Rabu, 26 Desember 2018

Penjelasan tentang Literasi Numerasi

Gerakan literasi numerasi merupakan salah satu gerakan literasi nasional yang wajib dikuasai para pelajar dan  masyarakat luas. Secara sederhana, numerasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengaplikasikan konsep bilangan dan keterampilan operasi hitung di dalam kehidupan sehari-hari (misalnya, di rumah, pekerjaan, dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat dan sebagai warga negara) dan kemampuan untuk menginterpretasi informasi kuantitatif yang terdapat di sekeliling kita. Kemampuan ini ditunjukkan dengan kenyamanan terhadap bilangan dan cakap menggunakan keterampilan matematika secara praktis untuk memenuhi tuntutan kehidupan. Kemampuan ini juga merujuk pada apresiasi dan pemahaman informasi yang dinyatakan secara matematis, misalnya grafik, bagan, dan tabel.





Sekilas gerakan ini membuat kita berfikir bahwa gerakan literasi numerasi sama dengan pengetahuan matematika. Pada kenyataannya tidaklah seperti itu, numerasi berbeda dengan kompetensi matematika. Memang benar, keduanya berlandaskan pada pengetahuan dan keterampilan yang sama, tetapi perbedaannya terletak pada pemberdayaan pengetahuan dan keterampilan tersebut. Pengetahuan matematika saja tidak membuat seseorang memiliki kemampuan numerasi. Numerasi mencakup keterampilan mengaplikasikan konsep dan kaidah matematika dalam situasi real sehari-hari, saat permasalahannya sering kali tidak terstruktur.

Sebagai contoh, seorang siswa belajar bagaimana membagi bilangan bulat dengan bilangan bulat lainnya. Ketika bilangan yang pertama tidak habis dibagi, maka akan ada sisa. Biasanya siswa diajarkan untuk menuliskan hasil bagi dengan sisa, lalu mereka juga belajar menyatakan hasil bagi dalam bentuk desimal. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, hasil bagi yang presisi (dengan desimal) sering kali tidak diperlukan sehingga sering kali dilakukan pembulatan. Secara matematis,
kaidah pembulatan ke bawah dilakukan jika nilai desimalnya lebih kecil daripada 5, pembulatan ke atas jika nilai desimalnya lebih besar daripada 5, dan pembulatan ke atas atau ke bawah bisa dilakukan jika nilai desimalnya 5. Namun, dalam konteks real, kaidah itu tidaklah selalu dapat
diterapkan. Contohnya, jika 40 orang yang akan bertamasya diangkut dengan minibus yang memuat 12 orang, secara matematis minibus yang dibutuhkan untuk memuat semua orang itu adalah 3,333333. Jumlah itu tentu tidak masuk akal sehingga dibulatkan ke bawah menjadi 3 minibus.

Akan tetapi, jika sebuah tempat duduk hanya boleh diduduki oleh satu orang saja, artinya ada 4 orang tidak mendapatkan tempat duduk. Oleh karena itu, jumlah minibus yang seharusnya dipesan adalah 4 buah. Perlu dicermati bahwa numerasi membutuhkan pengetahuan matematika yang dipelajari dalam kurikulum. Akan tetapi, pembelajaran matematika itu sendiri belum tentu menumbuhkan kemampuan numerasi.

Literasi numerasi bisa segera dilaksanakan dalam berbagai lingkup antara lain keluarga, sekolah, dan masyarakat. Bagaimana pelaksanaannya, secara lengkap bisa dibaca pada materi pendukung literasi numerasi.

Kisah Dewi Sartika Sang Pahlawan Pendidik Rakyat Jelata

Salah satu tokoh pendidikan di Indonesia yang layak diketahui biografinya oleh para pendidik dan peserta didik adalah Dewi Sartika. Beliau lahir di Bandung, 4 Desember 1884. Kiprah Dewi Sartika dalam merintis pendidikan di Indonesia layak mendapat apresiasi dan penghargaan baik dari Pemerintah maupun generasi muda bangsa Indonesia,

Atas jasa-jasanya dalam bidang pendidikan, pada tahun 1966  Pemerintah Republik Indonesia memberikan gelar pahlawan nasional kepada Dewi Sartika.

Masa Kecil


Dewi Sartika merupakan anak dari Raden Rangga Somanegara, patih Bandung. Ibunya bernama Raden Ayu Rajapermas, putri Bupati Bandung, Raden Adipati Wiranatakusumah IV. Namun, masa indah bersama kedua orang tuanya tidak bertahan lama. Pada saat Dewi Sartika berusia enam tahun, ayahnya diasingkan ke Ternate karena dituduh melakukan pembunuhan terhadap pejabat nomor satu di Bandung.

Setelah peristiwa tersebut, Dewi tinggal bersama pamannya, seorang patih di Cicalengka. Di sanalah karirnya sebagai pendidik informal dimulai.


Pada usia yang masih belia, Dewi Sartika kecil, sudah mulai menunjukkan bakat mengajarnya. Dengan memanfaatkan ilmu yang didapatnya pada saat masih bersama orang tuanya, ia mendidik anak-anak pembantu. Dewi mengajari mereka baca tulis. Akibat dari intensnya pengajaran yang diberikan, anak-anak tersebut mulai pandai membaca dan menulis. Hal tersebut mengakibatkan banyak orang heran, mengingat pada saat itu pendidikan membaca dan menulis hanya boleh diterima oleh anak-anak bangsawan.

