Guru, sebuah kata yang begitu agung, mulia, cerdas, berwibawa dan menggetarkan jiwa. Setidaknya itulah yang dirasakan oleh Bambang Ekalaya terhadap guru Drona. Namun, malang, guru yang dicintai dan ditakzimi itu justru memanfaatkan kepatuhannya untuk kepentingan pribadi sang guru. Bambang Ekalaya harus merelakan kepedihan atas perbuatan Sang Guru Drona. Demi muridnya yang lain, Ia dipaksa sang guru memotong ibu jarinya sendiri.
Pada akhir kisah Drona dan Ekalaya, guru Drona akhirnya meninggal di tangan Ekalaya yang menitis melalui tubuh Drestajumna. Sebuah kisah yang cukup tragis dalam dunia kependidikan era Mahabarata.
Cerita tersebut merupakan kisah guru pada zaman pewayangan. Pesan moral dari cerita tersebut adalah meskipun sang guru adalah sosok yang sempurna, namun tetap saja dia memiliki ambisi pribadi yang meruntuhkan wibawanya sebagai seorang guru.
Kisah tersebut mungkin hanya kisah pewayangan, namun jika direnungkan lebih dalam akan bisa memberikan manfaat bagi pembacanya.
Memang, bagi penggemar cerita zaman dahulu, seperti cerita wayang, sandiwara radio, ketoprak dan lain-lain, pasti akah mahfum bagaimana kisah para guru pada zaman dahulu. Biasanya para guru tinggal di puncak gunung atau tempat yang sepi, muridnyalah yang berbondong-bondong datang untuk berguru. Dengan berbekal tekad kuat untuk menggapai cita-cita, para murid siap memanggul beratnya pendidikan yang diamanahkan oleh sang guru.
Namun itu cerita zaman dahulu, sekarang roda zaman terus bergulir, cerita tentang guru yang tinggal di puncak gunung dan di pelosok hutan sudah tak terdengar lagi. Sistem pendidikan pada zaman dahulu yang dikelola secara pribadi, kini sudah dikelola secara profesional oleh negara. Maklum, Pemerintah paham bahwa untuk menjadi negara yang kuat dan bermartabat, sebuah negara harus memiliki rakyat yang cerdas. Kecerdasan rakyat hanya bisa diperoleh melalui transfer ilmu oleh-siapa lagi kalau bukan-GURU. Itulah pendidikan.
Guru, pendidikan, murid adalah kata yang saling berjalin kelindan tak bisa dipisahkan. Guru ada karena murid, begitu juga sebaliknya. Lalu, apakah yang menghubungkannya, benar sekali, pendidikan.
Maka agar tujuan bangsa tercapai semua harus profesional. Guru harus profesional, murid harus profesional dan pendidikan juga harus profesional.
Tulisan ini tidak akan membahas ketiganya, hanya guru profesional yang akan saya bahas, yang barangkali akan mampu menjawab beberap pertanyaan, seperti apakah sosok guru profesional ? Apakah seperti resi drona atau seperti Mahagurunya Dimas Kanjeng ?
Cerita pada awal tulisan ini sebenarnya cukup menggambarkan bahwa sosok Sang Drona bukanlah sosok guru profesional, ia tega mengorbankan kepentingan salah satu muridnya demi murid yang disayanginya. Cerita ini sekaligus menggambarkan bagaimana susahnya menjadi guru profesional, di era belum ada teknologi internet, bahkan oleh sosok guru seperti Resi Drona yang terkenal dengan kecerdikan dan kecerdasannya.
Untuk memberikan definisi guru profesional dengan tepat, saya lebih memilih menggunakan definisi guru profesional menurut UU nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Beberapa kutipannya adalah sebagai berikut.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. (Pasal 1 )
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. (Pasal 2 ayat 1)
Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik. (Pasal 2 ayat 1)
Dari ketiga hal tersebut sudah cukup jelas, bahwa guru profesional adalah mereka yang memiliki sertifikat pendidik. Jadi cuma itu, terjawab sudah, sosok guru profesional adalah mereka yang memiliki sertifikat pendidik.
Iya, tetapi jangan lupa bahwa sosok guru profesional memiliki hak dan kewajiban yang diatur dalam pasal 14 ayat 1 UU nomor 14 tahun 2005.
