orang tuanya, ia mendidik anak-anak pembantu. Dewi mengajari mereka baca tulis. Akibat dari intensnya pengajaran yang diberikan, anak-anak tersebut mulai pandai membaca dan menulis. Hal tersebut mengakibatkan banyak orang heran, mengingat pada saat itu pendidikan membaca dan menulis hanya boleh diterima oleh anak-anak bangsawan.

Mendirikan sekolah untuk kaum perempuan


Tahun berganti, Dewi Sartika berfikir untuk memperluas pengajarannya. Beliau bermaksud mendirikan sekolah yang diperuntukkan bagi kaum perempuan. Cita-cita terwujud pada tahun 1904 ketika beliau sudah kembali di Bandung. Beliau mendirikan sebuah sekolah yang dinamainya “Sekolah Isteri”. Sekolah tersebut hanya dua kelas sehingga tidak cukup untuk menampung semua aktivitas sekolah. Maka untuk ruangan belajar, ia harus meminjam sebagian ruangan Kepatihan Bandung. Awalnya, muridnya hanya dua puluh orang. Murid-murid yang hanya wanita itu diajar berhitung, membaca, menulis, menjahit, merenda, menyulam dan pelajaran agama.

Seiring perjalanan waktu, enam tahun sejak didirikan, pada tahun 1910, nama Sekolah Istri sedikit diperbarui menjadi Sekolah Keutamaan Isteri. Perubahan bukan cuma pada nama saja, tapi mata pelajaran juga bertambah.

Ia berusaha keras mendidik anak-anak gadis agar kelak bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik, bisa berdiri sendiri, luwes, dan terampil. Untuk itu Dewi Sartika banyak memberikan pelajaran yang berhubungan dengan pembinaan rumah tangga. Semakin besarnya sekolah yang didirikannya, beliau terbentur masalah dana. Untuk menutupi biaya operasional sekolah, ia membanting tulang mencari dana. Semua jerih payahnya itu tidak dirasakannya jadi beban, tapi berganti menjadi kepuasan batin karena telah berhasil mendidik kaumnya. Salah satu yang menambah semangatnya adalah dorongan dari berbagai pihak terutama dari Raden Kanduruan Agah Suriawinata, suaminya, yang telah banyak membantunya mewujudkan perjuangannya, baik tenaga maupun pemikiran.
Perkembangan Sakola Istri semakin pesat, di beberapa wilayah Pasundan jumlah Sakola Istri mulai bertambah, Sekolah tersebut dikelola perempuan-perempuan Sunda yang bermaksud meneruskan cita-cita Dewi Sartika.

Jika dihitung, pada tahun 1912 sudah berdiri sembilan Sakola Istri di kota-kota kabupaten (setengah dari seluruh kota kabupaten se-Pasundan). Memasuki usia ke-sepuluh, tahun 1914, nama sekolahnya diganti menjadi Sakola Kautamaan Istri (Sekolah Keutamaan Perempuan). Kota-kota kabupaten wilayah Pasundan yang belum memiliki Sakola Kautamaan Istri tinggal tiga/empat, semangat ini menyeberang ke Bukittinggi, di mana Sakola Kautamaan Istri didirikan oleh Encik Rama Saleh.

Seluruh wilayah Pasundan lengkap memiliki Sakola Kautamaan Istri di tiap kota kabupatennya pada tahun 1920, ditambah beberapa yang berdiri di kota kewedanaan. Bulan September 1929, Dewi Sartika mengadakan peringatan pendirian sekolahnya yang telah berumur 25 tahun, yang kemudian berganti nama menjadi "Sakola Raden Déwi". Atas jasanya dalam bidang ini, Dewi Sartika dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah Hindia-Belanda.