Mendirikan sekolah untuk kaum perempuan


Tahun berganti, Dewi Sartika berfikir untuk memperluas pengajarannya. Beliau bermaksud mendirikan sekolah yang diperuntukkan bagi kaum perempuan. Cita-cita terwujud pada tahun 1904 ketika beliau sudah kembali di Bandung. Beliau mendirikan sebuah sekolah yang dinamainya “Sekolah Isteri”. Sekolah tersebut hanya dua kelas sehingga tidak cukup untuk menampung semua aktivitas sekolah. Maka untuk ruangan belajar, ia harus meminjam sebagian ruangan Kepatihan Bandung. Awalnya, muridnya hanya dua puluh orang. Murid-murid yang hanya wanita itu diajar berhitung, membaca, menulis, menjahit, merenda, menyulam dan pelajaran agama.

Seiring perjalanan waktu, enam tahun sejak didirikan, pada tahun 1910, nama Sekolah Istri sedikit diperbarui menjadi Sekolah Keutamaan Isteri. Perubahan bukan cuma pada nama saja, tapi mata pelajaran juga bertambah.

Ia berusaha keras mendidik anak-anak gadis agar kelak bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik, bisa berdiri sendiri, luwes, dan terampil. Untuk itu Dewi Sartika banyak memberikan pelajaran yang berhubungan dengan pembinaan rumah tangga. Semakin besarnya sekolah yang didirikannya, beliau terbentur masalah dana. Untuk menutupi biaya operasional sekolah, ia membanting tulang mencari dana. Semua jerih payahnya itu tidak dirasakannya jadi beban, tapi berganti menjadi kepuasan batin karena telah berhasil mendidik kaumnya. Salah satu yang menambah semangatnya adalah dorongan dari berbagai pihak terutama dari Raden Kanduruan Agah Suriawinata, suaminya, yang telah banyak membantunya mewujudkan perjuangannya, baik tenaga maupun pemikiran.
Perkembangan Sakola Istri semakin pesat, di beberapa wilayah Pasundan jumlah Sakola Istri mulai bertambah, Sekolah tersebut dikelola perempuan-perempuan Sunda yang bermaksud meneruskan cita-cita Dewi Sartika.

Jika dihitung, pada tahun 1912 sudah berdiri sembilan Sakola Istri di kota-kota kabupaten (setengah dari seluruh kota kabupaten se-Pasundan). Memasuki usia ke-sepuluh, tahun 1914, nama sekolahnya diganti menjadi Sakola Kautamaan Istri (Sekolah Keutamaan Perempuan). Kota-kota kabupaten wilayah Pasundan yang belum memiliki Sakola Kautamaan Istri tinggal tiga/empat, semangat ini menyeberang ke Bukittinggi, di mana Sakola Kautamaan Istri didirikan oleh Encik Rama Saleh.

Seluruh wilayah Pasundan lengkap memiliki Sakola Kautamaan Istri di tiap kota kabupatennya pada tahun 1920, ditambah beberapa yang berdiri di kota kewedanaan. Bulan September 1929, Dewi Sartika mengadakan peringatan pendirian sekolahnya yang telah berumur 25 tahun, yang kemudian berganti nama menjadi "Sakola Raden Déwi". Atas jasanya dalam bidang ini, Dewi Sartika dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah Hindia-Belanda.

Tahun 1906, Dewi Sartika menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata, seseorang yang memiliki visi dan cita-cita yang sama, guru di Sekolah Karang Pamulang, yang pada waktu itu merupakan Sekolah Latihan Guru. Dewi Sartika meninggal 11 September 1947 di Tasikmalaya, dan dimakamkan dengan suatu upacara pemakaman sederhana di pemakaman Cigagadon-Desa Rahayu Kecamatan Cineam. Tiga tahun kemudian dimakamkan kembali di kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jalan Karang Anyar, Bandung.

sumber:
1. https://biografi-biodata-profile.blogspot.co.id/2012/04/biodata-biografi-dewi-sartika.html
2. https://www.biografiku.com/2011/09/biografi-dewi-sartika.html
3. https://id.wikipedia.org/wiki/Dewi_Sartika

Kritik Paulo Freire Terhadap Pendidikan Gaya Bank

Di planet yang lebih dari separo penghuninya menderita kelaparan, karena ketidakmampuan negara-negara dalam menghidupi mereka, dimana kita tak bisa begitu saja meneriakkan hak asasi setiap orang untuk pangan dan perumahan, Freire membangkitkan kesadaran di hati setiap orang untuk bertindak mengubah kenyataan yang  membelenggu.1. Freire yang dimaksud oleh Made Pramono tersebut memiliki nama lengkap Paulo Freire, seorang tokoh pendidikan yang lahir di Brasil pada 19 September 1921.

Apa yang telah dilakukan Paulo Freire  semasa hidupnya khususnya dalam dunia pendidikan telah menginspirasi banyak orang di dunia untuk turut menyumbangkan tenaga dan pikiran demi menolak pendidikan yang menindas manusia.


Ditambah lagi, alasan pemilihan tersebut  disebabkan dengan adanya realita di dunia pendidikan tanah air, di mana seandainya Freire masih hidup saat ini, ia akan menyebutnya dengan ungkapan banking education.  Manusia dalam sistem pendidikan bangking education dalam kacamata Freire hanya berperan sebagai bank. Bank, sebagaimana yang kita ketahui merupakan tempat menyimpan uang para nasabah. Dalam dunia perbankan, ada dua pihak yaitu nasabah dan bank. Dalam kaitannya dengan dunia pendidikan, ada juga dua pihak yang terlibat, Guru dan murid. Guru sebagai nasabah memiliki ilmu pengetahuan yang akan ditabung, sedangkan siswa yang berperan sebagai bank, akan menerima ilmu pengetahuan secara apa adanya.

