Dalam rangka peringatan hari Lahir Pancasila, Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo telah mengatakan dengan tegas, "Pancasila itu jiwa dan raga kita. Ada di aliran darah dan detak jantung kita, perekat keutuhan bangsa dan negara".
Beliau lantas memungkasi rangkaian pidato singkatnya, dengan kalimat tegas, "Saya Jokowi, saya Indonesia, saya Pancasila."
Pada saat yang sama, Pemerintah juga sedang menggelar kampanye bertagar #PekanPancasila yang dimulai sejak tanggal 29 Mei hingga 4 Juni 2017.
Rangkaian peristiwa tersebut mendapat respon luar biasa dari masyarakat Indonesia, bagaimanapun juga pernyataan presiden tersebut sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia yang merasa terusik dengan ulah sekelumit orang yang akhir-akhir ini hendak menggoyang-goyang Pancasila. Netizen serentak melahirkan gerakan Saya Indonesia, Saya Pancasila. Mereka beramai-ramai mengubah profil dalam facebook mereka dengan foto frame 'saya Indonesia saya Pancasila' bersanding dengan foto wajah masing-masing.
Semarak Perayaan Hari Lahir Pancasila tahun 2017 di Republik Indonesia yang dinakodai oleh RI 1 melalui kalimat "Saya Jokowi, saya Indonesia, saya Pancasila, telah memberikan pesan penting bagi kita semua. Ada tiga hal yang setidaknya saya tangkap dari fenomena Saya Indonesia, Saya Pancasila.
Pertama, Presiden secara tegas telah menolak meneruskan cerita sejarah yang ditulis Orde Baru. Mengapa demikian ? Bagi orde baru, Pancasila tak lebih hanyalah alat untuk melanggengkan kekuasaan mereka. Hal ihwal yang berkaitan dengan Pancasila selalu dikaitkan dengan tanggal 1 Oktober 1965, Hari Kesaktian Pancasila. Itulah senjata mereka. Pancasila telah digunakan sebagai alat pemukul yang membabi buta menghabisi rakyatnya sendiri. Hari lahir Pancasila, 1 Juni ? tak pernah terpikir dalam benak mereka.
Presiden Jokowi sebagai penguasa Republik ini tentu tak rela, jika bagian penting dari Pancasila harus ditelantarkan begitu saja. 1 Juni 1945 harus diperingati karena peristiwa tersebut tak kalah penting dibandingkan 1 Oktober 1965. Jika Pancasila hanya identik dengan 1 Oktober, pelajaran yang bisa dipetik hanyalah peristiwa kekerasan yang sungguh memilukan.
Sementara dari 1 Juni 1945 kita akan belajar banyak tentang persatuan dan kesatuan bangsa. Kita akan belajar banyak bagaimana sulitnya mempersatukan keragaman di Indonesia. Dan Pancasila yang digali Bung Karno dari bumi nusantara adalah formula pemersatu itu. Seperti apa naskah pidato 1 Juni 1945, sila baca Pidato Bung Karno Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945.
Kedua, Presiden hendak menghadirkan kembali sosok Bung Karno di hadapan rakyat Indonesia, seutuhnya. Jika kita flashback sejenak ke belakang, sejak reformasi, kran informasi dibuka selebar-lebarnya termasuk informasi tentang sosok Bung Karno. Masyarakat bisa melahap dengan mudah, ide, gagasan, pemikiran dan perjuangan Bung Karno yang selama ini ditutupi (lagi-lagi) oleh Orde Baru. Adanya peringatan 1 Juni 1945 mau tidak mau akan menyebabkan rasa ingin tahu para pelajar, mahasiswa dan khalayak umum tentang Pancasila dan tentu saja Bung Karno semakin meluap-luap. Saat itulah gelombang informasi tentang Bung Karno menerpa masyarakat, saat itulah mereka akan tahu siapa sesungguhnya Bung Karno dan bagaimana perannya dalam sejarah bangsa selama ini.
Ketiga, Presiden hendak mengajak rakyat Indonesia bersatu membangun negara Indonesia di bawah Pancasila. Hal ini sangat penting mengingat akhir-akhir ini timbul gerakan-gerakan dari segeintir orang yang anti Pancasila. Mereka terang-terangan hendak merongrong kedaulatan bangsa Indonesia dengan cara terus-terusan memunculkan sentimen SARA. Apabila hal ini dibiarkan, bukan tidak mungkin sentimen SARA akan berujung pada perpecahan. Baru kali ini, pemerintah tegas membubarkan ormas yang jelas-jelas hendak mengganti Pancasila. Bagaimanapun juga, segala upaya pemberontakan atau makar akan menemui jalan buntu, seperti yang pernah disampaikan oleh Bung Karno dalam pidato beliau yang berjudul Tidak Ada Kontra Revolusi Bisa Bertahan.
