Soal dan jawaban dari Tugas dalam buku Bahasa Indonesia Kurikulum 2013 Kelas 12 SMA/ SMK/MA/ MAK Bab 3 halaman 89. Peserta didik diminta untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi isi teks editorial.
Agar lebih jelas, silakan perhatikan soal dan jawaban di bawah ini
Soal
Tugas
Carilah dua buah teks editorial dari surat kabar lokal atau nasional yang berbeda dengan yang ada dalam buku. Kemudian, jawablah pertanyaan-pertanyaan seperti pertanyaan di atas. Kamu dapat membandingkannya dari berbagai sudut pandang antara teks editorial yang satu dengan yang satunya lagi.
Daftar pertanyaannya adalah:
1. Coba tulis kembali judul tulisan yang kamu baca
2. Apa yang kamu pahami dari judul tersebut? Rumuskan dalam kalimat baru pemahamanmu tersebut
3. Apa kata kunci dalam paragraf pertama?
4. Rumuskan kembali dalam kalimat baru pernyataan umum dalam paragraf pertama kata kunci yang kamu temukan
5. Apa kata kunci dalam paragraf kedua?
6. Rumuskan kembali dalam kalimat baru argumen dalam paragraf kedua berdasarkan kata kunci yang kamu temukan
7Apa kata kunci dalam paragraf ketiga?
8. Rumuskan kembali dalam kalimat baru argumen dalam paragraf ketiga berdasarkan kata kunci yang kamu temukan
9.Apa kata kunci dalam paragraf keempat?
10. Rumuskan kembali dalam kalimat baru argumen dalam paragraf keempat berdasarkan kata kunci yang kamu temukan?
11.Apa kata kunci dalam paragraf kelima?
12. Rumuskan kembali dalam kalimat baru argumen dalam paragraf kelima berdasarkan kata kunci yang kamu temukan
13.Apa kata kunci dalam paragraf keenam?
14. Rumuskan kembali dalam kalimat baru penegasan dalam paragraf ketujuh berdasarkan kata kunci yang kamu temukan?
15. Apa saja fakta-fakta yang disajikan dalam tulisan tersebut?
16.Apa yang menjadi opini redaktur atas fakta tersebut?
17.Menurutmu, tanggapan redaktur tersebut ditujukan kepada siapa? masyarakat atau pemerintah?
18. Bagaimana sikap redaksi terhadap peristiwa tersebut? Mendukung, menolak atau netral?
19. Bagaimana saran atau rekomendasi redaksi terhadap pihak yang dituju dalam teks editorial tersebut ?
20. Buatlah ringkasan dengan menggunakan jawaban-jawabanmu sebelumnya
Jawab:
Agar lebih jelas, silakan perhatikan soal dan jawaban di bawah ini
Soal
Tugas
Carilah dua buah teks editorial dari surat kabar lokal atau nasional yang berbeda dengan yang ada dalam buku. Kemudian, jawablah pertanyaan-pertanyaan seperti pertanyaan di atas. Kamu dapat membandingkannya dari berbagai sudut pandang antara teks editorial yang satu dengan yang satunya lagi.
Daftar pertanyaannya adalah:
1. Coba tulis kembali judul tulisan yang kamu baca
2. Apa yang kamu pahami dari judul tersebut? Rumuskan dalam kalimat baru pemahamanmu tersebut
3. Apa kata kunci dalam paragraf pertama?
4. Rumuskan kembali dalam kalimat baru pernyataan umum dalam paragraf pertama kata kunci yang kamu temukan
5. Apa kata kunci dalam paragraf kedua?
6. Rumuskan kembali dalam kalimat baru argumen dalam paragraf kedua berdasarkan kata kunci yang kamu temukan
7Apa kata kunci dalam paragraf ketiga?
8. Rumuskan kembali dalam kalimat baru argumen dalam paragraf ketiga berdasarkan kata kunci yang kamu temukan
9.Apa kata kunci dalam paragraf keempat?
10. Rumuskan kembali dalam kalimat baru argumen dalam paragraf keempat berdasarkan kata kunci yang kamu temukan?
11.Apa kata kunci dalam paragraf kelima?
12. Rumuskan kembali dalam kalimat baru argumen dalam paragraf kelima berdasarkan kata kunci yang kamu temukan
13.Apa kata kunci dalam paragraf keenam?