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran
tugas keprofesionalan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan,
dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan
peraturan perundang-undangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan
kompetensi; dan/atau
k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya
Sementara kewajiban guru profesional sudah diatur dalam pasal 20 UU nomor 14 tahun 2005.
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa
Itulah sosok guru profesional adalah guru yang mampu menerima hak dan menjalankan kewajiban dengan baik. Bukan seperti mahagurunya Dimas Kanjeng.
referensi :
UU Nomor 14 tahun 2005.
Pada akhir kisah Drona dan Ekalaya, guru Drona akhirnya meninggal di tangan Ekalaya yang menitis melalui tubuh Drestajumna. Sebuah kisah yang cukup tragis dalam dunia kependidikan era Mahabarata.
Cerita tersebut merupakan kisah guru pada zaman pewayangan. Pesan moral dari cerita tersebut adalah meskipun sang guru adalah sosok yang sempurna, namun tetap saja dia memiliki ambisi pribadi yang meruntuhkan wibawanya sebagai seorang guru.
Kisah tersebut mungkin hanya kisah pewayangan, namun jika direnungkan lebih dalam akan bisa memberikan manfaat bagi pembacanya.
Memang, bagi penggemar cerita zaman dahulu, seperti cerita wayang, sandiwara radio, ketoprak dan lain-lain, pasti akah mahfum bagaimana kisah para guru pada zaman dahulu. Biasanya para guru tinggal di puncak gunung atau tempat yang sepi, muridnyalah yang berbondong-bondong datang untuk berguru. Dengan berbekal tekad kuat untuk menggapai cita-cita, para murid siap memanggul beratnya pendidikan yang diamanahkan oleh sang guru.
Namun itu cerita zaman dahulu, sekarang roda zaman terus bergulir, cerita tentang guru yang tinggal di puncak gunung dan di pelosok hutan sudah tak terdengar lagi. Sistem pendidikan pada zaman dahulu yang dikelola secara pribadi, kini sudah dikelola secara profesional oleh negara. Maklum, Pemerintah paham bahwa untuk menjadi negara yang kuat dan bermartabat, sebuah negara harus memiliki rakyat yang cerdas. Kecerdasan rakyat hanya bisa diperoleh melalui transfer ilmu oleh-siapa lagi kalau bukan-GURU. Itulah pendidikan.
Guru, pendidikan, murid adalah kata yang saling berjalin kelindan tak bisa dipisahkan. Guru ada karena murid, begitu juga sebaliknya. Lalu, apakah yang menghubungkannya, benar sekali, pendidikan.
Maka agar tujuan bangsa tercapai semua harus profesional. Guru harus profesional, murid harus profesional dan pendidikan juga harus profesional.
Tulisan ini tidak akan membahas ketiganya, hanya guru profesional yang akan saya bahas, yang barangkali akan mampu menjawab beberap pertanyaan, seperti apakah sosok guru profesional ? Apakah seperti resi drona atau seperti Mahagurunya Dimas Kanjeng ?
Cerita pada awal tulisan ini sebenarnya cukup menggambarkan bahwa sosok Sang Drona bukanlah sosok guru profesional, ia tega mengorbankan kepentingan salah satu muridnya demi murid yang disayanginya. Cerita ini sekaligus menggambarkan bagaimana susahnya menjadi guru profesional, di era belum ada teknologi internet, bahkan oleh sosok guru seperti Resi Drona yang terkenal dengan kecerdikan dan kecerdasannya.
Untuk memberikan definisi guru profesional dengan tepat, saya lebih memilih menggunakan definisi guru profesional menurut UU nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Beberapa kutipannya adalah sebagai berikut.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. (Pasal 1 )
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. (Pasal 2 ayat 1)
Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik. (Pasal 2 ayat 1)
Dari ketiga hal tersebut sudah cukup jelas, bahwa guru profesional adalah mereka yang memiliki sertifikat pendidik. Jadi cuma itu, terjawab sudah, sosok guru profesional adalah mereka yang memiliki sertifikat pendidik.
Iya, tetapi jangan lupa bahwa sosok guru profesional memiliki hak dan kewajiban yang diatur dalam pasal 14 ayat 1 UU nomor 14 tahun 2005.
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran
tugas keprofesionalan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan,
dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan
peraturan perundang-undangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan
kompetensi; dan/atau
k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya
Sementara kewajiban guru profesional sudah diatur dalam pasal 20 UU nomor 14 tahun 2005.
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa
referensi :
UU Nomor 14 tahun 2005.