Malam ini, meskipun belum purnama, bulan bersinar begitu terang, lembut dan tak menyilaukan sepasang mataku. Maka akupun menatapnya. Sementara, udara begitu sejuk dan angin bertiup lembut. Aku seperti terbang melayang ke ruang angkasa, tepat di bawah bulan.
Malam telah berlalu berkali-kali dalam hidupku, begitupun bulan. Ada suatu waktu aku menikmati pendaran bulan, ada kalanya aku mengabaikan begitu saja. Malam adalah karunia Tuhan. Salah satu di antara tak terhingga karunianya. Malam membuat kita bisa merenungi apa yang terjadi esok tadi, kemarin, atau bertahun-tahun silam.
Menulis puisi tentang malam merupakan bentuk rasa syukur terhadap karunia Tuhan Yang Maha Indah. Aku menemukan keindahan Tuhan melalui kerlip bintang di langit, dan kesunyian malam.
Inilah puisi tentang malam.
Kepada Rindu
Redup cahaya bulan
membelai lembut dedaunan
ranting pohon
dan bunga-bunga di taman
di sudut kota
Aku duduk
sendiri
di bangku ini
menyesali waktu yang berlalu
menangisi kepergianmu
Rindu
bertahun-tahun silam
telah kukubur dirimu
di pemakaman umum
di seberang jalan
tepat di depan taman
Aku menziarahimu
tiap senja
namun tak pernah kutemukan
nisanmu
Lalu saat aku beranjak pulang
Kau telah duduk di bangku taman
seperti menungguku
Saat aku hendak menggapainya
kau beranjak pergi
meninggalkanku
sendiri
di bangku ini
menyesali waktu yang berlalu
menangisi kepergianmu
Bayang
Bapak,malam ini mati lampu
rumahku yang terang benderang
mendadak gelap
Kuambil lilin dari laci kamarku
kunyalakan ia
lalu kuletakkan di atas piring beling
Cahayanya redup
namun menghasilkan bayang-bayang
Aku teringat masa kecil bersamamu
Saat itu
belum ada listrik
hanya ada lampu minyak
kami menyebutnya uplik
Sebelum tidur
engkau akan memanfaatkan keterbatasan cahaya uplik
dengan kedua telapak tanganmu
engkau akan membuat bayang-bayang seekor kijang
di dinding bambu rumah kita
Bapak
engkau telah beriku banyak kebahagiaan
Salah satunya dengan bayang-bayang seekor kijang
di dinding bambu