14. Rumuskan kembali dalam kalimat baru penegasan dalam paragraf ketujuh berdasarkan kata kunci yang kamu temukan?
15. Apa saja fakta-fakta yang disajikan dalam tulisan tersebut?
16.Apa yang menjadi opini redaktur atas fakta tersebut?
17.Menurutmu, tanggapan redaktur tersebut ditujukan kepada siapa? masyarakat atau pemerintah?
18. Bagaimana sikap redaksi terhadap peristiwa tersebut? Mendukung, menolak atau netral?
19. Bagaimana saran atau rekomendasi redaksi terhadap pihak yang dituju dalam teks editorial tersebut ?
20. Buatlah ringkasan dengan menggunakan jawaban-jawabanmu sebelumnya
Jawab:
Silakan tonton video di bawah ini:
Atau simak tulisan di bawah ini
a. Editorial 1
KITA mestinya 'berterima kasih' pada kejadian pemadaman total (blackout) di hampir seluruh Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten, Minggu (4/8) lalu. Di balik efek kejutnya yang membuat aktivitas berbasis listrik lumpuh dan pelaku bisnis menanggung rugi, blackout telah menunjukkan sebuah pesan mahapenting.
Apa itu? Ketahanan energi kita lembek, rapuh. Kita mesti prihatin karena Republik ini ternyata belum mampu memproteksi ketahanan energi dengan baik. Padamnya listrik hingga berjam-jam, bahkan sebagian wilayah baru bisa menikmati listrik lagi pada Senin (5/8) siang, telah dengan terang benderang memperlihatkan begitu lemahnya infrastruktur energi negeri ini.
Padahal, energi sangat vital bagi eksistensi sebuah negara. Energi, termasuk di dalamnya energi listrik, ialah pilar penting dalam sistem pertahanan negara. Energi juga merupakan bahan bakar pembangunan untuk pemerataan ekonomi. Tidak bisa tidak, ketahanan energi ialah syarat mutlak bagi bangsa ini untuk bisa bergerak.
Harus jujur kita katakan, dari beberapa variabel pembangun ketahanan energi, Indonesia amat keteteran dalam banyak hal. Pertama dari sisi cadangan. Kita terlalu mengandalkan energi fosil. Akibatnya cadangan energi otomatis terus merosot. Hingga pada satu titik nanti, sesuai dengan sifatnya, energi fosil akan menemui kelangkaan, bahkan punah.
Habisnya cadangan energi fosil diprediksi terjadi dalam waktu tidak lama. Data Kementerian ESDM menunjukkan cadangan batu bara Indonesia saat ini sekitar 7,3–8,3 miliar ton dan diperkirakan habis pada 2036. Demikian pula cadangan minyak sekarang tinggal 4,7 miliar barel dan diprediksi ludes pada 2028. Bahan bakar gas malah diperkirakan lebih cepat lagi nihilnya, yakni pada 2027 alias delapan tahun dari sekarang.
Kita tidak punya cadangan minyak untuk misalnya menghadapi bencana alam, perang, atau kejadian luar biasa lainnya. Bandingkan dengan Vietnam yang punya cadangan minyak untuk 3-6 bulan ke depan, yang siap dipakai bila negara itu menghadapi kejadian luar biasa.
Masalah cadangan belum tertangani. Serentak dengan itu kita juga dihadapkan pada persoalan kedua, yakni tata kelola. Kegagalan sistem kelistrikan dalam skala besar seperti yang terjadi pada Minggu lalu ialah contoh gamblang buruknya pengelolaan. Faktanya memang tidak hanya problem pasokan dan infrastruktur yang menjadi penyebab blackout, tapi juga ada persoalan pengelolaan manajerial dari PLN sebagai satu-satunya pemegang kunci listrik nasional.
Hampir tidak masuk akal kita ketika sebuah institusi yang sudah berpuluh-puluh tahun memonopoli urusan listrik negara tidak memiliki sistem deteksi dan pencegahan yang memadai atas kerusakan sistem. Lebih mengenaskan lagi, mereka yang mestinya sudah menguasai segala keahlian dan kepakaran soal listrik ternyata tidak mampu dengan cepat memulihkan kehilangan daya yang terjadi. Akan tetapi, itulah yang terjadi.
Apakah karena selama ini kita lebih sibuk berasyik masyuk dengan masalah politik kekuasaan sehingga persoalan fundamental seperti ketahanan energi pun menjadi terabaikan? Lantas apakah salah bila ada yang mengatakan energi bangsa ini habis bukan untuk mengurus energi, melainkan lebih banyak dipakai untuk berebut posisi dan berlomba korupsi?
