Sabtu, 03 Desember 2016

Pengganti UN adalah Ujian Sekolah Berstandar Nasional

Kemdikbud sudah menetapkan ujian pengganti UN yaitu Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). Hal tersebut diungkapkan pada 1 Desember 2016 dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Metode pelaksanaan Ujian pengganti UN tersebut akan jauh berbeda dengan Ujian Nasional (UN). Dalam teknis pelaksanaannya, USBN akan diselenggarakan oleh Kemdikbud, pemerintah daerah dan sekolah yang diawasi standarnya oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan dewan pendidikan provinsi serta daerah. USBN juga akan melibatkan banyak pihak seperti guru dan masyarakat. Perbedaan utama antara UN dan USBN adalah penentu kelulusan dalam UN adalah pemerintah, sedangkan pada USBN penentu kelulusan adalah sekolah.

Melalui moratorium UN dan mengalihkannya ke USBN, lanjut Mendikbud, pihaknya berupaya membangun sebuah sistem dan instrumen sertifikasi capaian pembelajaran yang kredibel dan reliabel.

http://www.pikiran-rakyat.com/sites/files/public/styles/medium/public/image/2016/12/Muhadjir%20Effendy%202.jpg?itok=pK6rwCBs

Kabar moratorium UN memang sudah santer terdengar beberapa tahun ini. Banyak masyarakat dan kalangan pendidikan yang menganggap bahwa UN sudah tidak tepat dilaksanakan dengan bebarapa alasan berikut ini.

baca juga :
Download Updater/ Patch Dapodik versi 2016c Terbaru
Ini Alasan Sebenarnya Pemerintah tidak Segera Mengangkat Guru Honorer

 1. Guru hanya sia- sia mengajar karena yang memberi keputusan lulus adalah pemerintah.
 2. Terjadi ketidakadilan dalam dunia pendidikan Indonesia karena tiap sekolah memiliki standar mutu yang berbeda- beda sehingga evaluasi yang diberikan seharusnya menyesuaikan.

3.   UN bukan menjadi saran untuk mengontrol mutu pendidikan. Mutu pendidikan tidak bisa hanya berdasar pada jumlah siswa yang mendapat nilai UN 100 dan lulus, ada juga sebagian siswa yang sebenarnya pandai justru tidak lulus begitu juga sebaliknya.

4.   UN bukan membentuk watak kerja keras, namun malah membentuk watak- watak pembohong dan licik karena UN sifatnya “memaksa” harus lulus maka tak jaraang yang berbuat curang.

5.   Hanya menilai siswa dari nilai- nilai kognitif yang tertulis dengan angka di hasil lembar jawaban, sementara nilai dari sikap dan perilaku untuk membentuk siswa yang berbudi pekerti serta berkarakter bangsa justru dikesampingkan.

6.   UN dijadikan syarat kelulusan siswa, pada saat itulah fungsi UN telah menyimpang. Meski persen dari nilai kelulusan 50% dari nilai UN dan 50% dari nilai Ujian Sekolah namun nilai UN tetap menentukan hasil akhir.

7.   UN yang digembar gemborkan bukan meningkatkan semangat belajar malah membuat siswa merasa diteror yang menyebabkan penurunan semangat belajar karena diberbagai media dan pemberitaan nampak sekali UN sebagai momok pelajar sehingga banyak tempat les yang penuh di waktu mendekati UN tiba.

Alasan-alasan tersebut sangat tepat. Keputusan Mendikbud untuk mengganti UN juga merupakan reaksi atas keluhan dari para guru dan wali murid.

Selanjutnya, terkait masa transisi dari penyelenggaraan UN menjadi ujian sekolah, Mendikbud menyampaikan beberapa langkah yang siap dilaksanakan pemerintah, diantaranya:

1. Melakukan penyesuaian kebijakan terutama perubahan regulasi mengenai penyelenggaraan evaluasi pendidikan yang termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 13 tahun 2015, serta peraturan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada PP nomor 17 tahun 2010.
2. Memberikan fasilitas kepada provinsi yang memerlukan instrumen seleksi siswa dari jenjang sekolah menengah pertama (SMP) ke sekolah menengah atas (SMA).
3. Memberikan fasilitasi proses penyelenggaraan ujian sekolah, berstandar nasional termasuk pemetaan siswa dan pendidikan nonformal.
4. Menyiapkan bahan sosialisasi kepada pemangku kepentingan.
5. Melakukan optimalisasi dan revisi anggaran 2017 untuk pembinaan sekolah dan pengembangan sistem penilaian yang komprehensif.

Mendikbud menyampaikan selain dilatarbelakangi keputusan MA tersebut, moratorium UN dan pelaksanaan USBN didasarkan pada hasil kajian yang menyatakan bahwa hasil UN belum dapat menjadi instrumen peningkatan mutu pendidikan. “Bentuk UN selama ini kurang mendorong berkembangnya kemampuan siswa secara utuh,” tuturnya

Dengan demikian, sebagai garda terdepan, Bapak Ibuk yang berprofesi sebagai guru harap bersiap-siap menerima kebijakan yang baru dan melaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

referensi : http://setkab.go.id/lakukan-moratorium-ujian-nasional-kemendikbud-dorong-ujian-sekolah-berstandar-nasional/

Artikel Terkait