Tahun 1906, Dewi Sartika menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata, seseorang yang memiliki visi dan cita-cita yang sama, guru di Sekolah Karang Pamulang, yang pada waktu itu merupakan Sekolah Latihan Guru. Dewi Sartika meninggal 11 September 1947 di Tasikmalaya, dan dimakamkan dengan suatu upacara pemakaman sederhana di pemakaman Cigagadon-Desa Rahayu Kecamatan Cineam. Tiga tahun kemudian dimakamkan kembali di kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jalan Karang Anyar, Bandung.

sumber:
1. https://biografi-biodata-profile.blogspot.co.id/2012/04/biodata-biografi-dewi-sartika.html
2. https://www.biografiku.com/2011/09/biografi-dewi-sartika.html
3. https://id.wikipedia.org/wiki/Dewi_Sartika

Kritik Paulo Freire Terhadap Pendidikan Gaya Bank

Di planet yang lebih dari separo penghuninya menderita kelaparan, karena ketidakmampuan negara-negara dalam menghidupi mereka, dimana kita tak bisa begitu saja meneriakkan hak asasi setiap orang untuk pangan dan perumahan, Freire membangkitkan kesadaran di hati setiap orang untuk bertindak mengubah kenyataan yang  membelenggu.1. Freire yang dimaksud oleh Made Pramono tersebut memiliki nama lengkap Paulo Freire, seorang tokoh pendidikan yang lahir di Brasil pada 19 September 1921.

Apa yang telah dilakukan Paulo Freire  semasa hidupnya khususnya dalam dunia pendidikan telah menginspirasi banyak orang di dunia untuk turut menyumbangkan tenaga dan pikiran demi menolak pendidikan yang menindas manusia.


Ditambah lagi, alasan pemilihan tersebut  disebabkan dengan adanya realita di dunia pendidikan tanah air, di mana seandainya Freire masih hidup saat ini, ia akan menyebutnya dengan ungkapan banking education.  Manusia dalam sistem pendidikan bangking education dalam kacamata Freire hanya berperan sebagai bank. Bank, sebagaimana yang kita ketahui merupakan tempat menyimpan uang para nasabah. Dalam dunia perbankan, ada dua pihak yaitu nasabah dan bank. Dalam kaitannya dengan dunia pendidikan, ada juga dua pihak yang terlibat, Guru dan murid. Guru sebagai nasabah memiliki ilmu pengetahuan yang akan ditabung, sedangkan siswa yang berperan sebagai bank, akan menerima ilmu pengetahuan secara apa adanya.

Banking Education dianggap menindas masyarakat oleh karena2:
  1. Memitologisasikan realitas sesuatu yang mana oleh individu dianggap sekadar sebagai penonton yang harus beradaptasi
  2. Menolak dialog
  3. Menjadikan siswa sebagai obyek yang harus dibantu
  4. Menghalangi kreativitas
  5. Gagal untuk mengakui keberadaan umat manusia yang historis


Kritik Freire terhadap dunia pendidikan yang anti dialog memang cukup keras, apalagi jika kritik tersebut dialamatkan pada dunia pendidikan di Indonesia. Apalagi Freire menggunakan bahasa yang revolusioner yang menyebutkan bahwa pendidikan gaya bank merupakan bentuk penindasan.

Pendidikan di Indonesia yang masih terkungkung dalam budaya feodalisme sebagai akibat dari budaya masa lalu ditambah dengan pemerintahan masa orde baru yang anti dialog menyebabkan kritik Paulo Freire belum bisa diterima sepenuhnya. Budaya kritik dan mengakui perbedaan di antara sesama manusia masih belum diterima banyak kalangan. Bisa jadi, mengkritik pendidikan sebagai bentuk penindasan yang dilakukan oleh para guru terhadap muridnya bisa dianggap melanggar sopan santun dan etiket.
Akan tetapi, kritik Freire masih tetap relevan sebagai evaluasi unuk mencapai fungsi dan tujuan pendidikan nasional3 yakni mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berarti, pendidikan gaya bank yang anti demokrasi bukan saja dikritik oleh Freire tetapi juga bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional. Selain menyematkan istilah penindasan untuk pendidikan gaya bank, Freire menganggap pendidikan gaya bank merupakan bentuk antagonisme. Untuk itu Freire menyusun sepuluh daftar antagonisme yaitu4 :
(1)   Guru mengajar, murid belajar;
(2)   Guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-apa;
(3)   Guru berpikir, murid dipikirkan;
(4)   Guru bicara, murid mendengarkan;
(5)   Guru mengatur, murid diatur;
(6)   Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menuruti;
(7)   Guru bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan gurunya;
(8)   Guru memilih apa yang akan diajarkan, murid menyesuaikan diri;
(9)   Guru mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan wewenang profesionalismenya, dan mempertentangkannya dengan kebebasan murid- murid;
(10)         Guru adalah subyek proses belajar, murid obyeknya.