Mau tidak mau, 'tragedi blackout' harus menjadi titik balik bangsa ini dalam memandang dan memperlakukan energi. Indonesia jangan bermimpi menjadi negara maju kalau peristiwa pemadaman total dalam waktu lama seperti tempo hari masih terjadi. Terlebih pemadaman itu terjadi di ibu kota negara, pusat pemerintahan.
Tidak ada cara lain, kita harus memperkuat ketahanan energi. Cepat lakukan evaluasi dan segera susul dengan langkah pembenahan. Tata kembali seluruh sistem pengelolaan energi di Republik ini. Perkuat infrastruktur keenergian di seluruh pelosok negeri. Menyebar, jangan hanya terpusat di Jawa dan pulau-pulau besar. Pembangunan sejumlah kilang minyak yang dicanangkan Presiden Jokowi merupakan upaya meningkatkan ketahanan energi kita.
Cadangan juga mesti diperkuat. Bila perlu dengan langkah revolusioner untuk memprioritaskan sumber energi baru terbarukan sebagai 'aktor' utama sistem ketahanan energi di masa depan. Jangan pula meminggirkan opsi pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir.
Kita tidak bisa lagi berlambat-lambat. Kelambatan hanya akan membawa negeri ini tersungkur dalam gelap.
Daftar jawaban :
1. Ketahanan Energi yang Mencemaskan
2. Sistem Energi Listrik yang ternyata Lemah
3. Blackout
4. Pesan penting dari terjadinya peristiwa blackout yang membuat listrik mati di hampir seluruh Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten, Minggu (4/8).
5. Ketahanan energi kita lembek
6. Padamnya listrik di beberapa wilayah penting negara ini selama berjam-jam membuktikan bahwa ketahanan energi di Indonesia ternyata rapuh.
7. Energi sangat vital bagi sebuah negara.
8. Energi listrik merupakan energi yang sangat penting bagi negara ini, jangan sampai terjadi pemadaman listrik hingga berjam-jam bahkan berhari-hari.
9. Kita terlalu mengandalkan energi fosil
10. Bangsa Indonesai terlalu mengandalkan energi fosil sebagai sumber daya listrik, padahal suatu saat nanti fosil akan habis.
11. Habisnya cadangan energi fosil diprediksi terjadi dalam waktu tidak lama.
12. Dalam kurung waktu kurang dari tiga puluh tahun, energi fosil yang dimiliki bangsa Indonesia akan habis.
13. Ada persoalan pengelolaan manajerial dari PLN sebagai satu-satunya pemegang kunci listrik nasional.
14. Jawaban pada paragraf ini saya ganti menjadi paragraf terakhir: Pemerintah Republik Indonesia harus segera mengatasi persoalan kelangkaan energi yang mungkin akan segera terjadi.
15. Fakta yang tersaji:
- Pemadaman total (blackout) di hampir seluruh Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten, Minggu (4/8 2019)
- Kita terlalu mengandalkan energi fosil.
- Akibatnya cadangan energi otomatis terus merosot.
- Data Kementerian ESDM menunjukkan cadangan batu bara Indonesia saat ini sekitar 7,3–8,3 miliar ton dan diperkirakan habis pada 2036.
- Demikian pula cadangan minyak sekarang tinggal 4,7 miliar barel dan diprediksi ludes pada 2028. - - Bahan bakar gas malah diperkirakan lebih cepat lagi nihilnya, yakni pada 2027 alias delapan tahun dari sekarang.
16. Redaktur beropini antara lain:
- KITA mestinya 'berterima kasih' pada kejadian pemadaman total (blackout) di hampir seluruh Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten, Minggu (4/8) lalu.
- Di balik efek kejutnya yang membuat aktivitas berbasis listrik lumpuh dan pelaku bisnis menanggung rugi, blackout telah menunjukkan sebuah pesan mahapenting.
-Hampir tidak masuk akal kita ketika sebuah institusi yang sudah berpuluh-puluh tahun memonopoli urusan listrik negara tidak memiliki sistem deteksi dan pencegahan yang memadai atas kerusakan sistem.
- Lebih mengenaskan lagi, mereka yang mestinya sudah menguasai segala keahlian dan kepakaran soal listrik ternyata tidak mampu dengan cepat memulihkan kehilangan daya yang terjadi. Akan tetapi, itulah yang terjadi.