Banking Education dianggap menindas masyarakat oleh karena2:
  1. Memitologisasikan realitas sesuatu yang mana oleh individu dianggap sekadar sebagai penonton yang harus beradaptasi
  2. Menolak dialog
  3. Menjadikan siswa sebagai obyek yang harus dibantu
  4. Menghalangi kreativitas
  5. Gagal untuk mengakui keberadaan umat manusia yang historis


Kritik Freire terhadap dunia pendidikan yang anti dialog memang cukup keras, apalagi jika kritik tersebut dialamatkan pada dunia pendidikan di Indonesia. Apalagi Freire menggunakan bahasa yang revolusioner yang menyebutkan bahwa pendidikan gaya bank merupakan bentuk penindasan.

Pendidikan di Indonesia yang masih terkungkung dalam budaya feodalisme sebagai akibat dari budaya masa lalu ditambah dengan pemerintahan masa orde baru yang anti dialog menyebabkan kritik Paulo Freire belum bisa diterima sepenuhnya. Budaya kritik dan mengakui perbedaan di antara sesama manusia masih belum diterima banyak kalangan. Bisa jadi, mengkritik pendidikan sebagai bentuk penindasan yang dilakukan oleh para guru terhadap muridnya bisa dianggap melanggar sopan santun dan etiket.
Akan tetapi, kritik Freire masih tetap relevan sebagai evaluasi unuk mencapai fungsi dan tujuan pendidikan nasional3 yakni mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berarti, pendidikan gaya bank yang anti demokrasi bukan saja dikritik oleh Freire tetapi juga bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional. Selain menyematkan istilah penindasan untuk pendidikan gaya bank, Freire menganggap pendidikan gaya bank merupakan bentuk antagonisme. Untuk itu Freire menyusun sepuluh daftar antagonisme yaitu4 :
(1)   Guru mengajar, murid belajar;
(2)   Guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-apa;
(3)   Guru berpikir, murid dipikirkan;
(4)   Guru bicara, murid mendengarkan;
(5)   Guru mengatur, murid diatur;
(6)   Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menuruti;
(7)   Guru bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan gurunya;
(8)   Guru memilih apa yang akan diajarkan, murid menyesuaikan diri;
(9)   Guru mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan wewenang profesionalismenya, dan mempertentangkannya dengan kebebasan murid- murid;
(10)         Guru adalah subyek proses belajar, murid obyeknya.

Dengan demikian, menjadi tugas segenap kalangan pendidikan maupun yang peduli dengan pendidikan tanah air untuk bersama-sama menghapus metode pendidikan gaya bank yang masih ada di tanah air.

Catatan kaki :
Santoso, Listiyono, dkk. , , Epistemologi Kiri, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2015), 126.
2 Ibid., hal. 142.
3 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003  Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, pasal 3.

Ummu Dawatul Choiro, “Pembelajaran menurut Paulo Freire,” https://umuchoiro.blogspot.co.id/2013/11/pembelajaran-menurut-paulo-freire.html(akses 29 Oktober 2015

Selasa, 25 Desember 2018

Mengembangkan Budaya Jawa dengan Membaca Buku



Pengantar

Membaca1 adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati). Sedangkan menurut Tampubolon2, membaca adalah suatu kegiatan atau cara dalam mengupayakan pembinaan daya nalar. Dua definisi di atas menjelaskan pengertian membaca secara umum, termasuk didalamnya membaca buku, membaca status di sosial media atau membaca sms dari teman sekolah.

Pada zaman modern ini, proses membaca bagi anak-anak Indonesia tidak lahir secara alami, melainkan melalui proses pengajaran dan pendidikan yang dimulai dari bangku sekolah Dasar (SD). SD merupakan sekolah yang mengajarkan hal-hal mendasar sebelum menempuh jenjang yang lebih tinggi. Dimulai dari Kelas 1, saat itu manusia-manusia kecil yang polos dan lugu mulai berkenalan dengan aksara-aksara latin mulai dari huruf a sampai z. Setelah hafal huruf a sampai z, anak-anak tersebut belum bisa mendapatkan informasi apapun kecuali hafalan yang tidak mengandung makna.

Untuk mendapatkan informasi yang lebih bermakna, huruf tersebut harus dirangkai menjadi kata. Lalu, kata dirangkai menjadi kalimat. Kalimat disusun menjadi paragraf, paragraf disusun menjadi essay dan seterusnya. Semakin banyak susunan kata, maka semakin dalam makna yang akan diperoleh pembaca. Ini berarti juga semakin sulit pemahaman. Untuk itulah diperlukan ketekunan agar bisa memahami bacaan yang memiliki jumlah kata yang banyak. Tak heran, seorang Gubernur Jawa Tengah, semasa masih sekolah tak pernah lepas dari buku. Menurut cerita, Pak Ganjar setiap hari senin hingga sabtu Sore rak pernah lepas dari buku, termasuk ketika di WC.

