Senin, 19 Maret 2018

Kumpulan Puisi Sedih tentang Kehidupan

"Langgeng Bungah Susah,"kata sang filsuf Jawa, Ki Ageng Suryomentaram. Tokoh yang pernah menggegerkan lingkungan keraton Yogyakarta tersebut tidak begitu saja menemukan tiga kata di atas. Secara singkat kita bisa menjelajahi garis kehidupan sang tokoh yang pada awalnya merupakan pencari kesaktian. Melihat ada orang lain terlihat sakti, ia pun ingin sakti. Mendengar orang lain berkuasa ia pun ingin berkuasa. Untuk itulah segala macam ritual dan pertapaan menjadi kegiatan sehari-hari.

Bahagiakah beliau? tidak. Kebahagiaan tak bisa begitu saja diperoleh dengan bertapa, berpuasa dengan tujuan kesaktian. Kebahagiaan menurut Ki Ageng, bisa dipelajari dalam "Ilmu Begja Sawetah"

Kebahagiaan juga bisa terjadi itu ketika kita menyadari bahwa kehidupan ini selalu langgeng bungah susah. Kehidupan ini akan terus berganti dengan kesusahan dan kesenangan.  Begitulah seterusnya, abadi. Tafsir ini tentu masih jauh dengan apa yang dimaksud oleh Ki Ageng.

Adapun puisi-puisi di bawah ini merupakan contoh puisi bertema kesedihan tentang kehidupan manusia di dunia ini.


Ketika....


Ketika mawar di taman mulai layu
apa yang kau rasakan ?

Ketika daun mulai berguguran
apa yang kau pikirkan ?

ketika pandangan mata mulai buram
apa yang kau sesalkan?

Ketika kulit mulai keriput
apa yang kau banggakan

ketika nafas sudah tersengal sengal
apa dan siapa yang sanggup kau kenang
selama ini ?


Cerita Pedati


Roda pedati melaju pelan
terseok-seok di jalanan beraspal hitam
seperti tak kuasa menahan beban

bertumpuk-tumpuk batu bata
hendak diangkut menuju kota


seorang sais pedati berusia renta
duduk di kursi kemudi
bertopi bambu
mengenakan kaos berwarna putih
celana berwarna hitam
wajahnya
terlihat cerah

sepasang tangannya memegang tali kekang
sambil sesekali mengambil pecut
untuk disentuhkan pada tubuh

sang sapi

Di belakangnya
nampak kendaraan modern
dengan warna cat yang hitam mengkilat
tercium aroma khas parfum mobil
nampak bersih sungguh
wajah penumpangnya

tapi raut muka tergesa-gesa terpancar
tak sabar rupanya ia menanti
lambannya pedati

Pedati tak ambil peduli
tetap melenggak lenggok
seakan menertawakan
kendaraan di belakangnya

menertawakan.....


Aku Sering...


Aku sering berharap bisa
membuang kesedihanku
sebagaimana seorang anak
membuang sampah di tempat sampah

Aku juga sering berkhayal bisa
mengusir kesedihanku
sebagaimana pawang hujan mengusir hujan

Aku juga sering membayangkan
bisa merontokkan kesedihanku
sebagaimana dedaunan kering
yang berguguran

Aku juga sering berimajinasi
bisa mengguyur kesedihanku
sebagaimana hujan menyirami
kering bumi ini

tetapi
memang benar
kesedihan itu
ia terus kembali lagi
mendatangi kehidupan
ini..

Artikel Terkait