Soal dan jawaban dari Tugas dalam buku Bahasa Indonesia Kurikulum 2013 SMA/ SMK/ MA/ MAK Kelas 12 Bab 3 halaman 91. Peserta didik diminta untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan perbedaan Fakta dan Opini dalam Teks Editorial.
Agar lebih jelas, silakan perhatikan soal dan jawabannya di bawah ini !
Soal
Tugas
Untuk melatih daya analitis, carilah sebuah teks editorial dari media massa lokal atau nasional. Kemudian, lakukan sesuai dnengan panduan berikut ini
1. Datalah kalimat fakta yang terdapat dalam teks editorial yang kamu dapatkan
2. Data juga kalimat opini yang terdapat dalam teks editorial yang kamu dapatkan berdasarkan isinya (kritik, penilaian, prediksi, harapan, dan saran)
3. Untuk memudahkan dalam menyelesaikan tugas, gunakan tabel berikut !
Jawab:
Agar lebih jelas, silakan perhatikan soal dan jawabannya di bawah ini !
Soal
Tugas
Untuk melatih daya analitis, carilah sebuah teks editorial dari media massa lokal atau nasional. Kemudian, lakukan sesuai dnengan panduan berikut ini
1. Datalah kalimat fakta yang terdapat dalam teks editorial yang kamu dapatkan
2. Data juga kalimat opini yang terdapat dalam teks editorial yang kamu dapatkan berdasarkan isinya (kritik, penilaian, prediksi, harapan, dan saran)
3. Untuk memudahkan dalam menyelesaikan tugas, gunakan tabel berikut !
Jawab:
Silakan tonton video di bawah ini
atau simak dalam bentuk tulisan di bawah ini:
Teks Editorial
PINTU yang terbuka ialah jalan mudah bagi masuknya maling. Itu berlaku di mana saja dan kapan saja, termasuk dalam urusan negara.
Pintu urusan negara yang terbuka demikian besarnya itu ada pada soal impor bawang putih. Tidak hanya itu, celahnya lebih besar ketimbang impor komoditas lain karena skema swasembada yang membuat hasil panen seluruhnya dijadikan bibit.
Hal itu diterapkan Kementerian Pertanian sejak 2017. Hasil panen yang mencapai 10-20 ton per hektare dari lahan awal 1.900 hektare itu semua dijadikan bibit. Luas lahan tanam pun meningkat menjadi 20.000-30.000 hektare, yang tersebar di 110 kabupaten pada 2019 ini.
Dengan skema tersebut, target pemerintah ialah mencapai swasembada bawang putih pada 2021. Pada saat itulah kita baru bisa mencapai kembali kejayaan bawang putih seperti 23 tahun lalu dan impor tidak lagi diperlukan.
Sebelum mimpi itu tercapai, konsekuensi keran impor tidak juga ditutup pun tidak dikecilkan. Berbeda dengan komoditas lain yang secara berkala impornya dikurangi ketika produksi naik.
Strategi swasembada yang unik di bawang putih tersebut tidaklah salah. Akan tetapi, strategi ini jelas menuntut pengelolaan dan pengawasan superketat. Bukan hanya rentan membuat lonjakan harga, strategi tersebut juga berdampak pada defisit perdagangan. Selain itu, sangat berpotensi membuat persaingan impor yang tidak sehat dan menjadi buruan maling negara.
Sepanjang Januari-Mei 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat volume impor bawang putih mencapai 70.834 ton atau senilai US$77,3 juta (Rp1,1 triliun; asumsi kurs 14.000 per dolar AS). Sementara itu, selama 2018, total volume impor bawang putih mencapai 582.995 ton dengan nilai US$493,9 juta (Rp6,9 triliun).
Rawannya celah impor bawang putih terbukti dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 7 Agustus 2019. Dalam kasus dugaan suap impor bawang putih itu KPK menetapkan enam orang sebagai tersangka, salah satunya I Nyoman Dhamantra, anggota DPR 2014-2019 dari PDI Perjuangan.
Dari kasus itu terlihat betapa besarnya uang kotor yang mereka permainkan untuk komoditas penting tersebut. Fee bagi Dhamantra disepakati Rp3,6 miliar dan masih ada lagi commitment fee Rp1.700 Rp1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor. Commitment fee itu digunakan untuk mengurus perizinan kuota impor 20.000 ton bawang putih bagi beberapa perusahaan.
Besarnya uang dan banyaknya pihak yang terlibat itu, mau tidak mau, menunjukkan adanya permainan kotor yang terbuka dalam impor bawang putih. Terlebih sepanjang 2017-2019 sudah ada pula 24 perkara terkait dengan impor bawang putih. Kemudian, Menteri Perdagangan memastikan akan memasukkan para pengusaha yang tersangkut OTT KPK ke daftar hitam importir bawang putih.