Jadi, Rapatkan Barisan, berderap bersama membangun bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila. "Saya Indonesia, Saya Pancasila"
Beliau lantas memungkasi rangkaian pidato singkatnya, dengan kalimat tegas, "Saya Jokowi, saya Indonesia, saya Pancasila."
Pada saat yang sama, Pemerintah juga sedang menggelar kampanye bertagar #PekanPancasila yang dimulai sejak tanggal 29 Mei hingga 4 Juni 2017.
Rangkaian peristiwa tersebut mendapat respon luar biasa dari masyarakat Indonesia, bagaimanapun juga pernyataan presiden tersebut sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia yang merasa terusik dengan ulah sekelumit orang yang akhir-akhir ini hendak menggoyang-goyang Pancasila. Netizen serentak melahirkan gerakan Saya Indonesia, Saya Pancasila. Mereka beramai-ramai mengubah profil dalam facebook mereka dengan foto frame 'saya Indonesia saya Pancasila' bersanding dengan foto wajah masing-masing.
Pesan Penting Bagi Rakyat Indonesia
Semarak Perayaan Hari Lahir Pancasila tahun 2017 di Republik Indonesia yang dinakodai oleh RI 1 melalui kalimat "Saya Jokowi, saya Indonesia, saya Pancasila, telah memberikan pesan penting bagi kita semua. Ada tiga hal yang setidaknya saya tangkap dari fenomena Saya Indonesia, Saya Pancasila.
Pertama, Presiden secara tegas telah menolak meneruskan cerita sejarah yang ditulis Orde Baru. Mengapa demikian ? Bagi orde baru, Pancasila tak lebih hanyalah alat untuk melanggengkan kekuasaan mereka. Hal ihwal yang berkaitan dengan Pancasila selalu dikaitkan dengan tanggal 1 Oktober 1965, Hari Kesaktian Pancasila. Itulah senjata mereka. Pancasila telah digunakan sebagai alat pemukul yang membabi buta menghabisi rakyatnya sendiri. Hari lahir Pancasila, 1 Juni ? tak pernah terpikir dalam benak mereka.
Presiden Jokowi sebagai penguasa Republik ini tentu tak rela, jika bagian penting dari Pancasila harus ditelantarkan begitu saja. 1 Juni 1945 harus diperingati karena peristiwa tersebut tak kalah penting dibandingkan 1 Oktober 1965. Jika Pancasila hanya identik dengan 1 Oktober, pelajaran yang bisa dipetik hanyalah peristiwa kekerasan yang sungguh memilukan.
Sementara dari 1 Juni 1945 kita akan belajar banyak tentang persatuan dan kesatuan bangsa. Kita akan belajar banyak bagaimana sulitnya mempersatukan keragaman di Indonesia. Dan Pancasila yang digali Bung Karno dari bumi nusantara adalah formula pemersatu itu. Seperti apa naskah pidato 1 Juni 1945, sila baca Pidato Bung Karno Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945.
Kedua, Presiden hendak menghadirkan kembali sosok Bung Karno di hadapan rakyat Indonesia, seutuhnya. Jika kita flashback sejenak ke belakang, sejak reformasi, kran informasi dibuka selebar-lebarnya termasuk informasi tentang sosok Bung Karno. Masyarakat bisa melahap dengan mudah, ide, gagasan, pemikiran dan perjuangan Bung Karno yang selama ini ditutupi (lagi-lagi) oleh Orde Baru. Adanya peringatan 1 Juni 1945 mau tidak mau akan menyebabkan rasa ingin tahu para pelajar, mahasiswa dan khalayak umum tentang Pancasila dan tentu saja Bung Karno semakin meluap-luap. Saat itulah gelombang informasi tentang Bung Karno menerpa masyarakat, saat itulah mereka akan tahu siapa sesungguhnya Bung Karno dan bagaimana perannya dalam sejarah bangsa selama ini.
Ketiga, Presiden hendak mengajak rakyat Indonesia bersatu membangun negara Indonesia di bawah Pancasila. Hal ini sangat penting mengingat akhir-akhir ini timbul gerakan-gerakan dari segeintir orang yang anti Pancasila. Mereka terang-terangan hendak merongrong kedaulatan bangsa Indonesia dengan cara terus-terusan memunculkan sentimen SARA. Apabila hal ini dibiarkan, bukan tidak mungkin sentimen SARA akan berujung pada perpecahan. Baru kali ini, pemerintah tegas membubarkan ormas yang jelas-jelas hendak mengganti Pancasila. Bagaimanapun juga, segala upaya pemberontakan atau makar akan menemui jalan buntu, seperti yang pernah disampaikan oleh Bung Karno dalam pidato beliau yang berjudul Tidak Ada Kontra Revolusi Bisa Bertahan.
Jadi, Rapatkan Barisan, berderap bersama membangun bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila. "Saya Indonesia, Saya Pancasila"