Dengan demikian, menjadi tugas segenap kalangan pendidikan maupun yang peduli dengan pendidikan tanah air untuk bersama-sama menghapus metode pendidikan gaya bank yang masih ada di tanah air.

Catatan kaki :
Santoso, Listiyono, dkk. , , Epistemologi Kiri, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2015), 126.
2 Ibid., hal. 142.
3 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003  Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, pasal 3.

Ummu Dawatul Choiro, “Pembelajaran menurut Paulo Freire,” https://umuchoiro.blogspot.co.id/2013/11/pembelajaran-menurut-paulo-freire.html(akses 29 Oktober 2015

Selasa, 25 Desember 2018

Mengembangkan Budaya Jawa dengan Membaca Buku



Pengantar

Membaca1 adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati). Sedangkan menurut Tampubolon2, membaca adalah suatu kegiatan atau cara dalam mengupayakan pembinaan daya nalar. Dua definisi di atas menjelaskan pengertian membaca secara umum, termasuk didalamnya membaca buku, membaca status di sosial media atau membaca sms dari teman sekolah.

Pada zaman modern ini, proses membaca bagi anak-anak Indonesia tidak lahir secara alami, melainkan melalui proses pengajaran dan pendidikan yang dimulai dari bangku sekolah Dasar (SD). SD merupakan sekolah yang mengajarkan hal-hal mendasar sebelum menempuh jenjang yang lebih tinggi. Dimulai dari Kelas 1, saat itu manusia-manusia kecil yang polos dan lugu mulai berkenalan dengan aksara-aksara latin mulai dari huruf a sampai z. Setelah hafal huruf a sampai z, anak-anak tersebut belum bisa mendapatkan informasi apapun kecuali hafalan yang tidak mengandung makna.

Untuk mendapatkan informasi yang lebih bermakna, huruf tersebut harus dirangkai menjadi kata. Lalu, kata dirangkai menjadi kalimat. Kalimat disusun menjadi paragraf, paragraf disusun menjadi essay dan seterusnya. Semakin banyak susunan kata, maka semakin dalam makna yang akan diperoleh pembaca. Ini berarti juga semakin sulit pemahaman. Untuk itulah diperlukan ketekunan agar bisa memahami bacaan yang memiliki jumlah kata yang banyak. Tak heran, seorang Gubernur Jawa Tengah, semasa masih sekolah tak pernah lepas dari buku. Menurut cerita, Pak Ganjar setiap hari senin hingga sabtu Sore rak pernah lepas dari buku, termasuk ketika di WC.

Unsur Budaya Jawa

Kebudayaan Jawa memiliki aspek yang mencakup banyak bidang kehidupan manusia jawa. Menurut Koentjaraningrat3, Jawa dianggap memiliki kebudayaan karena memenuhi tujuh unsur yaitu :
1.      Sistem Bahasa
2.      Sistem Pengetahuan
3.      Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial
4.      Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
5.      Sistem Ekonomi/Mata Pencaharian Hidup
6.      Sistem Religi
7.      Kesenian