- Apakah karena selama ini kita lebih sibuk berasyik masyuk dengan masalah politik kekuasaan sehingga persoalan fundamental seperti ketahanan energi pun menjadi terabaikan?
- Lantas apakah salah bila ada yang mengatakan energi bangsa ini habis bukan untuk mengurus energi, melainkan lebih banyak dipakai untuk berebut posisi dan berlomba korupsi?
17. Pemerintah
18. Netral
19. Saran dari redaktur adalah, sudah seharusnya pemerintah Republik Indonesia memikirkan sumber energi, dengan cara membangun kilang minyak di berbagai tempat, tidak terpusat di Jawa.
20. Ringkasan:
a. Editorial 1
KITA mestinya 'berterima kasih' pada kejadian pemadaman total (blackout) di hampir seluruh Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten, Minggu (4/8) lalu. Di balik efek kejutnya yang membuat aktivitas berbasis listrik lumpuh dan pelaku bisnis menanggung rugi, blackout telah menunjukkan sebuah pesan mahapenting.
Apa itu? Ketahanan energi kita lembek, rapuh. Kita mesti prihatin karena Republik ini ternyata belum mampu memproteksi ketahanan energi dengan baik. Padamnya listrik hingga berjam-jam, bahkan sebagian wilayah baru bisa menikmati listrik lagi pada Senin (5/8) siang, telah dengan terang benderang memperlihatkan begitu lemahnya infrastruktur energi negeri ini.
Padahal, energi sangat vital bagi eksistensi sebuah negara. Energi, termasuk di dalamnya energi listrik, ialah pilar penting dalam sistem pertahanan negara. Energi juga merupakan bahan bakar pembangunan untuk pemerataan ekonomi. Tidak bisa tidak, ketahanan energi ialah syarat mutlak bagi bangsa ini untuk bisa bergerak.
Harus jujur kita katakan, dari beberapa variabel pembangun ketahanan energi, Indonesia amat keteteran dalam banyak hal. Pertama dari sisi cadangan. Kita terlalu mengandalkan energi fosil. Akibatnya cadangan energi otomatis terus merosot. Hingga pada satu titik nanti, sesuai dengan sifatnya, energi fosil akan menemui kelangkaan, bahkan punah.
Habisnya cadangan energi fosil diprediksi terjadi dalam waktu tidak lama. Data Kementerian ESDM menunjukkan cadangan batu bara Indonesia saat ini sekitar 7,3–8,3 miliar ton dan diperkirakan habis pada 2036. Demikian pula cadangan minyak sekarang tinggal 4,7 miliar barel dan diprediksi ludes pada 2028. Bahan bakar gas malah diperkirakan lebih cepat lagi nihilnya, yakni pada 2027 alias delapan tahun dari sekarang.
Kita tidak punya cadangan minyak untuk misalnya menghadapi bencana alam, perang, atau kejadian luar biasa lainnya. Bandingkan dengan Vietnam yang punya cadangan minyak untuk 3-6 bulan ke depan, yang siap dipakai bila negara itu menghadapi kejadian luar biasa.
Masalah cadangan belum tertangani. Serentak dengan itu kita juga dihadapkan pada persoalan kedua, yakni tata kelola. Kegagalan sistem kelistrikan dalam skala besar seperti yang terjadi pada Minggu lalu ialah contoh gamblang buruknya pengelolaan. Faktanya memang tidak hanya problem pasokan dan infrastruktur yang menjadi penyebab blackout, tapi juga ada persoalan pengelolaan manajerial dari PLN sebagai satu-satunya pemegang kunci listrik nasional.
Hampir tidak masuk akal kita ketika sebuah institusi yang sudah berpuluh-puluh tahun memonopoli urusan listrik negara tidak memiliki sistem deteksi dan pencegahan yang memadai atas kerusakan sistem. Lebih mengenaskan lagi, mereka yang mestinya sudah menguasai segala keahlian dan kepakaran soal listrik ternyata tidak mampu dengan cepat memulihkan kehilangan daya yang terjadi. Akan tetapi, itulah yang terjadi.
Apakah karena selama ini kita lebih sibuk berasyik masyuk dengan masalah politik kekuasaan sehingga persoalan fundamental seperti ketahanan energi pun menjadi terabaikan? Lantas apakah salah bila ada yang mengatakan energi bangsa ini habis bukan untuk mengurus energi, melainkan lebih banyak dipakai untuk berebut posisi dan berlomba korupsi?
