Kabar berita mengenai lima hari sekolah yang akhir-akhir ini sering digulirken oleh berbagai media, rupa-rupanya sempat membuat gaduh masyarakat. Mereka mengira bahwa perubahan enam hari sekolah menjadi lima hari sekolah akan mengganggu aktivitas mereka pada sore hari yang sudah berjalan rutin sebelumnya.
Tanpa membaca Peraturan Mendikbud Nomor 23 Tahun 2017 yang hanya sebelas pasal, beberapa orang langsung saja diselimuti ketakutan-ketakutan yang menyergap sekujur tubuh yang mengakibatkan mereka segera melempar vonis kepada pak Mendikbud bahwa Prof Muhadjir Effendy hendak mematikan Madrasah Diniyah. Dikiranya, Mendikbud ingin menghilangkan waktu mengaji anak-anak kita yang beragama Islam.
Menanggapi hal tersebut, saya hendak mengusulkan beberapa hal kepada mereka. Pertama, silaken kedepankan sikap positif terhadap Pemerintah terutama pada Mendikbud. Masak iya, seorang tokoh organisasi Islam Muhammadiyah yang sepanjang perjalanan hidupnya selama ini berkutat dalam bidang pendidikan hendak memberangus sekolah Islam non formal seperti Madin ? silakan dipenggalih secara mendalam.
"Justru dengan semakin banyak waktu siswa belajar, maka madrasah diniyah dapat diintegrasikan dengan pembentukan karakter. Madrasah diniyah justru diuntungkan karena akan tumbuh dijadikan sebagai salah satu sumber belajar yang dapat bersinergi dengan sekolah dalam menguatkan nilai karakter religius," ujar Mendikbud di Jakarta.
Melalui, program Lima Hari Sekolah, Mendikbud justru hendak merangkul lembaga pendidikan nonformal termasuk Madrasah Diniyah untuk bergerak bersama mendidik putra-putri bangsa ini.
Kedua, saya menyaranken kepada mereka yang menolak lima hari sekolah untuk membaca dengan teliti isi Permendikbud Nomor 23 tahun 2017. Silaken, baca pasal demi pasal, niscaya ketakutan mereka bahwa lima hari sekolah akan merenggut waktu belajar agama akan sirna. Silakan simak, screenshot angka enam dan tujuh dalam pasal 5 Permendikbud Nomor 23 tahun 2017 di bawah ini.
Lalu dalam pasal enam juga dijelaskan.
Ketiga, Masyarakat perlu mengetahui bahwa "Sekolah lima hari ini merupakan bagian dari program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang di dalamnya ada tiga kegiatan, yaitu intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler,kata Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad.
Kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan pembelajaran seperti yang telah berjalan. Kemudian kokurikuler adalah kegiatan yang menguatkan kegiatan intrakurikuler, seperti kunjungan ke museum atau tempat edukasi lainnya. Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang lebih bersifat ke minat siswa dan pengembangan diri, misalnya olahraga, seni, atau kegiatan keagamaan.
Penutup
Terakhir, ketakutan bahwa Lima hari sekolah akan mematikan madrasah diniyah (Madin) sangat tidak beralasan. Apa yang menjadi program kerja Mendikbud bertumpu pada realitas sosial yang terjadi di masyarakat, di mana anak-anak semakin tidak memiliki waktu untuk berinteraksi dengan buku dan rangkaian kegiatan belajar mengajar yang mencerdaskan dan mendewasakan mereka.
Meskipun terkesan frontal, Mendikbud hendak mengubah dan membenahi beberapa sistem pendidikan sekoah formal zaman dahulu yang sudah tidak relevan dengan nafas zaman.
Pendidikan Karakter yang hendak dibumikan kepada masyarakat juga merupakan upaya Mendikbud untuk merekatkan sekolah dengan lingkungan sekitarnya. Materi pelajaran (intrakurikuler) yang berlaku selama ini seperti menempatkan sekolah sebagai makhluk asing di lingkungan sekitar. Tidak ada satupun pelajaran yang bisa merekatkan para pesera didik dengan lingkungan sekitar.
Akan tetapi dengan adanya program lima hari sekolah, terutama kegiatan ekstrakurikuler, diharapkan sekolah akan lebih intens berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Mengenai hal itu, saya jadi teringat dengan Budayawan Emha Ainun Najib (Mbah Nun) ketika mengkritik lagu suasana di kota santri, kata beliau, "Aja kayak santri-santri saiki, isane ngaji thok, tandur gak iso, dadak gak iso." (jangan seperti santri-santri sekarang, bisanya cuma ngaji, menanam padi nggak bisa )
Kritikan Cak Nun tersebut seperti hendak mengatakan bahwa sudah selayaknya pendidikan baik formal maupun nonformal harus berakar pada lingkungan sekitar.