Unsur Budaya Jawa

Kebudayaan Jawa memiliki aspek yang mencakup banyak bidang kehidupan manusia jawa. Menurut Koentjaraningrat3, Jawa dianggap memiliki kebudayaan karena memenuhi tujuh unsur yaitu :
1.      Sistem Bahasa
2.      Sistem Pengetahuan
3.      Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial
4.      Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
5.      Sistem Ekonomi/Mata Pencaharian Hidup
6.      Sistem Religi
7.      Kesenian

Unsur tersebut menjadi urat nadi bagi perkembangan budaya jawa sejak masa lalu hingga sekarang. Akan tetapi seiring perkembangan zaman, ketujuh unsur tersebut semestinya tidak bersifat statis. Ada perubahan dalam ketujuh unsur tersebut. Misalnya sistem bahasa, jika dulu masyarakat jawa hanya mengenal bahasa jawa, saat ini masyarakat jawa mau tidak mau harus menerima adanya sistem bahasa dari unsur budaya lain, misalnya bahasa Indonesia, yang merupakan perkembangan dari bahasa melayu. Atau dalam sistem pengetahuan, jika pada masa lalu masyarakat jawa hanya mengenal pengetahuan dari orang-orang terdahulu, misalnya pengetahuan tentang kehidupan sehari-hari. Kini, masyarakat jawa mau tidak mau menerima pengetahuan dari masyarakat suku lain.
Semua bentuk perubahan itu berlaku juga pada sistem kekerabatan dan organisasi sosial, peralatan hidup dan teknologi, sistem ekonomi/ mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian. Situasi ini perlu disikapi dengan baik oleh masyarakat jawa, mengikuti perkembangan zaman tapi tetap nguri-uri budaya jawa.

Tradisi Membaca Buku dalam Budaya Jawa

Melakukan telaah atau penelitian perihal hubungan masyarakat jawa dan buku mungkin membutuhkan waktu khusus. Tapi secara sederhana, untuk mengetahui bagaimana tradisi membaca buku masyarakat jawa bisa dilihat dari seberapa banyak karya tulis yang lahir dari kebudayaan jawa dan bagaimana karya tulis tersebut diakses oleh masyarakat jawa.

Sebelum itu, ada pertanyaan yang tidak kalah penting untuk dikemukakan yaitu sejak kapan masyarakat jawa mengenal karya tulis dan tentu saja aksara. Dalam literatur sejarah, kerap dikemukakan bahwa bukti berupa prasasti menjadi indikator bahwa masyarakat saat itu sudah mengenal aksara. Tapi, sayangnya prasasti dibuat oleh kerajaan. Dengan demikian, besar kemungkinan hanya keluarga kerajaan atau kasta tertentu yang mengenal aksara, sementara rakyat jelata mungkin belum mengenal aksara.
Lalu, bagaimana dengan keberadaan karya tulis yang lahir dalam tatanan masyarakat jawa masa lalu hingga saat ini?

Mengingat bahwa pada masa kerajaan, aksara hanya bisa dibaca oleh keluarga kerajaan atau kasta tertenu, tentu saja tidak banyak karya  tulis yang dihasilkan kebudayaan jawa masa lalu. Tercatat ada beberapa karya tulis yang diciptakan pada masa kerajaan, misalnya : Kitab Negarakartagama dan Kitab Pararaton. Atau banyak tulisan yang ditulis para guru spiritual atau pujangga sekelas R Ng. Ronggowarsito sdengan karyanya Serat Kalatidha, Serat Wirid Hidayat Jati. Pada umumnya karya tulis tersebut merupakan sarana untuk menyampaikan pengajaran spiritual. Anda bisa mendapatkan banyak karya tulis yang dihasilkan masyarakat jawa dalam blog alang-alangkumitir.

Tapi, lagi-lagi seperti juga karya tulis yang hanya beredar di kerajaan, karya tulis yang berisi ajaran spiritual juga beredar terbatas bagi para murid-murid perguruan spiritual saja.

Semua itu menandakan bahwa tidak semua lapisan masyarakat saat itu bebas membaca karya tulis. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa secara umum tradisi membaca dalam tradisi jawa masa lalu masih kurang optimal. Penyebabnya mungkin membaca karya tulis saat itu tidak lebih penting ketimbang belajar ilmu kesaktian atau ilmu kebijaksanaan. Lagi pula ada slogan terkenal yang karib terdengar dalam masyarakat jawa, misalnya kitab teles atau ungkapan Papan Tanpo Tulis di mana untuk mempelajari sesuatu masyarakat jawa kurang menyukai karya tulis sebagai sarana penyebarannya.

Akan tetapi, dalam situasi terkini, menyesuaikan perkembangan zaman merupakan pilihan yang tepat bagi kebudayaan untuk terus hidup dan dihidupi oleh generasi selanjutnya.  Tak ada salahnya melahirkan budaya baru yakni budaya membaca bagi masyarakat jawa yang sebelumnya mungkin hanya dinikmati kelompik tertentu. Secara bersamaan, budaya menulis juga perlu digalakkan.

 
Catatan kaki :
1.      KBBI online
2.      https://www.kajianpustaka.com/2014/01/pengertian-dan-hakikat-membaca.html

3.      https://mbahkarno.blogspot.co.id/2013/09/unsur-unsur-kebudayaan-beserta.html

Ajarkan Cara Berlalulintas dalam Pendidikan Formal !

Beberapa hari yang lalu rekan-rekan Guru di sekolah saya mengikuti sosialisasi  Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULAJ). Pada tahun pelajaran 2015/2016 ini, UU tersebut diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) kelas empat Sekolah Dasar hingga siswa kelas enam. Terang saja, sebagai orang yang mendambakan ketertiban lalu lintas di jalan raya, saya menyambut hal tersebut dengan gembira. Kebijakan tersebut merupakan bentuk sosialisasi lalu lintas yang cukup efektif dan efisien. Dengan adanya sosialisasi tersebut, diharapkan mampu memperbaiki situasi lalu lintas, mencegah pelanggaran lalu lintas dan kecelakaan di jalan raya  yang bisa berakibat fatal.