Mau tidak mau, 'tragedi blackout' harus menjadi titik balik bangsa ini dalam memandang dan memperlakukan energi. Indonesia jangan bermimpi menjadi negara maju kalau peristiwa pemadaman total dalam waktu lama seperti tempo hari masih terjadi. Terlebih pemadaman itu terjadi di ibu kota negara, pusat pemerintahan.
Tidak ada cara lain, kita harus memperkuat ketahanan energi. Cepat lakukan evaluasi dan segera susul dengan langkah pembenahan. Tata kembali seluruh sistem pengelolaan energi di Republik ini. Perkuat infrastruktur keenergian di seluruh pelosok negeri. Menyebar, jangan hanya terpusat di Jawa dan pulau-pulau besar. Pembangunan sejumlah kilang minyak yang dicanangkan Presiden Jokowi merupakan upaya meningkatkan ketahanan energi kita.
Cadangan juga mesti diperkuat. Bila perlu dengan langkah revolusioner untuk memprioritaskan sumber energi baru terbarukan sebagai 'aktor' utama sistem ketahanan energi di masa depan. Jangan pula meminggirkan opsi pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir.
Kita tidak bisa lagi berlambat-lambat. Kelambatan hanya akan membawa negeri ini tersungkur dalam gelap.
Daftar jawaban :
1. Ketahanan Energi yang Mencemaskan
2. Sistem Energi Listrik yang ternyata Lemah
3. Blackout
4. Pesan penting dari terjadinya peristiwa blackout yang membuat listrik mati di hampir seluruh Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten, Minggu (4/8).
5. Ketahanan energi kita lembek
6. Padamnya listrik di beberapa wilayah penting negara ini selama berjam-jam membuktikan bahwa ketahanan energi di Indonesia ternyata rapuh.
7. Energi sangat vital bagi sebuah negara.
8. Energi listrik merupakan energi yang sangat penting bagi negara ini, jangan sampai terjadi pemadaman listrik hingga berjam-jam bahkan berhari-hari.
9. Kita terlalu mengandalkan energi fosil
10. Bangsa Indonesai terlalu mengandalkan energi fosil sebagai sumber daya listrik, padahal suatu saat nanti fosil akan habis.
11. Habisnya cadangan energi fosil diprediksi terjadi dalam waktu tidak lama.
12. Dalam kurung waktu kurang dari tiga puluh tahun, energi fosil yang dimiliki bangsa Indonesia akan habis.
13. Ada persoalan pengelolaan manajerial dari PLN sebagai satu-satunya pemegang kunci listrik nasional.
14. Jawaban pada paragraf ini saya ganti menjadi paragraf terakhir: Pemerintah Republik Indonesia harus segera mengatasi persoalan kelangkaan energi yang mungkin akan segera terjadi.
15. Fakta yang tersaji:
- Pemadaman total (blackout) di hampir seluruh Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten, Minggu (4/8 2019)
- Kita terlalu mengandalkan energi fosil.
- Akibatnya cadangan energi otomatis terus merosot.
- Data Kementerian ESDM menunjukkan cadangan batu bara Indonesia saat ini sekitar 7,3–8,3 miliar ton dan diperkirakan habis pada 2036.
- Demikian pula cadangan minyak sekarang tinggal 4,7 miliar barel dan diprediksi ludes pada 2028. - - Bahan bakar gas malah diperkirakan lebih cepat lagi nihilnya, yakni pada 2027 alias delapan tahun dari sekarang.
16. Redaktur beropini antara lain:
- KITA mestinya 'berterima kasih' pada kejadian pemadaman total (blackout) di hampir seluruh Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten, Minggu (4/8) lalu.
- Di balik efek kejutnya yang membuat aktivitas berbasis listrik lumpuh dan pelaku bisnis menanggung rugi, blackout telah menunjukkan sebuah pesan mahapenting.
-Hampir tidak masuk akal kita ketika sebuah institusi yang sudah berpuluh-puluh tahun memonopoli urusan listrik negara tidak memiliki sistem deteksi dan pencegahan yang memadai atas kerusakan sistem.
- Lebih mengenaskan lagi, mereka yang mestinya sudah menguasai segala keahlian dan kepakaran soal listrik ternyata tidak mampu dengan cepat memulihkan kehilangan daya yang terjadi. Akan tetapi, itulah yang terjadi.
