Kontroversi perihal pelaksanaan Ujian Nasional yang akan dihapus menemui babak baru, kali ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Muhadjir Effendy secara resmi menghentikan pelaksanaan ujian nasional (UN).
Sebagaimana dikutip dari http://www.jpnn.com, Kebijakan ini lantaran UN tidak lagi menjadi faktor utama kelulusan dan hanya menghabiskan anggaran yang besar.
"Kajian untuk memoratoriumkan UN sudah tuntas. Ini sudah kami ajukan ke presiden, tinggal menunggu persetujuan beliau saja," kata Menteri Muhadjir di Jakarta, Kamis (24/11).
Dasar utama moratorium UN, lanjutnya, karena UN fungsinya hanya pemetaan dan bukan kelulusan. "Memang kami ingin mengembalikan evaluasi itu menjadi hak dan wewenangnya guru baik pribadi maupun kolektif. Negara cukup membuat regulasi dan mengawasi," terangnya.
Bagaimana supaya standar kelulusan mengikuti standar nasional, menurut Muhadjir tetap pada koridor tersebut. Dan ini harus diterapkan di masing-masing sekolah, kab/kota, provinsi.
Direncanakan moratorium UN akan mulai dilaksanakan pada tahun 2017. Setelah UN dimoratorium, kini kalangan pendidikan menunggu format ujian pengganti UN yang kata Mendikbud akan diserahkan pada sekolah masing-masing.
Sekolah diberi wewenang untuk mengevaluasi dan menyelenggarakan ujian sendiri. Kondisi ini tentu menimbulkan pro dan kontra. Bagi yang pro menganggap kebijakan tersebut tepat karena guru yang mengajar di Sekolah yang bersangkutan, guru itu pula yang akan mengujinya. Akan tetapi, pihak yang kontra menyebutkan bahwa mengingat kualitas tiap sekolah tidak sama alias ada yang tidak memenuhi standar nasional, menyerahkan kewenangan ujian kepada sekolah masing masing justru berakibat ketidakjujuran.
Sebelum munculnya pendapat-pendapat tersebut, Kemdikbud sudah mengatakan akan membenahi dan memperbaiki kualitas sekolah dan guru sebagaimana dikutip dari republika.co.id.
Pembenahan sekolah akan dilakukan secara menyeluruh, termasuk kualitas guru dan lain-lain. Bahkan, ia mengatakan, pembenahan juga dihubungkan dengan revitalisasi sekolah. Pemerintah akan menggunakan anggaran UN untuk revitalisasi dan pemebenahan kualitas sekolah. "Pembenahan fisik, kurikulum, lingkungan. Yang dimoraturium seluruh Indonesia (bukan hanya yang 70 persen)," ujar dia.
Mari kita tunggu bersama gebrakan Mendikbud demi kualitas pendidikan yang lebih baik.
Sebagaimana dikutip dari http://www.jpnn.com, Kebijakan ini lantaran UN tidak lagi menjadi faktor utama kelulusan dan hanya menghabiskan anggaran yang besar.
"Kajian untuk memoratoriumkan UN sudah tuntas. Ini sudah kami ajukan ke presiden, tinggal menunggu persetujuan beliau saja," kata Menteri Muhadjir di Jakarta, Kamis (24/11).
Dasar utama moratorium UN, lanjutnya, karena UN fungsinya hanya pemetaan dan bukan kelulusan. "Memang kami ingin mengembalikan evaluasi itu menjadi hak dan wewenangnya guru baik pribadi maupun kolektif. Negara cukup membuat regulasi dan mengawasi," terangnya.
Bagaimana supaya standar kelulusan mengikuti standar nasional, menurut Muhadjir tetap pada koridor tersebut. Dan ini harus diterapkan di masing-masing sekolah, kab/kota, provinsi.
Mencari format pengganti UN
baca juga :
Sekolah diberi wewenang untuk mengevaluasi dan menyelenggarakan ujian sendiri. Kondisi ini tentu menimbulkan pro dan kontra. Bagi yang pro menganggap kebijakan tersebut tepat karena guru yang mengajar di Sekolah yang bersangkutan, guru itu pula yang akan mengujinya. Akan tetapi, pihak yang kontra menyebutkan bahwa mengingat kualitas tiap sekolah tidak sama alias ada yang tidak memenuhi standar nasional, menyerahkan kewenangan ujian kepada sekolah masing masing justru berakibat ketidakjujuran.
Sebelum munculnya pendapat-pendapat tersebut, Kemdikbud sudah mengatakan akan membenahi dan memperbaiki kualitas sekolah dan guru sebagaimana dikutip dari republika.co.id.
Pembenahan sekolah akan dilakukan secara menyeluruh, termasuk kualitas guru dan lain-lain. Bahkan, ia mengatakan, pembenahan juga dihubungkan dengan revitalisasi sekolah. Pemerintah akan menggunakan anggaran UN untuk revitalisasi dan pemebenahan kualitas sekolah. "Pembenahan fisik, kurikulum, lingkungan. Yang dimoraturium seluruh Indonesia (bukan hanya yang 70 persen)," ujar dia.
Mari kita tunggu bersama gebrakan Mendikbud demi kualitas pendidikan yang lebih baik.