Bertepatan dengan hari bela negara tanggal 19 Desember 2016, Presiden Joko Widodo menyatakan akan membentuk Lembaga Pemantapan Pancasila.
Rencana pembentukan lembaga tersebut sangat tepat. Presiden bermaksud mengembalikan Pancasila pada kedudukan yang sebenarnya, “Pancasila juga harus menjadi ideologi yang bekerja, yang terlembagakan dalam sistem dan kebijakan baik di bidang ekonomi, politik maupun sosial dan budaya,” ucap Presiden Joko Widodo ketika memimpin rapat terbatas tentang Pemantapan Pancasila di Kantor Presiden, Senin 19 Desember 2016. sumber.
Disadari atau tidak, apa yang disampaikan oleh Presiden itu memang benar. Dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara, kita kerap mengabaikan Pancasila. Misalnya, secara jelas Sila pertama mengatakan Ketuhanan yang Maha Esa, namun tak jarang kita sebagai umat beragama lalai untuk berbakti pada Tuhan, kita kerap meninggalkan ibadah.
Contoh lain, sesuai dengan Sila kedua, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila kedua ini menegaskan, setelah bergerak dalam ranah Ketuhanan, manusia Indonesia harus kembali beraktivitas dengan sesama manusia. Akan tetapi tidak jarang, kita sering melanggar sila kedua tersebut dalam bentuk mendiskriminasi sesama manusia hanya karena dia miskin atau karena kita tidak menyukai orang tersebut.
Contoh lain bisa anda temukan dalam contoh sehari-hari, baik dalam lingkup kecil maupun dalam skala yang lebih luas.
Selain semua itu, ada pesan yang ingin disampaikan Presiden bersamaan dengan rencana pembentukan lembaga tersebut. Setidaknya ada dua pesan Presiden yang ingin disampaikan kepada rakyat Indonesia.
Pesan pertama, lembaga tersebut dibentuk sebagai reaksi atas munculnya upaya sekelompok orang yang bermaksud merongrong kewibawan Pemerintah yang sah. Upaya tersebut ditunjukkan dengan jelas melalui pelbagai peristiwa nasional akhir-akhir ini. Menjelang akhir tahun, Pemerintah justru disibukkan dengan digelarnya aksi 411 dan 212 yang diklaim sebagai aksi bela Islam.
Meskipun sebenarnya aksi tersebut tidak lebih merupakan upaya pihak tertentu untuk menekan Pemerintah Joko Widodo dengan cara menunggang kendaraan yang bernama agama. Cara tersebut sangat efektif, ratusan ribu orang berkumpul di Jakarta dalam rangka aksi demo memenjarakan Ahok. Aksi demo tersebut bahkan berhasil membuat Presiden mau tidak mau ikut bergabung dalam aksi 212.
Akan tetapi, entah disadari atau tidak, dalam peristiwa 411 dan 212, semua lawan-lawan politik Jokowi telah bersatu untuk “menyerang” pemerintahan yang sah, masing-masing dari mereka memegang tali kekang, di mana kudanya adalah sekelompok umat Islam. Inilah yang bahkan tidak disadari oleh mereka yang ikut-ikutan hadir dalam aksi 411 dan 212. Mengenai isu yang kerap dilontarkan untuk memantik emosi umat, sila baca artikel saya sebelum ini,
Alasan kedua, Presiden bermaksud memadamkan api pemberontakan yang masih menyala-nyala di dalam dada sekelompok orang. Pemberontakan yang saya maksud adalah adanya sepercik niat untuk mengubah sistem bernegara yang ada di Indonesia, mereka bermaksud mengganti NKRI dengan ideologi lain, entah itu berdasarkan agama atau ideologi selain Pancasila lainnya. Mereka anti Pancasila dan menganggap bahwa Pemerintah Republik Indonesia ini adalah thagut yang harus dilawan bahkan harus dihancurkan dengan berbagai cara, bisa melalui aksi demo, teror bom, pemaksaan kehendak melalui sweeping dan lain sebagainya.
Mengapa Pancasila ?
Jawabannya sudah jelas, Pancasila adalah dasar negara yang wajib dihayati dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Semua hal harus tunduk pada Pancasila. Tak peduli apa agamanya, apa jenis kelaminnya, apa sukunya dan lain-lain. Pancasila itulah yang akan digunakan sebagai tameng untuk memberantas berbagai ideologi yang coba dimunculkan untuk mengganti Pancasila dan menghancurkan NKRI.
Untuk itu, mari kita sambut rencana pembentukan Lembaga Pemantapan Pancasila dengan gembira.