- Apakah karena selama ini kita lebih sibuk berasyik masyuk dengan masalah politik kekuasaan sehingga persoalan fundamental seperti ketahanan energi pun menjadi terabaikan?
- Lantas apakah salah bila ada yang mengatakan energi bangsa ini habis bukan untuk mengurus energi, melainkan lebih banyak dipakai untuk berebut posisi dan berlomba korupsi?
17. Pemerintah
18. Netral
19. Saran dari redaktur adalah, sudah seharusnya pemerintah Republik Indonesia memikirkan sumber energi, dengan cara membangun kilang minyak di berbagai tempat, tidak terpusat di Jawa.
20. Ringkasan:
Sistem Energi Listrik yang ternyata Lemah
Ketika terjadi pemadaman total seluruh Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten pada Minggu, 4 Agustus 2019, kita merasa gusar dan panik. Ternyata bukan hanya itu, akhirnya kita jadi tahu bahwa sistem perlistrikan di negara ini sangat lemah dan rentan.
Atas dasar itu, mau tidak mau, Pemerintah harus segera menyusun langkah strategis dan terukur agar kelak tidak terjadi hal serupa di kemudian hari dengan cara membangun kilang minyak di berbagai tempat, tidak terpusat di Jawa.
b. Editorial 2
Urgensi Perlindungan Data Pribadi
KONSTITUSI negara ini jelas mengamanatkan setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, martabat, dan harta benda yang berada di bawah kekuasaan mereka. Namun, sudah terlalu lama perlindungan terhadap diri pribadi itu sekadar ketentuan di atas kertas.
Mustahil dimungkiri, pemenuhan perlindungan terhadap pribadi bagi rakyat di negeri ini masih sebatas mimpi. Privasi orang per orang yang merupakan bagian dari hak asasi belum sepenuhnya mendapatkan proteksi.
Data pribadi dengan mudahnya diketahui orang lain, bahkan oleh khalayak ramai. Ia pun teramat rentan dimanfaatkan pihak-pihak tertentu demi beragam kepentingan, mulai bisnis hingga politik.
Tidak mungkin disangkal, data pribadi di Republik ini tidaklah aman. Tak cuma data pribadi rakyat kebanyakan, bahkan data seorang presiden bisa dengan gampang disebarluaskan.
Itulah yang terjadi ketika sertifikat vaksinasi covid-19 milik Presiden Joko Widodo beredar di media sosial, kemarin. Gambar sertifikat dengan tulisan Ir Joko Widodo itu diunggah lewat Twitter.
Data Jokowi dalam sertifikat tersebut terlihat lengkap. Ada tanggal lahir, nomor ID vaksinasi, tanggal vaksinasi, dan nomor induk kependudukan. Terdapat pula logo seperti aplikasi Pedulilindungi di pojok kiri atas sertifikat serta logo KPC-PEN, Kemenkominfo, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian BUMN di bagian bawah.
Bocornya data seorang presiden jelas bukan perkara main-main. Ia masalah serius, sangat serius. Ia merupakan puncak dari buruknya pengamanan data pribadi yang belakangan menjadi keresahan masyarakat yang sudah menjalani vaksinasi.
Bocornya data vaksinasi Jokowi sekaligus menebalkan keraguan rakyat akan perlindungan negara terhadap data pribadi. Kalau data presiden saja bisa menyebar ke mana-mana, apalagi data rakyat jelata, begitulah keresahan mereka.
Sudah teramat lama sebenarnya rakyat dibuat resah, marah, bahkan geram. Bukan rahasia lagi, data pribadi masyarakat dengan mudah bisa diakses pihak-pihak tertentu. Dengan data-data itu pula, mereka menjual kepentingan kepada si pemilik data.
Bukanlah hal yang aneh jika telepon seluler kita dibanjiri pesan singkat berisi tawaran pinjaman daring, judi togel, pesugihan, atau bahkan penipuan. Bukan hal yang aneh pula jika kita tiba-tiba ditelepon seseorang yang menawarkan kartu kredit atau produk lain. Itu semua akibat dari bocornya data kita, akibat tidak terlindunginya hak kita atas data pribadi.
Bocornya data vaksinasi Presiden Jokowi jelas tak bisa dibiarkan seperti halnya bocornya data rakyat biasa yang seharusnya juga tak boleh dibiarkan begitu saja. Itu merupakan aib bagi bangsa karena tak mampu melindungi data pribadi seorang kepala negara.