Unsur tersebut menjadi urat nadi bagi perkembangan budaya jawa sejak masa lalu hingga sekarang. Akan tetapi seiring perkembangan zaman, ketujuh unsur tersebut semestinya tidak bersifat statis. Ada perubahan dalam ketujuh unsur tersebut. Misalnya sistem bahasa, jika dulu masyarakat jawa hanya mengenal bahasa jawa, saat ini masyarakat jawa mau tidak mau harus menerima adanya sistem bahasa dari unsur budaya lain, misalnya bahasa Indonesia, yang merupakan perkembangan dari bahasa melayu. Atau dalam sistem pengetahuan, jika pada masa lalu masyarakat jawa hanya mengenal pengetahuan dari orang-orang terdahulu, misalnya pengetahuan tentang kehidupan sehari-hari. Kini, masyarakat jawa mau tidak mau menerima pengetahuan dari masyarakat suku lain.
Semua bentuk perubahan itu berlaku juga pada sistem kekerabatan dan organisasi sosial, peralatan hidup dan teknologi, sistem ekonomi/ mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian. Situasi ini perlu disikapi dengan baik oleh masyarakat jawa, mengikuti perkembangan zaman tapi tetap nguri-uri budaya jawa.

Tradisi Membaca Buku dalam Budaya Jawa

Melakukan telaah atau penelitian perihal hubungan masyarakat jawa dan buku mungkin membutuhkan waktu khusus. Tapi secara sederhana, untuk mengetahui bagaimana tradisi membaca buku masyarakat jawa bisa dilihat dari seberapa banyak karya tulis yang lahir dari kebudayaan jawa dan bagaimana karya tulis tersebut diakses oleh masyarakat jawa.

Sebelum itu, ada pertanyaan yang tidak kalah penting untuk dikemukakan yaitu sejak kapan masyarakat jawa mengenal karya tulis dan tentu saja aksara. Dalam literatur sejarah, kerap dikemukakan bahwa bukti berupa prasasti menjadi indikator bahwa masyarakat saat itu sudah mengenal aksara. Tapi, sayangnya prasasti dibuat oleh kerajaan. Dengan demikian, besar kemungkinan hanya keluarga kerajaan atau kasta tertentu yang mengenal aksara, sementara rakyat jelata mungkin belum mengenal aksara.
Lalu, bagaimana dengan keberadaan karya tulis yang lahir dalam tatanan masyarakat jawa masa lalu hingga saat ini?

Mengingat bahwa pada masa kerajaan, aksara hanya bisa dibaca oleh keluarga kerajaan atau kasta tertenu, tentu saja tidak banyak karya  tulis yang dihasilkan kebudayaan jawa masa lalu. Tercatat ada beberapa karya tulis yang diciptakan pada masa kerajaan, misalnya : Kitab Negarakartagama dan Kitab Pararaton. Atau banyak tulisan yang ditulis para guru spiritual atau pujangga sekelas R Ng. Ronggowarsito sdengan karyanya Serat Kalatidha, Serat Wirid Hidayat Jati. Pada umumnya karya tulis tersebut merupakan sarana untuk menyampaikan pengajaran spiritual. Anda bisa mendapatkan banyak karya tulis yang dihasilkan masyarakat jawa dalam blog alang-alangkumitir.

Tapi, lagi-lagi seperti juga karya tulis yang hanya beredar di kerajaan, karya tulis yang berisi ajaran spiritual juga beredar terbatas bagi para murid-murid perguruan spiritual saja.

Semua itu menandakan bahwa tidak semua lapisan masyarakat saat itu bebas membaca karya tulis. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa secara umum tradisi membaca dalam tradisi jawa masa lalu masih kurang optimal. Penyebabnya mungkin membaca karya tulis saat itu tidak lebih penting ketimbang belajar ilmu kesaktian atau ilmu kebijaksanaan. Lagi pula ada slogan terkenal yang karib terdengar dalam masyarakat jawa, misalnya kitab teles atau ungkapan Papan Tanpo Tulis di mana untuk mempelajari sesuatu masyarakat jawa kurang menyukai karya tulis sebagai sarana penyebarannya.

