Selasa, 25 Desember 2018

Ajarkan Cara Berlalulintas dalam Pendidikan Formal !

Beberapa hari yang lalu rekan-rekan Guru di sekolah saya mengikuti sosialisasi  Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULAJ). Pada tahun pelajaran 2015/2016 ini, UU tersebut diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) kelas empat Sekolah Dasar hingga siswa kelas enam. Terang saja, sebagai orang yang mendambakan ketertiban lalu lintas di jalan raya, saya menyambut hal tersebut dengan gembira. Kebijakan tersebut merupakan bentuk sosialisasi lalu lintas yang cukup efektif dan efisien. Dengan adanya sosialisasi tersebut, diharapkan mampu memperbaiki situasi lalu lintas, mencegah pelanggaran lalu lintas dan kecelakaan di jalan raya  yang bisa berakibat fatal.

Menurut saya, integrasi UULAJ ke dalam mata pelajaran Pkn memiliki tujuan jangka pendek maupun jangka panjang. Tujuan jangka pendek yaitu untuk memberikan pemahaman tentang dasar-dasar lalu lintas kepada peserta didik dan mencegah siswa-siswi Sekolah Dasar mengendarai kendaraan bermotor. Tujuan jangka panjang yaitu untuk menertibkan lalu lintas yang pada saat ini sangat semrawut.


Situasi lalu lintas di berbagai ruas jalan di beberapa daerah memang sungguh mencemaskan. Pengendara kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat terkadang menganggap diri mereka layaknya pembalap di sirkuit, padahal dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 pasal 15 huruf b disebutkan bahwa pengemudi kendaraan bermotor di jalan dilarang berbalapan dengan kendaraan bermotor lain. Ada juga ulah pengendara sepeda motor yang bertingkah seenaknya, misalnya ingin berbelok ke kanan, mereka menyalakan lampu sein ke kanan, tetapi mereka justru berbelok ke kiri, padahal aturan berbelok yang benar sudah diatur dalam UU no 22 tahun 2009 Pasal 112 (1) .

Belum lagi perihal ketidaktahuan pengendara membaca markah jalan atau sengaja melanggar rambu-rambu lalu lintas. Pengendara juga belum mengetahui perihal prioritas pengendara di persimpangan (pasal 113). Ditambah lagi, arogansi klub motor yang bertindak bak pemilik jalan, bunyi knalpot yang berisik, hingga mengendarai kendaraan bermotor tanpa mengenakan helm. Juga, semakin banyaknya orang tua yang mengizinkan anak-anak usia SD mengendarai sepeda motor yang bukan hanya membahayakan diri sendiri tetapi membahayakan pengguna jalan yang lain. Semua itu merupakan bentuk pelanggaran lalu lintas yang berakibat pada kesemrawutan jalan, ketidaknyamanan berkendara, dan yang lebih parah bisa menyebabkan korban jiwa.

Mengenai aturan berkendara di jalan raya sesungguhnya sudah dipaparkan secara gamblang dalam UULAJ. Akan tetapi dengan melihat realita yang saya sebutkan di atas, saya ragu sudahkah para pengendara kendaraan bermotor itu membaca Undang-Undang tersebut. Jika sudah, kenapa mereka masih nekat melakukan pelanggaran. Sementara, jika belum, kenapa mereka sampai belum membaca UU yang dibuat pada tahun 2009 tersebut?. Pada kedua situasi tersebut, sosialisasi UULAJ kepada masyarakat perlu digalakkan secara lebih intensif.

Dengan demikian, sosialisasi Lalu Lintas dengan melibatkan lembaga pendidikan layak untuk didukung. Diharapkan hal tersebut dapat memberi banyak manfaat bagi kehidupan sosial kemasyarakatan, tidak hanya berlalu lintas saja. UULAJ yang diajarkan pada peserta didik mulai dari siswa kelas empat Sekolah Dasar ini bisa menjadi awal perkenalan mereka dengan ilmu hukum. Dengan mempelajarinya, peserta didik secara perlahan akan memahami apa hak dan kewajiban sebagai warga negara Indonesia (WNI). Ini merupakan bekal untuk menjalankan kehidupan berdasarkan aturan UU yang berlaku di Indonesia. Khususnya Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Artikel Terkait