Menurut saya, integrasi UULAJ ke dalam mata pelajaran Pkn memiliki tujuan jangka pendek maupun jangka panjang. Tujuan jangka pendek yaitu untuk memberikan pemahaman tentang dasar-dasar lalu lintas kepada peserta didik dan mencegah siswa-siswi Sekolah Dasar mengendarai kendaraan bermotor. Tujuan jangka panjang yaitu untuk menertibkan lalu lintas yang pada saat ini sangat semrawut.


Situasi lalu lintas di berbagai ruas jalan di beberapa daerah memang sungguh mencemaskan. Pengendara kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat terkadang menganggap diri mereka layaknya pembalap di sirkuit, padahal dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 pasal 15 huruf b disebutkan bahwa pengemudi kendaraan bermotor di jalan dilarang berbalapan dengan kendaraan bermotor lain. Ada juga ulah pengendara sepeda motor yang bertingkah seenaknya, misalnya ingin berbelok ke kanan, mereka menyalakan lampu sein ke kanan, tetapi mereka justru berbelok ke kiri, padahal aturan berbelok yang benar sudah diatur dalam UU no 22 tahun 2009 Pasal 112 (1) .

Belum lagi perihal ketidaktahuan pengendara membaca markah jalan atau sengaja melanggar rambu-rambu lalu lintas. Pengendara juga belum mengetahui perihal prioritas pengendara di persimpangan (pasal 113). Ditambah lagi, arogansi klub motor yang bertindak bak pemilik jalan, bunyi knalpot yang berisik, hingga mengendarai kendaraan bermotor tanpa mengenakan helm. Juga, semakin banyaknya orang tua yang mengizinkan anak-anak usia SD mengendarai sepeda motor yang bukan hanya membahayakan diri sendiri tetapi membahayakan pengguna jalan yang lain. Semua itu merupakan bentuk pelanggaran lalu lintas yang berakibat pada kesemrawutan jalan, ketidaknyamanan berkendara, dan yang lebih parah bisa menyebabkan korban jiwa.

Mengenai aturan berkendara di jalan raya sesungguhnya sudah dipaparkan secara gamblang dalam UULAJ. Akan tetapi dengan melihat realita yang saya sebutkan di atas, saya ragu sudahkah para pengendara kendaraan bermotor itu membaca Undang-Undang tersebut. Jika sudah, kenapa mereka masih nekat melakukan pelanggaran. Sementara, jika belum, kenapa mereka sampai belum membaca UU yang dibuat pada tahun 2009 tersebut?. Pada kedua situasi tersebut, sosialisasi UULAJ kepada masyarakat perlu digalakkan secara lebih intensif.

Dengan demikian, sosialisasi Lalu Lintas dengan melibatkan lembaga pendidikan layak untuk didukung. Diharapkan hal tersebut dapat memberi banyak manfaat bagi kehidupan sosial kemasyarakatan, tidak hanya berlalu lintas saja. UULAJ yang diajarkan pada peserta didik mulai dari siswa kelas empat Sekolah Dasar ini bisa menjadi awal perkenalan mereka dengan ilmu hukum. Dengan mempelajarinya, peserta didik secara perlahan akan memahami apa hak dan kewajiban sebagai warga negara Indonesia (WNI). Ini merupakan bekal untuk menjalankan kehidupan berdasarkan aturan UU yang berlaku di Indonesia. Khususnya Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Peran Literasi dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0

Heraclitus, seorang filsuf Yunani yang hidup 26 abad yang lalu pernah mengatakan bahwa tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri (Nothing endures but change). Begitupun dalam pola dan gaya hidup manusia. Dari masa ke masa, perlahan tapi pasti, cepat atau lambat bergerak lalu  berubah.

Sebagai contoh, tiga puluh tahun yang lalu belum ada benda-benda yang sekarang menjadi gaya hidup kita sehari-hari, misalnya telepon genggam. Saat itu di desa-desa, perangkat teknologi yang ada di rumah-rumah penduduk, rata-rata adalah pesawat radio. Sementara televisi saat itu masih televisi hitam putih yang hanya sedikit orang memilikinya.



Kini silakan lihat dan periksa, masih adakah radio-radio di rumah-rumah penduduk. Jarang sekali. Sebaliknya hampir setiap orang kini tak pernah lepas memandang benda yang belum ada tiga puluh tahun silam. Mereka menggenggam telepon genggam di tangannya.

Lalu, telepon genggam mulai berubah, berevolusi menjadi perangkat elektronik yang lebih cerdas, ia lantas menjadi telepon pintar yang bukan hanya mampu membuat orang berkomunikasi melalui suara, ia bahkan bisa membuat kita mampu berkomunikasi dengan melihat lawan bicara. Dalam perkembangannya, telepon pintar bukan lagi menjadi media komunikasi, ia juga menjadi media untuk melakukan berbagai kegiatan misalnya mencari informasi, menghitung, membayar tagihan, transportasi dan lain sebagainya.

Apakah evolusi telepon pintar hanya akan berhenti sebatas itu? Saya percaya tidak. Telepon pintar dan juga teknologi akan senantiasa berubah.

Kecakapan Literasi

Literasi bukan slogan atau gerakan tanpa dasar yang jelas. Gerakan ini hadir untuk merespon tuntutan zaman yang semakin bergerak dinamis. Negara-negara di dunia sudah bersiap menyambut kehadiran Revolusi Industri 4.0 dengan berbagai langkah. Termasuk negara Indonesia. Melalui Gerakan Literasi, negara ini bersiap untuk menyongsong Revolusi 4.0, agar tidak ketinggalan oleh negara lain.