Akan tetapi, dalam situasi terkini, menyesuaikan perkembangan zaman merupakan pilihan yang tepat bagi kebudayaan untuk terus hidup dan dihidupi oleh generasi selanjutnya.  Tak ada salahnya melahirkan budaya baru yakni budaya membaca bagi masyarakat jawa yang sebelumnya mungkin hanya dinikmati kelompik tertentu. Secara bersamaan, budaya menulis juga perlu digalakkan.

 
Catatan kaki :
1.      KBBI online
2.      https://www.kajianpustaka.com/2014/01/pengertian-dan-hakikat-membaca.html

3.      https://mbahkarno.blogspot.co.id/2013/09/unsur-unsur-kebudayaan-beserta.html

Ajarkan Cara Berlalulintas dalam Pendidikan Formal !

Beberapa hari yang lalu rekan-rekan Guru di sekolah saya mengikuti sosialisasi  Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULAJ). Pada tahun pelajaran 2015/2016 ini, UU tersebut diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) kelas empat Sekolah Dasar hingga siswa kelas enam. Terang saja, sebagai orang yang mendambakan ketertiban lalu lintas di jalan raya, saya menyambut hal tersebut dengan gembira. Kebijakan tersebut merupakan bentuk sosialisasi lalu lintas yang cukup efektif dan efisien. Dengan adanya sosialisasi tersebut, diharapkan mampu memperbaiki situasi lalu lintas, mencegah pelanggaran lalu lintas dan kecelakaan di jalan raya  yang bisa berakibat fatal.

Menurut saya, integrasi UULAJ ke dalam mata pelajaran Pkn memiliki tujuan jangka pendek maupun jangka panjang. Tujuan jangka pendek yaitu untuk memberikan pemahaman tentang dasar-dasar lalu lintas kepada peserta didik dan mencegah siswa-siswi Sekolah Dasar mengendarai kendaraan bermotor. Tujuan jangka panjang yaitu untuk menertibkan lalu lintas yang pada saat ini sangat semrawut.


Situasi lalu lintas di berbagai ruas jalan di beberapa daerah memang sungguh mencemaskan. Pengendara kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat terkadang menganggap diri mereka layaknya pembalap di sirkuit, padahal dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 pasal 15 huruf b disebutkan bahwa pengemudi kendaraan bermotor di jalan dilarang berbalapan dengan kendaraan bermotor lain. Ada juga ulah pengendara sepeda motor yang bertingkah seenaknya, misalnya ingin berbelok ke kanan, mereka menyalakan lampu sein ke kanan, tetapi mereka justru berbelok ke kiri, padahal aturan berbelok yang benar sudah diatur dalam UU no 22 tahun 2009 Pasal 112 (1) .

Belum lagi perihal ketidaktahuan pengendara membaca markah jalan atau sengaja melanggar rambu-rambu lalu lintas. Pengendara juga belum mengetahui perihal prioritas pengendara di persimpangan (pasal 113). Ditambah lagi, arogansi klub motor yang bertindak bak pemilik jalan, bunyi knalpot yang berisik, hingga mengendarai kendaraan bermotor tanpa mengenakan helm. Juga, semakin banyaknya orang tua yang mengizinkan anak-anak usia SD mengendarai sepeda motor yang bukan hanya membahayakan diri sendiri tetapi membahayakan pengguna jalan yang lain. Semua itu merupakan bentuk pelanggaran lalu lintas yang berakibat pada kesemrawutan jalan, ketidaknyamanan berkendara, dan yang lebih parah bisa menyebabkan korban jiwa.

