Kota Yogyakarta merupakan sebuah kota yang begitu populer di Indonesia, bahkan mungkin di dunia. Di sana terletak istana Yogyakarta yang sekarang dipimpin oleh seorang Raja yang bergelar Sultan Hamengkubuwono XI. Yogya menjadi pusat kebudayaan jawa yang selalu menjadi magnet bagi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Tradisi dan budaya berbaur menjadi satu dengan modernitas itulah Yogyakarta.
Berkunjunglah ke tempat paling terkenal di Yogyakarta, yang menjadi ciri khas kota pelajar, Malioboro. Niscaya, Anda akan bertemu dengan wisatawan lain dari berbagai penjuru tanah air yang sedang sibuk berjalan kaki. Ada juga yang menawar-nawar harga di trotoar Malioboro. Di sudut lain, banyak wisatawan membawa kamera lalu memotret temannya yang sudah bergaya. Mereka juga memotret sudut-sudut Malioboro.
Yogyakarta tentu bukan hanya Malioboro. Di sana ada Parangtritis, Gembiraloka, Kaliurang, Alun-alun dan lain sebagainya. Pastinya, anda yang pernah berkunjung atau bahkan pernah hidup di Yogyakarta memiliki kenangan-kenangan tersendiri di tempat-tempat tersebut. Dan saya hendak menuliskan puisi romantis tentang kenangan di kota Yogyakarta.
Mengenang Kita di Malioboro
Sore berwarna jingga
Menghadirkan teduh bagi jiwa
Di sini,
Setelah puluhan tahun
Aku kembali menapakkan kakiku
Di trotoar jalan
menebarkan pandanganku
memandang keriuhan di depanku
di jalan Malioboro
Ada debar yang begitu ganjil
membuatku menggigil
Menarikku ke sudut sepi
sendiri
Ketika tiba-tiba
sebaris kenangan itu
datang lagi
menari-nari
di antara lampu-lampu jalan
yang satu persatu mulai menyala
aku bagai melihat kita
berdua
berjalan di antara langkah tergesa-gesa
para pejalan kaki
bergandengan tangan
menyelinap di antara
para penjual di jalanan malioboro
azan maghrib berkumandang
dari masjid DPRD Kota Yogyakarta
Aku terpaku
masih sendiri
mengenang kita
berjamaah
di rumah suci itu.
Debur ombak bergulung-gulung
menyambut kehadiranku
Kala sepasang telapak
kakiku menginjak pasir Parangtritis
Ia seakan hendak mengirim tanya kepadaku
"Mengapai kau pergi ke sini sendiri ?"
Aku tergagap tak mampu berkata-kata
Hanya mampu mengenang
Kala itu aku dan kamu duduk bersanding
di atas pasir parangtritis
Bercerita tentang cakrawala, ombak, pasir
langit, awan, laut dan semua yang terhampar
di hadapan kita
Lalu ombak mendengar semua itu
Dengan tersenyum, ia bergulung-gulung riang
menghampiri kami
yang sedang duduk berdua
Kita berdiri berlari
namun tetap saja
ombak itu membahasahi kita berdua
Namun kita duduk kembali
memandang mentari senja
lalu bercerita tentang
kebahagiaan, kedamaian hati dan masa depan
Ombak tersenyum
tidak ingin mengganggu lagi
seakan percaya rencana kita
akan jadi nyata
Namun, sore ini
puluhan tahun setelah itu
Aku datang lagi
ke pantai ini
sendiri
tanpamu di sisiku
Dan ombak bergulung pelan
menyentuh sepasang kakiku
di pasir parangtritis
Berkunjunglah ke tempat paling terkenal di Yogyakarta, yang menjadi ciri khas kota pelajar, Malioboro. Niscaya, Anda akan bertemu dengan wisatawan lain dari berbagai penjuru tanah air yang sedang sibuk berjalan kaki. Ada juga yang menawar-nawar harga di trotoar Malioboro. Di sudut lain, banyak wisatawan membawa kamera lalu memotret temannya yang sudah bergaya. Mereka juga memotret sudut-sudut Malioboro.
Yogyakarta tentu bukan hanya Malioboro. Di sana ada Parangtritis, Gembiraloka, Kaliurang, Alun-alun dan lain sebagainya. Pastinya, anda yang pernah berkunjung atau bahkan pernah hidup di Yogyakarta memiliki kenangan-kenangan tersendiri di tempat-tempat tersebut. Dan saya hendak menuliskan puisi romantis tentang kenangan di kota Yogyakarta.
Mengenang Kita di Malioboro
Sore berwarna jingga
Menghadirkan teduh bagi jiwa
Di sini,
Setelah puluhan tahun
Aku kembali menapakkan kakiku
Di trotoar jalan
menebarkan pandanganku
memandang keriuhan di depanku
di jalan Malioboro
Ada debar yang begitu ganjil
membuatku menggigil
Menarikku ke sudut sepi
sendiri
Ketika tiba-tiba
sebaris kenangan itu
datang lagi
menari-nari
di antara lampu-lampu jalan
yang satu persatu mulai menyala
aku bagai melihat kita
berdua
berjalan di antara langkah tergesa-gesa
para pejalan kaki
bergandengan tangan
menyelinap di antara
para penjual di jalanan malioboro
azan maghrib berkumandang
dari masjid DPRD Kota Yogyakarta
Aku terpaku
masih sendiri
mengenang kita
berjamaah
di rumah suci itu.
Masih Ingatkah Engkau tentang Ombak di Parangtritis
Debur ombak bergulung-gulung
menyambut kehadiranku
Kala sepasang telapak
kakiku menginjak pasir Parangtritis
Ia seakan hendak mengirim tanya kepadaku
"Mengapai kau pergi ke sini sendiri ?"
Aku tergagap tak mampu berkata-kata
Hanya mampu mengenang
Kala itu aku dan kamu duduk bersanding
di atas pasir parangtritis
Bercerita tentang cakrawala, ombak, pasir
langit, awan, laut dan semua yang terhampar
di hadapan kita
Lalu ombak mendengar semua itu
Dengan tersenyum, ia bergulung-gulung riang
menghampiri kami
yang sedang duduk berdua
Kita berdiri berlari
namun tetap saja
ombak itu membahasahi kita berdua
Namun kita duduk kembali
memandang mentari senja
lalu bercerita tentang
kebahagiaan, kedamaian hati dan masa depan
Ombak tersenyum
tidak ingin mengganggu lagi
seakan percaya rencana kita
akan jadi nyata
Namun, sore ini
puluhan tahun setelah itu
Aku datang lagi
ke pantai ini
sendiri
tanpamu di sisiku
Dan ombak bergulung pelan
menyentuh sepasang kakiku
di pasir parangtritis