Revolusi Industri 4.0 merupakan revolusi industri jilid 4, di mana teknologi dan internet menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Teknologi akan mengubah tradisi, budaya dan kebiasaan kita sehari-hari. Akan lahir kecerdasan-kecerdasan buatan yang kelak mampu mengggantikan tugas manusia.

Untuk itulah, sebagai generasi muda, sebagai pelajar, sekaligus sebagai millenial, tingkatkan kecakapan literasi kalian dengan sebaik-baiknya baik itu literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, literasi digital dan literasi budaya dan kewargaan.

Penguasaan literasi menjadi sangat penting agar kalian tidak gagap ketika revolusi industri 4.0 benar-benar tiba di hadapan kalian. Kalianlah yang nanti menjadi pelaku perubahan. Siapkah kalian menyambut Revolusi Industri 4.0 ?

Jumat, 21 Desember 2018

25 Contoh Majas Pleonasme dalam Kalimat yang Baik dan Benar

Mempelajari bahasa Indonesia bukan hal yang susah. Apalagi pada zaman sekarang ini, kita bisa belajar bahasa Indonesia melalui berbagai sumber, bukan hanya dari tuturan bapak/ ibu guru di kelas. Kali ini kita akan berdiskusi tentang materi pelajaran bahasa Indonesia yang sangat populer yaitu majas.

Majas yang akan kita bahas kali ini adalah majas pleonasme. Majas Pleonasme adalah majas yang berupa pemakaian kata (sebagai keterangan) yang berlebihan. Penggunaan majas ini cenderung dihindari apabila anda hendak menulis baku karena dianggap kurang efektif dan tentu saja berlebihan. Banyak kata-kata yang sebenarnya tidak penting namun tetap ditulis.

Akan tetapi, penggunaan majas ini sah-sah saja apabila anda gunakan untuk menulis puisi atau pantun. Untuk memperjelas pemahaman, di bawah ini merupakan 25 contoh majas pleonasme dalam kalimat yang baik dan benar.




Baca Juga: 30 Contoh Majas Personifikasi yang baik dan benar

Contoh:
1. Suasana pagi di kantor ini benar-benar sunyi senyap.
2. Dua ekor kucing itu berkejar-kejaran hingga naik ke atas genteng rumahku.
3. Karena tubuhnya sangat panas, Luna akhirnya diantar pulang ke rumahnya.
4. Bola bundar itu ditendang Cindy hingga tercebur ke selokan.
5. Karena terpeleset, Hilda jatuh tersungkur ke bawah hingga bajunya kotor semua.
6. Jika merasa Sedih, Surya akan menatap langit luas agar hatinya merasa tenang.
7. Dengan riang gembira, anak-anak TK itu bermain outbond  di Tawangmangu.
8. Hatinya merasa gundah gulana melihat kekasihnya menikah dengan sahabatnya.
9. Irwan sangat suka sekali membaca buku biografi para tokoh bangsa.
10. Mendengar suara sirene mobil ambulans, para sopir segera menepikan mobilnya ke pinggir jalan.
11. Dengan mata kepalanya sendiri, ia menyaksikan mantan kekasihnya menikah dengan kakaknya.
12. Dengan alat transportas mobil, Jakarta-Surabaya bisa ditempuh dalam 10 jam.
13. Kotak persegi berwarna biru itu berisi buku dari Jakarta.


Baca Juga: 25 Contoh Majas Paradoks dalam Kalimat yang Baik dan Benar


14. Awal tahun ini, Dilla akan menjual berbagai macam barang-barang yang diimpor dari Tiongkok.
15. Meteor itu jatuh ke bawah menimbulkan dentuman yang cukup keras.
16. Mendengar instruksi dari sang komandan, semua pasukan serentak mundur ke belakang.
17. Gula manis itu dicampur dengan teh, lalu diminum Ardian.
18. Es dingin yang dicampur sirup ini membuat tenggorokanku merasa segar.
19. Para murid-murid sekolah itu dikirim ke kamp militer untuk mengikuti pendidikan bela negara.
20. Kopi hitam legam ini membuat semangatku bangkit kembali.
21. Demi untuk membahagiakan anak istrinya, Irfan bekerja hingga larut malam.
22. Menjadi putra dari seorang pengusaha kaya raya yang punya segalanya, tidak serta merta membuat hidup Ghazali selalu bahagia.
23. Ban bundar mobil itu dipompa agar bisa nyaman saat dikendarai.
24. Huda sangat menyukai film tentang angkasa raya yang luas.
25. Pengemis itu menengadahkan tangannya ke atas meminta sedekah dari pengendara mobil.

Sabtu, 08 Desember 2018

30 Contoh Majas personifikasi yang Baik dan Benar

Majas berarti bahasa berkias. Oleh para penulis digunakan agar memberikan kesan yang mendalam terhadap tulisan. Dengan adanya majas, karya tulis menjadi lebih menarik untuk dibaca. Tanpa adanya majas, hampir bisa dipastikan karya tulis terutama karya fiksi akan sangat tidak menarik. Apabila karya fiksi sudah tidak menarik, tujuan penulisan karya fiksi menjadi tidak tercapai.

Kali ini kita akan membicarakan tentang majas personifikasi. Majas personifikasi adalah majas yang menggambarkan benda-benda yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat insan (seperti manusia). Boleh dikatakan bahwa majas ini artinya memanusiakan benda tidak bernyawa.