Mengenai aturan berkendara di jalan raya sesungguhnya sudah dipaparkan secara gamblang dalam UULAJ. Akan tetapi dengan melihat realita yang saya sebutkan di atas, saya ragu sudahkah para pengendara kendaraan bermotor itu membaca Undang-Undang tersebut. Jika sudah, kenapa mereka masih nekat melakukan pelanggaran. Sementara, jika belum, kenapa mereka sampai belum membaca UU yang dibuat pada tahun 2009 tersebut?. Pada kedua situasi tersebut, sosialisasi UULAJ kepada masyarakat perlu digalakkan secara lebih intensif.

Dengan demikian, sosialisasi Lalu Lintas dengan melibatkan lembaga pendidikan layak untuk didukung. Diharapkan hal tersebut dapat memberi banyak manfaat bagi kehidupan sosial kemasyarakatan, tidak hanya berlalu lintas saja. UULAJ yang diajarkan pada peserta didik mulai dari siswa kelas empat Sekolah Dasar ini bisa menjadi awal perkenalan mereka dengan ilmu hukum. Dengan mempelajarinya, peserta didik secara perlahan akan memahami apa hak dan kewajiban sebagai warga negara Indonesia (WNI). Ini merupakan bekal untuk menjalankan kehidupan berdasarkan aturan UU yang berlaku di Indonesia. Khususnya Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Peran Literasi dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0

Heraclitus, seorang filsuf Yunani yang hidup 26 abad yang lalu pernah mengatakan bahwa tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri (Nothing endures but change). Begitupun dalam pola dan gaya hidup manusia. Dari masa ke masa, perlahan tapi pasti, cepat atau lambat bergerak lalu  berubah.

Sebagai contoh, tiga puluh tahun yang lalu belum ada benda-benda yang sekarang menjadi gaya hidup kita sehari-hari, misalnya telepon genggam. Saat itu di desa-desa, perangkat teknologi yang ada di rumah-rumah penduduk, rata-rata adalah pesawat radio. Sementara televisi saat itu masih televisi hitam putih yang hanya sedikit orang memilikinya.



Kini silakan lihat dan periksa, masih adakah radio-radio di rumah-rumah penduduk. Jarang sekali. Sebaliknya hampir setiap orang kini tak pernah lepas memandang benda yang belum ada tiga puluh tahun silam. Mereka menggenggam telepon genggam di tangannya.

Lalu, telepon genggam mulai berubah, berevolusi menjadi perangkat elektronik yang lebih cerdas, ia lantas menjadi telepon pintar yang bukan hanya mampu membuat orang berkomunikasi melalui suara, ia bahkan bisa membuat kita mampu berkomunikasi dengan melihat lawan bicara. Dalam perkembangannya, telepon pintar bukan lagi menjadi media komunikasi, ia juga menjadi media untuk melakukan berbagai kegiatan misalnya mencari informasi, menghitung, membayar tagihan, transportasi dan lain sebagainya.

Apakah evolusi telepon pintar hanya akan berhenti sebatas itu? Saya percaya tidak. Telepon pintar dan juga teknologi akan senantiasa berubah.

Kecakapan Literasi

Literasi bukan slogan atau gerakan tanpa dasar yang jelas. Gerakan ini hadir untuk merespon tuntutan zaman yang semakin bergerak dinamis. Negara-negara di dunia sudah bersiap menyambut kehadiran Revolusi Industri 4.0 dengan berbagai langkah. Termasuk negara Indonesia. Melalui Gerakan Literasi, negara ini bersiap untuk menyongsong Revolusi 4.0, agar tidak ketinggalan oleh negara lain.

Revolusi Industri 4.0 merupakan revolusi industri jilid 4, di mana teknologi dan internet menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Teknologi akan mengubah tradisi, budaya dan kebiasaan kita sehari-hari. Akan lahir kecerdasan-kecerdasan buatan yang kelak mampu mengggantikan tugas manusia.

Untuk itulah, sebagai generasi muda, sebagai pelajar, sekaligus sebagai millenial, tingkatkan kecakapan literasi kalian dengan sebaik-baiknya baik itu literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, literasi digital dan literasi budaya dan kewargaan.