Lagipula, bukankah dengan sekolah lima hari, baik anak-anak maupun pendidik memiliki lebih banyak waktu libur, Sabtu dan minggu ?
sumber : https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/06/tiga-kegiatan-dalam-sekolah-lima-hari-intrakurikuler-kokurikuler-dan-ekstrakurikuler
http://news.okezone.com/read/2017/06/12/65/1713691/sekolah-5-hari-justru-untungkan-madrasah-diniyah
Tanpa membaca Peraturan Mendikbud Nomor 23 Tahun 2017 yang hanya sebelas pasal, beberapa orang langsung saja diselimuti ketakutan-ketakutan yang menyergap sekujur tubuh yang mengakibatkan mereka segera melempar vonis kepada pak Mendikbud bahwa Prof Muhadjir Effendy hendak mematikan Madrasah Diniyah. Dikiranya, Mendikbud ingin menghilangkan waktu mengaji anak-anak kita yang beragama Islam.
Menanggapi hal tersebut, saya hendak mengusulkan beberapa hal kepada mereka. Pertama, silaken kedepankan sikap positif terhadap Pemerintah terutama pada Mendikbud. Masak iya, seorang tokoh organisasi Islam Muhammadiyah yang sepanjang perjalanan hidupnya selama ini berkutat dalam bidang pendidikan hendak memberangus sekolah Islam non formal seperti Madin ? silakan dipenggalih secara mendalam.
"Justru dengan semakin banyak waktu siswa belajar, maka madrasah diniyah dapat diintegrasikan dengan pembentukan karakter. Madrasah diniyah justru diuntungkan karena akan tumbuh dijadikan sebagai salah satu sumber belajar yang dapat bersinergi dengan sekolah dalam menguatkan nilai karakter religius," ujar Mendikbud di Jakarta.
Melalui, program Lima Hari Sekolah, Mendikbud justru hendak merangkul lembaga pendidikan nonformal termasuk Madrasah Diniyah untuk bergerak bersama mendidik putra-putri bangsa ini.
Kedua, saya menyaranken kepada mereka yang menolak lima hari sekolah untuk membaca dengan teliti isi Permendikbud Nomor 23 tahun 2017. Silaken, baca pasal demi pasal, niscaya ketakutan mereka bahwa lima hari sekolah akan merenggut waktu belajar agama akan sirna. Silakan simak, screenshot angka enam dan tujuh dalam pasal 5 Permendikbud Nomor 23 tahun 2017 di bawah ini.
Lalu dalam pasal enam juga dijelaskan.
(1) Kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler dalam pelaksanaan Hari Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat dilaksanakan di dalam Sekolah maupun di luar Sekolah.
(2) Pelaksanaan kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler baik di dalam Sekolah maupun di luar Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan kerja sama antarsekolah, Sekolah dengan lembaga keagamaan, maupun Sekolah dengan lembaga lain yang terkait.
Ketiga, Masyarakat perlu mengetahui bahwa "Sekolah lima hari ini merupakan bagian dari program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang di dalamnya ada tiga kegiatan, yaitu intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler,kata Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad.
Kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan pembelajaran seperti yang telah berjalan. Kemudian kokurikuler adalah kegiatan yang menguatkan kegiatan intrakurikuler, seperti kunjungan ke museum atau tempat edukasi lainnya. Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang lebih bersifat ke minat siswa dan pengembangan diri, misalnya olahraga, seni, atau kegiatan keagamaan.
Penutup
Terakhir, ketakutan bahwa Lima hari sekolah akan mematikan madrasah diniyah (Madin) sangat tidak beralasan. Apa yang menjadi program kerja Mendikbud bertumpu pada realitas sosial yang terjadi di masyarakat, di mana anak-anak semakin tidak memiliki waktu untuk berinteraksi dengan buku dan rangkaian kegiatan belajar mengajar yang mencerdaskan dan mendewasakan mereka.
Meskipun terkesan frontal, Mendikbud hendak mengubah dan membenahi beberapa sistem pendidikan sekoah formal zaman dahulu yang sudah tidak relevan dengan nafas zaman.
Pendidikan Karakter yang hendak dibumikan kepada masyarakat juga merupakan upaya Mendikbud untuk merekatkan sekolah dengan lingkungan sekitarnya. Materi pelajaran (intrakurikuler) yang berlaku selama ini seperti menempatkan sekolah sebagai makhluk asing di lingkungan sekitar. Tidak ada satupun pelajaran yang bisa merekatkan para pesera didik dengan lingkungan sekitar.
Akan tetapi dengan adanya program lima hari sekolah, terutama kegiatan ekstrakurikuler, diharapkan sekolah akan lebih intens berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Mengenai hal itu, saya jadi teringat dengan Budayawan Emha Ainun Najib (Mbah Nun) ketika mengkritik lagu suasana di kota santri, kata beliau, "Aja kayak santri-santri saiki, isane ngaji thok, tandur gak iso, dadak gak iso." (jangan seperti santri-santri sekarang, bisanya cuma ngaji, menanam padi nggak bisa )
Kritikan Cak Nun tersebut seperti hendak mengatakan bahwa sudah selayaknya pendidikan baik formal maupun nonformal harus berakar pada lingkungan sekitar.
Lagipula, bukankah dengan sekolah lima hari, baik anak-anak maupun pendidik memiliki lebih banyak waktu libur, Sabtu dan minggu ?
sumber : https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/06/tiga-kegiatan-dalam-sekolah-lima-hari-intrakurikuler-kokurikuler-dan-ekstrakurikuler
http://news.okezone.com/read/2017/06/12/65/1713691/sekolah-5-hari-justru-untungkan-madrasah-diniyah