Maka, dengan begitu jelas, sistem impor bawang putih belumlah setransparan dan sebersih yang diharapkan. Selama ini Mendag menyampaikan, untuk mendapatkan izin impor, importir hanya perlu memenuhi persyaratan dan mengikuti prosedur dengan benar. Importir yang mendapatkan izin impor juga dapat dilihat secara daring sehingga semua proses terbuka. Nyatanya, meski sudah menggunakan sistem yang dipublikasikan secara daring, celah suap masih sangat lebar.
Dengan kondisi ini, bukan saja KPK, Satgas Pangan pun justru harus bekerja lebih keras dalam mengawasi sistem impor tersebut. Bahkan, tidak hanya dalam proses untuk memperoleh RIPH, pengawasan dan pemantauan juga harus dilakukan untuk pelaksanaan wajib tanam. Sejauh ini sudah menjadi pengetahuan bahwa pelaksanaan wajib tanam berpotensi bermasalah karena kerja sama dengan petani yang mudah dimanipulasi para perusahaan.
OTT yang dilakukan KPK nyatalah hanya puncak gunung es dari banyaknya penyelewengan impor bawang putih. Kini saatnya menyingkap dan menumpas sepenuhnya para maling negara tersebut.
1. Kalimat fakta:
- Hasil panen yang mencapai 10-20 ton per hektare dari lahan awal 1.900 hektare itu semua dijadikan bibit.
- Luas lahan tanam pun meningkat menjadi 20.000-30.000 hektare, yang tersebar di 110 kabupaten pada 2019 ini.
- Sepanjang Januari-Mei 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat volume impor bawang putih mencapai 70.834 ton atau senilai US$77,3 juta (Rp1,1 triliun; asumsi kurs 14.000 per dolar AS).
- Sementara itu, selama 2018, total volume impor bawang putih mencapai 582.995 ton dengan nilai US$493,9 juta (Rp6,9 triliun).
- Terlebih sepanjang 2017-2019 sudah ada pula 24 perkara terkait dengan impor bawang putih.
2. Kalimat Opini
Kritik:
- Strategi swasembada yang unik di bawang putih tersebut tidaklah salah.
- Akan tetapi, strategi ini jelas menuntut pengelolaan dan pengawasan superketat.
- Maka, dengan begitu jelas, sistem impor bawang putih belumlah setransparan dan sebersih yang diharapkan.
Penilaian:
- PINTU yang terbuka ialah jalan mudah bagi masuknya maling.
- Itu berlaku di mana saja dan kapan saja, termasuk dalam urusan negara.
Prediksi:
-Dengan kondisi ini, bukan saja KPK, Satgas Pangan pun justru harus bekerja lebih keras dalam mengawasi sistem impor tersebut.
- Selain itu, sangat berpotensi membuat persaingan impor yang tidak sehat dan menjadi buruan maling negara.
Harapan: Kini saatnya menyingkap dan menumpas sepenuhnya para maling negara tersebut.
Saran: Bahkan, tidak hanya dalam proses untuk memperoleh RIPH, pengawasan dan pemantauan juga harus dilakukan untuk pelaksanaan wajib tanam.
Keterangan:
* sumber editorial : https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1766-menjaga-celah-impor-bawang-putih
Teks Editorial
Menjaga Celah Impor Bawang Putih*
Pintu urusan negara yang terbuka demikian besarnya itu ada pada soal impor bawang putih. Tidak hanya itu, celahnya lebih besar ketimbang impor komoditas lain karena skema swasembada yang membuat hasil panen seluruhnya dijadikan bibit.
Hal itu diterapkan Kementerian Pertanian sejak 2017. Hasil panen yang mencapai 10-20 ton per hektare dari lahan awal 1.900 hektare itu semua dijadikan bibit. Luas lahan tanam pun meningkat menjadi 20.000-30.000 hektare, yang tersebar di 110 kabupaten pada 2019 ini.
Dengan skema tersebut, target pemerintah ialah mencapai swasembada bawang putih pada 2021. Pada saat itulah kita baru bisa mencapai kembali kejayaan bawang putih seperti 23 tahun lalu dan impor tidak lagi diperlukan.
Sebelum mimpi itu tercapai, konsekuensi keran impor tidak juga ditutup pun tidak dikecilkan. Berbeda dengan komoditas lain yang secara berkala impornya dikurangi ketika produksi naik.
Strategi swasembada yang unik di bawang putih tersebut tidaklah salah. Akan tetapi, strategi ini jelas menuntut pengelolaan dan pengawasan superketat. Bukan hanya rentan membuat lonjakan harga, strategi tersebut juga berdampak pada defisit perdagangan. Selain itu, sangat berpotensi membuat persaingan impor yang tidak sehat dan menjadi buruan maling negara.