Penguasaan literasi menjadi sangat penting agar kalian tidak gagap ketika revolusi industri 4.0 benar-benar tiba di hadapan kalian. Kalianlah yang nanti menjadi pelaku perubahan. Siapkah kalian menyambut Revolusi Industri 4.0 ?

Jumat, 21 Desember 2018

25 Contoh Majas Pleonasme dalam Kalimat yang Baik dan Benar

Mempelajari bahasa Indonesia bukan hal yang susah. Apalagi pada zaman sekarang ini, kita bisa belajar bahasa Indonesia melalui berbagai sumber, bukan hanya dari tuturan bapak/ ibu guru di kelas. Kali ini kita akan berdiskusi tentang materi pelajaran bahasa Indonesia yang sangat populer yaitu majas.

Majas yang akan kita bahas kali ini adalah majas pleonasme. Majas Pleonasme adalah majas yang berupa pemakaian kata (sebagai keterangan) yang berlebihan. Penggunaan majas ini cenderung dihindari apabila anda hendak menulis baku karena dianggap kurang efektif dan tentu saja berlebihan. Banyak kata-kata yang sebenarnya tidak penting namun tetap ditulis.

Akan tetapi, penggunaan majas ini sah-sah saja apabila anda gunakan untuk menulis puisi atau pantun. Untuk memperjelas pemahaman, di bawah ini merupakan 25 contoh majas pleonasme dalam kalimat yang baik dan benar.




Baca Juga: 30 Contoh Majas Personifikasi yang baik dan benar

Contoh:
1. Suasana pagi di kantor ini benar-benar sunyi senyap.
2. Dua ekor kucing itu berkejar-kejaran hingga naik ke atas genteng rumahku.
3. Karena tubuhnya sangat panas, Luna akhirnya diantar pulang ke rumahnya.
4. Bola bundar itu ditendang Cindy hingga tercebur ke selokan.
5. Karena terpeleset, Hilda jatuh tersungkur ke bawah hingga bajunya kotor semua.
6. Jika merasa Sedih, Surya akan menatap langit luas agar hatinya merasa tenang.
7. Dengan riang gembira, anak-anak TK itu bermain outbond  di Tawangmangu.
8. Hatinya merasa gundah gulana melihat kekasihnya menikah dengan sahabatnya.
9. Irwan sangat suka sekali membaca buku biografi para tokoh bangsa.
10. Mendengar suara sirene mobil ambulans, para sopir segera menepikan mobilnya ke pinggir jalan.
11. Dengan mata kepalanya sendiri, ia menyaksikan mantan kekasihnya menikah dengan kakaknya.
12. Dengan alat transportas mobil, Jakarta-Surabaya bisa ditempuh dalam 10 jam.
13. Kotak persegi berwarna biru itu berisi buku dari Jakarta.


Baca Juga: 25 Contoh Majas Paradoks dalam Kalimat yang Baik dan Benar


14. Awal tahun ini, Dilla akan menjual berbagai macam barang-barang yang diimpor dari Tiongkok.
15. Meteor itu jatuh ke bawah menimbulkan dentuman yang cukup keras.
16. Mendengar instruksi dari sang komandan, semua pasukan serentak mundur ke belakang.
17. Gula manis itu dicampur dengan teh, lalu diminum Ardian.
18. Es dingin yang dicampur sirup ini membuat tenggorokanku merasa segar.
19. Para murid-murid sekolah itu dikirim ke kamp militer untuk mengikuti pendidikan bela negara.
20. Kopi hitam legam ini membuat semangatku bangkit kembali.
21. Demi untuk membahagiakan anak istrinya, Irfan bekerja hingga larut malam.
22. Menjadi putra dari seorang pengusaha kaya raya yang punya segalanya, tidak serta merta membuat hidup Ghazali selalu bahagia.
23. Ban bundar mobil itu dipompa agar bisa nyaman saat dikendarai.
24. Huda sangat menyukai film tentang angkasa raya yang luas.
25. Pengemis itu menengadahkan tangannya ke atas meminta sedekah dari pengendara mobil.