Aparat harus mengusut tuntas peristiwa itu. Siapa pun pelakunya, apakah dia melakukan peretasan atau membocorkan, harus ditindak tegas dan mempertanggungjawabkan secara hukum.
Lebih dari itu, tersebarnya data pribadi Jokowi harus dijadikan momentum bagi para penyelenggara negara untuk betul-betul serius memberikan perlindungan data pribadi setiap warga negara.
Caranya, segera sahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang hingga kini mandek di DPR meski sudah dibahas sejak 2012. UU Perlindungan Data Pribadi tak bisa ditunda-tunda lagi karena tujuan utamanya ialah melindungi hak warga terkait dengan data pribadi supaya tidak digunakan di luar keinginan atau kewajiban mereka baik oleh pihak swasta maupun pemerintah.
UU Perlindungan Data Pribadi semakin urgen karena ia akan mengatur lembaga pengawas pengendali data dengan otoritas yang jelas dan kuat. Ia bisa kita harapkan untuk mengembalikan kedaulatan atas data pribadi kepada empunya, yakni masyarakat, termasuk presiden.
Sumber: https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2424-urgensi-perlindungan-data-pribadi
Jawab:
1. Urgensi Perlindungan Data Pribadi
2.Perlindungan data Pribadi harus dijamin oleh pemerintah
3. Konstitusi
4. Pemerintah belum melaksanakan amanat konstitusi yang mengatur tentang perlindungan data pribadi.
5. Pemenuhan perlindungan terhadap pribadi bagi rakyat di negeri ini masih sebatas mimpi
6. Perlindungan data pribadi yang merupakan hak asasi, sampai sekarang masih belum dilaksanakan.
7. Data pribadi mudah diketahui orang lain.
8. Data pribadi yang jatuh ke tangan orang lain bisa disalahgunakan untuk kepentingan yang merugikan pemilik data pribadi.
9. Data seorang presiden bisa bocor
10. Semua data pribadi rakyat Indonesia terancam bocor, bahkan data Presiden bisa bocor.
11. Sertifikat Vaksinasi Covid 19 milik Presiden Joko Widodo
12. Sertifikat vaksinasi covid-19 milik Presiden bocor kemudian dibagikan di media sosial.
13. Data Jokowi dalam sertifikat tersebut lengkap
14. Kebocoran data presiden merupakan bukti nyata kegagalan pemerintah melindungi data pribadi rakyat Indonesia.
15. a. KONSTITUSI negara ini jelas mengamanatkan setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, martabat, dan harta benda yang berada di bawah kekuasaan mereka.
b Sertifikat vaksinasi Covid 19 milik Presiden Jokowi beredar di media sosial
c. Telepon seluler dibanjiri pesan singkat berisi tawaran pinjaman daring, judi togel, pesugihan, atau bahkan penipuan
d. Bukan hal yang aneh pula jika kita tiba-tiba ditelepon seseorang yang menawarkan kartu kredit atau produk lain
16 . a. Namun, sudah terlalu lama perlindungan terhadap diri pribadi itu sekadar ketentuan di atas kertas.
b. pemenuhan perlindungan terhadap pribadi bagi rakyat di negeri ini masih sebatas mimpi.
c. Aparat harus mengusut tuntas peristiwa itu. Siapa pun pelakunya, apakah dia melakukan peretasan atau membocorkan, harus ditindak tegas dan mempertanggungjawabkan secara hukum.
17. Pemerintah
18. Menolak
19.Segera sahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang hingga kini mandek di DPR meski sudah dibahas sejak 2012.
20. Ringkasan :
Perlindungan data Pribadi harus dijamin pemerintah
Sesuai dengan amanat Konstitusi, pemerintah wajib melindungi data pribadi rakyat Indonesia. Akan tetapi, hal tersebut belum dilaksanakan dengan baik. Akibatnya, kita sering menerima teror berupa sms promosi penawaran produk, pinjaman online dan lain-lain. Hal itu menunjukkan bahwa data kita bisa diakses pihak-pihak tertentu tanpa kita sadari.
Berita yang beredar bahkan menginformasikan bahwa sertifikat vaksin presiden Joko Widodo bisa bocor dan kemudian dibagikan di sosial media. Ini tentu mencemaskan kita semua. Atas dasar itu, Pemerintah Indonesia harus segera mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang masih mandek di DPR.