Baca Juga: 25 Contoh Majas Paradoks dalam Kalimat yang Baik dan Benar



Contoh:
1. Pohon ilalang menari-nari tertiup angin sore ini.
2. Sinar bulan lembut membelai wajah manismu di beranda rumah.
3. Hari itu, gunung merapi memuntahkan batu sebesar rumah secara terus menerus.
4. Rambut Irma yang hitam melambai-lambai tertiup angin.
5. Banjir bandang yang terjadi tadi siang menyapu apa saja yang dilewatinya.
6. Puting beliung di Bogor menerbangkan apa saja yang dijangkaunya.
7. Pagi ini, Yulia terbangun dari tidur karena mendengar nyanyian burung prenjak di pepohonan.
8. Hawa dingin di puncak gunung ini menusuk tulangku.
9. Tristan beruntung masih selamat dari baku tembak, ia dilindungi helm baja di kepalanya.
10. Di pantai ini, Lena dan kawan-kawan melihat ombak yang berkejar-kejaran.
11. Rian merasa kulitnya bertambah hitam karena dibakar sinar matahari siang ini.
12. Ia bersyukur bisa membangun rumah yang bisa melindungi dia dari panas dan hujan.
13. Setelah lampu hijau menyala, sepeda motor balap itu berlarian secepat kilat.
14. Ia berdiri di depan rumah, ketika sepasang lampu mobil itu menyala menatap dia.

Baca Juga: 30 Contoh Majas Metonimia dan Pengertiannya

15. Bencana banjir seolah menegur manusia agar berlaku lebih bijak terhadap alam.
16. Nasi bungkus itu telah menyelamatkan dia dari kelaparan sepanjang hari ini.
17. Terkatung-katung di lautan berhari-hari, ia diselamatkan oleh selembar papan terapung.
18. Di rumah itu, nenek Anggun hanya ditemani sebuah patung arca.
19. Sawahnya yang luasnya tidak seberapa itu telah menghidupi keluarganya selama bertahun-tahun.
20. Sumber air di pegunungan itu telah menghidupi makhluk hidup di sekitarnya.
21. Laptop itu telah membantu pekerjaannya menghitung uang di perusahaannya.
22. Api yang dinyalakan pendaki telah membakar hutan di lereng gunung itu.
23. Suara sirine mobil pemadam kebakaran meraung-raung di jalan raya.
24. Pemerintah memperingatkan bahwa rokok bisa membunuh manusia.
25. Setiap lewat di depan toko itu, Silvi selalu disapa oleh suara lonceng.
26. Kabut masih menyelimuti bumi ketika aku berangkat kerja, pagi ini.
27. Penjahat itu akan dijerat dengan pasal pembunuhan berencana dengan vonis yang sangat berat.
28. Setibanya di tempat itu, sepasang matanya dimanjakan oleh pemandangan alam yang begitu indah.
29. Mobil terbaru dari Tiongkok itu disukai banyak orang karena ramah lingkungan.
30. Wajah langit pagi ini begitu cerah, membuatku bersemangat bekerja.

Rabu, 05 Desember 2018

25 Contoh Majas Paradoks dalam Kalimat yang Baik dan Benar

Bahan diskusi kita kali ini masih seputar pelajaran bahasa Indonesia, yaitu membahas tentang majas. Sebagaimana yang kita ketahui, majas adalah bahasa berkias yang dapat menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Ainia Prihantini: 2015). Ada banyak sekali jenis majas yang digunakan masyarakat untuk mengomunikasikan bahan pembicaraan.

Sekarang mari kita berdiskusi tentang majas metonomi majas paradoks. Majas paradoks adalah majas yang berupa pertentangan dua objek yang berbeda.

Baca Juga: 30 Contoh Majas Metonimia dan Pengertiannya

Untuk memperjelas pemahaman kita, di bawah ini merupakan contoh majas paradoks yang baik dan benar.



Contoh:

1. Tangan Chris John kecil, namun tenaganya besar.
2. Juwita memang miskin harta, tetapi hatinya sangat kaya.
3. Rumah Intan di Surabaya memang terletak di pinggir sawah, namun rumahnya sangat megah.
4. Harlan jarang sekali belajar, bahkan saat ujian. Akan tetapi, ia berhasil meraih nilai tertinggi di sekolahnya.
5. Zulfa adalah gadis dari kota, namun perilakunya sangat sopan dan menghargai orang lain.
6. Ayah Sunanto memang kaya raya, tetapi kendaraan beliau hanya sepeda motor honda supra.
7. Sepeda motor itu sangat canggih, namun harganya sangat murah.
8. Skripsi Zulfian memang lebih tipis dibanding skripsi teman-temannya, tetapi isinya sangat berkualitas.
9. Pemilik supermarket itu memang sederhana, sehingga sempat dikira tukang parkir.
10. Kehidupan metropolitan yang serba hingar bingar justru membuat hatinya selalu sepi.
11. Wajah Pak Burhan memang terlihat seram, tetapi hampir tiap hari ia bersedekah kepada fakir miskin.
12. Julia Cristin merupakan gadis dari Australia yang fasih berbahasa jawa.

