Selain perasaan cinta, rasa rindu merupakan anugerah terindah yang dikaruniakan Tuhan kepada manusia. Di antara keduanya, telah terjalin hubungan yang sangat erat. Saat mencintai seseorang, kita juga akan merindukannya. Begitupun sebaliknya. Seperti itulah hubungan cinta kasih antara sesama manusia yang berlawan jenis. Selalu indah untuk dituliskan, selalu menarik untuk dibicarakan.
Selain daripada itu, rasa rindu dan cinta tidak semata-mata hinggap dalam jiwa para pecinta. Kerinduan yang tumbuh dari seorang anak kepada ayah atau ibunya atau sebaliknya. Singkatnya, rasa rindu dan cinta bisa menghinggapi siapapun manusia di dunia ini tanpa memandang usia.
Sebagaimana para penyair yang mengabadikan setiap perasaannya menjadi kata-kata, sayapun hendak mencoba menuliskan syair-syair kerinduan ke dalam puisi di bawah ini. Memang tak seindah kata-kata yang dijalin para penyair besar, puisi saya hanyalah rangkaian kata-kata sederhana yang coba saya kumpulkan menjadi bait-bait yang bermakna, bagi saya.
Jika bapak ibuk sudi meluangkan waktu sekian menit untuk membacanya, saya persilakan untuk terus menyimak kata demi kata di bawah ini.
Senja merah itu
bagai pintu gerbang menuju pekatnya malam
ia selalu tiba bersamaan dengan
hawa dingin yang secepat kilat
Membekukan hatiku
Gelap malam dengan iringan orkestra malam
yang dimainkan para hewan malam
Terus saja menyihirku
Ke dalam ritual yang sama
Yang selalu kualami
Sejak berpisah denganmu
Kerinduan
Dalam dingin malam yang gelap
Bayang wajahmu muncul
Menari-nari di depan mataku
Ilusi itu terus saja mendatangiku
Tanpa bisa kuhindari
Kerinduanku kepadamu
Telah membekukan hatiku
Entah sampai kapan
Telah kurelakan diriku
Hanyut dalam buaian rindu
Yang kau kirim lewat pancaran sinar matamu
Sepasang bola matamu membuat rinduku kepadamu
Makin tak terhenti
bagai sinar mentari
Yang menarik pucuk-pucuk daun untuk terus tumbuh
Telah kurelakan juga
Diriku terikat
Dalam mantra sakti
Yang terucap dari indah bibirmu
Suara merdu yang keluar dari sepasang bibir merahmu
Bagai mantra sang dukun sakti
yang menyihirku
untuk terus memikirkanmu
Kekasihku
Semua hal yang ada pada dirimu
Adalah panah sakti
Yang menghunjam tubuhku
Mengucurkan darah kerinduan
Yang tak pernah berhenti mengalir
Ayah,
Sudah seribu hari
tubuh rapuh ayah
Terbaring
terkubur sendiri
di dalam pusara ini
Seribu hari yang lalu
Aku, ibu, kakak, adik
Dan orang-orang
Mengantarmu menuju tempat ini
Ayah pasti tahu, sudah seribu pagi pula
Tiap terbangun dari tidur
Aku berharap
Sore harinya aku mendengar
Deru sepeda motor ayah memasuki halaman rumah
Namun, sore dan suara sepeda motor ayah
Yang selalu kurindukan tak pernah datang
Sore hari yang dulu selalu bermelodikan
Suara sepeda motor ayah yang nyaring
Adalah sore yang paling indah
Adalah sore yang selalu kurindukan
Sampai tiba waktunya orang-orang
Mengirimku sendirian
Ke tempat ini
Selain daripada itu, rasa rindu dan cinta tidak semata-mata hinggap dalam jiwa para pecinta. Kerinduan yang tumbuh dari seorang anak kepada ayah atau ibunya atau sebaliknya. Singkatnya, rasa rindu dan cinta bisa menghinggapi siapapun manusia di dunia ini tanpa memandang usia.
Sebagaimana para penyair yang mengabadikan setiap perasaannya menjadi kata-kata, sayapun hendak mencoba menuliskan syair-syair kerinduan ke dalam puisi di bawah ini. Memang tak seindah kata-kata yang dijalin para penyair besar, puisi saya hanyalah rangkaian kata-kata sederhana yang coba saya kumpulkan menjadi bait-bait yang bermakna, bagi saya.
Jika bapak ibuk sudi meluangkan waktu sekian menit untuk membacanya, saya persilakan untuk terus menyimak kata demi kata di bawah ini.
Gelap Malam, sang Pengantar Rindu
Senja merah itu
bagai pintu gerbang menuju pekatnya malam
ia selalu tiba bersamaan dengan
hawa dingin yang secepat kilat
Membekukan hatiku
Gelap malam dengan iringan orkestra malam
yang dimainkan para hewan malam
Terus saja menyihirku
Ke dalam ritual yang sama
Yang selalu kualami
Sejak berpisah denganmu
Kerinduan
Dalam dingin malam yang gelap
Bayang wajahmu muncul
Menari-nari di depan mataku
Ilusi itu terus saja mendatangiku
Tanpa bisa kuhindari
Kerinduanku kepadamu
Telah membekukan hatiku
Entah sampai kapan
Kerinduan yang tak henti mengalir
Telah kurelakan diriku
Hanyut dalam buaian rindu
Yang kau kirim lewat pancaran sinar matamu
Sepasang bola matamu membuat rinduku kepadamu
Makin tak terhenti
bagai sinar mentari
Yang menarik pucuk-pucuk daun untuk terus tumbuh
Telah kurelakan juga
Diriku terikat
Dalam mantra sakti
Yang terucap dari indah bibirmu
Suara merdu yang keluar dari sepasang bibir merahmu
Bagai mantra sang dukun sakti
yang menyihirku
untuk terus memikirkanmu
Kekasihku
Semua hal yang ada pada dirimu
Adalah panah sakti
Yang menghunjam tubuhku
Mengucurkan darah kerinduan
Yang tak pernah berhenti mengalir
Sore dan Sepeda Motor Ayah
Ayah,
Sudah seribu hari
tubuh rapuh ayah
Terbaring
terkubur sendiri
di dalam pusara ini
Seribu hari yang lalu
Aku, ibu, kakak, adik
Dan orang-orang
Mengantarmu menuju tempat ini
Ayah pasti tahu, sudah seribu pagi pula
Tiap terbangun dari tidur
Aku berharap
Sore harinya aku mendengar
Deru sepeda motor ayah memasuki halaman rumah
Namun, sore dan suara sepeda motor ayah
Yang selalu kurindukan tak pernah datang
Sore hari yang dulu selalu bermelodikan
Suara sepeda motor ayah yang nyaring
Adalah sore yang paling indah
Adalah sore yang selalu kurindukan
Sampai tiba waktunya orang-orang
Mengirimku sendirian
Ke tempat ini