Sabtu, 08 Desember 2018

30 Contoh Majas personifikasi yang Baik dan Benar

Majas berarti bahasa berkias. Oleh para penulis digunakan agar memberikan kesan yang mendalam terhadap tulisan. Dengan adanya majas, karya tulis menjadi lebih menarik untuk dibaca. Tanpa adanya majas, hampir bisa dipastikan karya tulis terutama karya fiksi akan sangat tidak menarik. Apabila karya fiksi sudah tidak menarik, tujuan penulisan karya fiksi menjadi tidak tercapai.

Kali ini kita akan membicarakan tentang majas personifikasi. Majas personifikasi adalah majas yang menggambarkan benda-benda yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat insan (seperti manusia). Boleh dikatakan bahwa majas ini artinya memanusiakan benda tidak bernyawa.



Baca Juga: 25 Contoh Majas Paradoks dalam Kalimat yang Baik dan Benar



Contoh:
1. Pohon ilalang menari-nari tertiup angin sore ini.
2. Sinar bulan lembut membelai wajah manismu di beranda rumah.
3. Hari itu, gunung merapi memuntahkan batu sebesar rumah secara terus menerus.
4. Rambut Irma yang hitam melambai-lambai tertiup angin.
5. Banjir bandang yang terjadi tadi siang menyapu apa saja yang dilewatinya.
6. Puting beliung di Bogor menerbangkan apa saja yang dijangkaunya.
7. Pagi ini, Yulia terbangun dari tidur karena mendengar nyanyian burung prenjak di pepohonan.
8. Hawa dingin di puncak gunung ini menusuk tulangku.
9. Tristan beruntung masih selamat dari baku tembak, ia dilindungi helm baja di kepalanya.
10. Di pantai ini, Lena dan kawan-kawan melihat ombak yang berkejar-kejaran.
11. Rian merasa kulitnya bertambah hitam karena dibakar sinar matahari siang ini.
12. Ia bersyukur bisa membangun rumah yang bisa melindungi dia dari panas dan hujan.
13. Setelah lampu hijau menyala, sepeda motor balap itu berlarian secepat kilat.
14. Ia berdiri di depan rumah, ketika sepasang lampu mobil itu menyala menatap dia.

Baca Juga: 30 Contoh Majas Metonimia dan Pengertiannya

15. Bencana banjir seolah menegur manusia agar berlaku lebih bijak terhadap alam.
16. Nasi bungkus itu telah menyelamatkan dia dari kelaparan sepanjang hari ini.
17. Terkatung-katung di lautan berhari-hari, ia diselamatkan oleh selembar papan terapung.
18. Di rumah itu, nenek Anggun hanya ditemani sebuah patung arca.
19. Sawahnya yang luasnya tidak seberapa itu telah menghidupi keluarganya selama bertahun-tahun.
20. Sumber air di pegunungan itu telah menghidupi makhluk hidup di sekitarnya.
21. Laptop itu telah membantu pekerjaannya menghitung uang di perusahaannya.
22. Api yang dinyalakan pendaki telah membakar hutan di lereng gunung itu.
23. Suara sirine mobil pemadam kebakaran meraung-raung di jalan raya.
24. Pemerintah memperingatkan bahwa rokok bisa membunuh manusia.
25. Setiap lewat di depan toko itu, Silvi selalu disapa oleh suara lonceng.
26. Kabut masih menyelimuti bumi ketika aku berangkat kerja, pagi ini.
27. Penjahat itu akan dijerat dengan pasal pembunuhan berencana dengan vonis yang sangat berat.
28. Setibanya di tempat itu, sepasang matanya dimanjakan oleh pemandangan alam yang begitu indah.
29. Mobil terbaru dari Tiongkok itu disukai banyak orang karena ramah lingkungan.
30. Wajah langit pagi ini begitu cerah, membuatku bersemangat bekerja.