Sepanjang Januari-Mei 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat volume impor bawang putih mencapai 70.834 ton atau senilai US$77,3 juta (Rp1,1 triliun; asumsi kurs 14.000 per dolar AS). Sementara itu, selama 2018, total volume impor bawang putih mencapai 582.995 ton dengan nilai US$493,9 juta (Rp6,9 triliun).
Rawannya celah impor bawang putih terbukti dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 7 Agustus 2019. Dalam kasus dugaan suap impor bawang putih itu KPK menetapkan enam orang sebagai tersangka, salah satunya I Nyoman Dhamantra, anggota DPR 2014-2019 dari PDI Perjuangan.
Dari kasus itu terlihat betapa besarnya uang kotor yang mereka permainkan untuk komoditas penting tersebut. Fee bagi Dhamantra disepakati Rp3,6 miliar dan masih ada lagi commitment fee Rp1.700 Rp1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor. Commitment fee itu digunakan untuk mengurus perizinan kuota impor 20.000 ton bawang putih bagi beberapa perusahaan.
Besarnya uang dan banyaknya pihak yang terlibat itu, mau tidak mau, menunjukkan adanya permainan kotor yang terbuka dalam impor bawang putih. Terlebih sepanjang 2017-2019 sudah ada pula 24 perkara terkait dengan impor bawang putih. Kemudian, Menteri Perdagangan memastikan akan memasukkan para pengusaha yang tersangkut OTT KPK ke daftar hitam importir bawang putih.
Maka, dengan begitu jelas, sistem impor bawang putih belumlah setransparan dan sebersih yang diharapkan. Selama ini Mendag menyampaikan, untuk mendapatkan izin impor, importir hanya perlu memenuhi persyaratan dan mengikuti prosedur dengan benar. Importir yang mendapatkan izin impor juga dapat dilihat secara daring sehingga semua proses terbuka. Nyatanya, meski sudah menggunakan sistem yang dipublikasikan secara daring, celah suap masih sangat lebar.
Dengan kondisi ini, bukan saja KPK, Satgas Pangan pun justru harus bekerja lebih keras dalam mengawasi sistem impor tersebut. Bahkan, tidak hanya dalam proses untuk memperoleh RIPH, pengawasan dan pemantauan juga harus dilakukan untuk pelaksanaan wajib tanam. Sejauh ini sudah menjadi pengetahuan bahwa pelaksanaan wajib tanam berpotensi bermasalah karena kerja sama dengan petani yang mudah dimanipulasi para perusahaan.
OTT yang dilakukan KPK nyatalah hanya puncak gunung es dari banyaknya penyelewengan impor bawang putih. Kini saatnya menyingkap dan menumpas sepenuhnya para maling negara tersebut.
1. Kalimat fakta:
- Hasil panen yang mencapai 10-20 ton per hektare dari lahan awal 1.900 hektare itu semua dijadikan bibit.
- Luas lahan tanam pun meningkat menjadi 20.000-30.000 hektare, yang tersebar di 110 kabupaten pada 2019 ini.
- Sepanjang Januari-Mei 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat volume impor bawang putih mencapai 70.834 ton atau senilai US$77,3 juta (Rp1,1 triliun; asumsi kurs 14.000 per dolar AS).
- Sementara itu, selama 2018, total volume impor bawang putih mencapai 582.995 ton dengan nilai US$493,9 juta (Rp6,9 triliun).
- Terlebih sepanjang 2017-2019 sudah ada pula 24 perkara terkait dengan impor bawang putih.
2. Kalimat Opini
Kritik:
- Strategi swasembada yang unik di bawang putih tersebut tidaklah salah.
- Akan tetapi, strategi ini jelas menuntut pengelolaan dan pengawasan superketat.
- Maka, dengan begitu jelas, sistem impor bawang putih belumlah setransparan dan sebersih yang diharapkan.
Penilaian:
- PINTU yang terbuka ialah jalan mudah bagi masuknya maling.
- Itu berlaku di mana saja dan kapan saja, termasuk dalam urusan negara.
Prediksi:
-Dengan kondisi ini, bukan saja KPK, Satgas Pangan pun justru harus bekerja lebih keras dalam mengawasi sistem impor tersebut.
- Selain itu, sangat berpotensi membuat persaingan impor yang tidak sehat dan menjadi buruan maling negara.
Harapan: Kini saatnya menyingkap dan menumpas sepenuhnya para maling negara tersebut.
Saran: Bahkan, tidak hanya dalam proses untuk memperoleh RIPH, pengawasan dan pemantauan juga harus dilakukan untuk pelaksanaan wajib tanam.
Keterangan:
* sumber editorial : https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1766-menjaga-celah-impor-bawang-putih