Baca Juga: 30 Contoh Majas Eufimisme dan Pengertiannya

13. Siapapun tidak menyangka, ayah dari Gubernur itu adalah seorang petani biasa.
14. Luas wilayah Singapura lebih kecil daripada Indonesia, namun pendapatan perkapitanya, jauh lebih besar.
15. Gaji Sumanto lebih kecil dari Mardiyono, namun tabungannya lebih besar.
16. Gadis itu memang cantik, namun sering menyakiti orang lain.
17. Ayah Zaskia bekerja sebagai tukang becak, sementara zaskia merupakan murid terpintar di sekolah ini.
18. Ketika masih SMA, Yulianto anak yang nakal, sekarang ia malah jadi Komandan Kodim.
19. Meskipun badannya besar dan terlihat menakutkan, Faldo tetap menangis saat kehilangan orangtuanya.
20. Danang bekerja sebagai buruh tani, namun putra-putrinya semua berpendidikan S1.
21. Orang itu kaya raya, namun pelitnya minta ampun.
22. Wakil rakyat itu tugasnya membantu rakyat, bukannya memanfaatkan rakyat.
23. Badannya memang kurus, tetapi makannya sangat banyak.
24. Politikus itu sangat sopan, namun esok harinya ditangkap KPK.
25. Langgeng sering sekali membantu saudara-saudaranya, padahal ia hanya saudara angkat.

Senin, 03 Desember 2018

30 Contoh Majas Metonimia dan Pengertiannya

Kita masih berdiskusi tentang majas. Sebagaimana yang kita ketahui, majas adalah bahasa berkias yang dapat menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Ainia Prihantini: 2015). Ada banyak sekali jenis majas yang digunakan masyarakat untuk mengomunikasikan bahan pembicaraan.

Sekarang mari kita berdiskusi tentang majas metonomia. Majas metonimia adalah majas yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan orang, barang atau hal sebagai penggantinya.


Baca Juga : 25 Contoh Majas Litotes dan Pengertiannya

Majas ini dipakai untuk memudahkan lawan bicara dalam memahami penyebutan sesuatu hal. Agar lebih jelas, mari kita simak contoh majas metonimia di bawah ini.



Contoh :
1. Ibu menyuruh Rini pergi ke minimarket untuk membeli Pepsodent. (pasta gigi)
2. Saat berwisata ke pulau Bali, rombongan sekolah itu menggunakan Karya Jasa. (bus)
3. Ia memarkir Honda Beatnya di bawah pohon cemara. (sepeda motor)
4. Karena kehausan, Rifka membeli Aqua berukuran 800 ml di toko itu. (air minum kemasan)
5. Saya suka membaca Keluarga Cemara karena ceritanya benar-benar menginspirasi. (novel)
6. Agar pengumuman bisa didengar seluruh warga SMA, sebaiknya disampaikan melalui Toa. (pengeras suara)
7. Begitu memasuki toko sepatu, Rudi langsung memilih Nike.  (sepatu)
8. Avanza itu melaju dengan kencang setelah memasuki jalan tol. (mobil minibus)
9. Saat mengetik dan membuat grafik, Lina lebih nyaman menggunakan Acer. (Laptop)
10. Sudah dua hari ini, Kartono tidak membeli Djarum Super di warung sebelah. (Rokok)
11. Wuling Cortez melaju dengan tenang di jalan tol Ngawi-Sragen. (mobil Minibus)
12. Di gerai telepon genggam itu Samsung lebih laris ketimbang Nokia. (telepon genggam)
13. Resepsi pernikahan putri pengusaha terkenal itu dilaksanakan di Lor In. (hotel)
14. Saya lebih suka bepergian menggunakan Grab. (ojek online)
15. Aku sering membawa Freshcare saat naik bus umum karena sering pusing. (obat)
16. Pertandingan akhir karate antar provinsi akan diselenggarakan di Gelora Bung Karno. (Stadiun)
17. Setelah tiba di Ahmad Yani, Novi akan terbang lagi ke Soekarno Hatta. (bandara)
18. Dari Pulogadung, Nesa naik Transjakarta ke Jakarta Barat. (terminal)


Baca Juga: 30 Contoh Majas Hiperbola yang Baik dan Benar

19. Setibanya di Merak, Willy segera naik kapal ferry ke Bakauheni. (pelabuhan)
20. Kasus itu melebar karena Harto mengunggah video provokasi di Facebook. (sosial media)
21. Di tempat itu pernah terjadi pertempuran antara Belanda dan Indonesia. (tentara/ pejuang)
22. Menonton Toshiba memang nyaman, gambarnya tajam dan jelas. (televisi)
23. Seluruh karyawan Polytron hari ini akan mendapatkan kenaikan gaji. (elektronik)
24. BRI tercatat memiliki aset terbesar di antara yang lain. (bank)
25. Setelah berjuang keras, Indonesia berhasil memasukkan gol ke gawang Argentina. ( tim sepakbola)
26. Kulit si kecil Arsy semakin terasa lembut setelah ditaburu Johnson n Johnson. (bedak)
27. Gilang suka menonton Net TV karena acaranya bagus dan menginspirasi. (televisi)
28. Melalui Youtube, Dedy Corbuzier mengkritik perilaku negatif beberapa artis. (video online)
29. Pertemuan pertama Husna dan Amien terjadi di Sang Pisang. (gerai makanan)
30. Ia mencari informasi dengan memanfaatkan Google. (mesin pencari)
31. Berkat Gojek, kini ia memiliki kehidupan yang lebih baik. (ojek online)
32. Dari sekian banyak penawaran rumah, ia memilih di Griya Permata Hijau. (perumahan)
33. Ahmad Tohari terkenal dengan kata-katanya yang indah dan berkesan. (novel-novel)
34. Ia memilih naik Argo Lawu agar perjalanannya nyaman dan lebih cepat sampai.
35. Ia akan menginap di Jakarta selama beberapa hari. (kota)