Senin, 31 Desember 2018

Berziarah ke Makam R.M.P. Sosrokartono di Sedomukti, Kudus

Ini merupakan pengalaman yang terjadi beberapa tahun silam, yakni ketika saya berziarah ke makam R.M.P Sosrokartono, yang merupakan kakak dari R.A. Kartini. Akan tetapi saya baru sempat menulis di blog ini pada akhir tahun ini, 31 Desember 2018. Alasan mengapa saya tertarik berkunjung ke makam R.M.P. Sosrokartono adalah:

1. Berdasarkan pernyataan almarhum bapak Damardjati Supadjar. Beliau pernah mengatakan selama dalam hidupnya, Bung Karno pernah menyembah dua orang, pertama Ibunda beliau, Ida Ayu Nyoman Rai. Kedua, RMP Sosrokartono. Dalam Penyambung Lidah Rakyat, Cindy Adams juga menulis nama Sosrokartono.

2. Dari beberapa blog tarekat Shiddiqiyyah yang menceritakan tentang R.M.P Sosrokartono.

Kedua alasan tersebut menuntun saya dan beberapa teman untuk berziarah ke makam R.M.P Sosrokartono.

Makam R.M.P Sosrokartono letak di dalam kompleks permakaman Sedomukti, makam keluarga Condronegoro  yang merupakan buyut dari RMP. Sosrokartono dan tentu saja R.A. Kartini.

Lokasi makam berada  di desa Kaliputu, kurang lebih 1 km dari pusat kota kudus. Bagi anda yang berkunjung ke Gunung Muria dari arah kota kudus, pasti melewati daerah ini. Dengan adanya teknologi semacam google map, sangat mudah menemukan tempat ini.


Diiringi gerimis saya tiba di depan pintu gerbang pemakaman Sedomukti. Saat itu pintu dalam keadaan tertutup. Tidak tampak ada juru kunci, kecuali seorang ibu yang berusia sekitar 45 tahun. Setelah minta izin pada seorang ibu tersebut, saya diizinkan masuk ke dalam kompleks pemakaman Sedomukti.

Tiba di dalam, area permakaman ternyata cukup luas. Di dalamnya ada pintu gerbang lagi yang merupakan lokasi utama pemakaman Sedomukti. Dari pintu gerbang tersebut kami melangkah ke utara menuju ke sebuah bangunan yang terletak lurus dari pintu gerbang.


Saya sempat mengira bahwa makam tersebut adalah makam RMP. Sosrokartono. Ternyata bukan, makam tersebut adalah makam Condronegoro. Lalu, saya melangkah ke arah timur, melewati beberapa bangunan, akhirnya saya menemukan makam RMP Sosrokartono yang terletak di bagian timur Kompleks Sedomukti.


Setibanya di makam tersebut, saya mengucapkan salam kepada juru kunci makam yang bernama Pak T. Sunarto. Setelah dipersilakan duduk, saya mengutarakan maksud kedatangan yakni untuk berziarah ke makam RMP. Sosrokartono. Bagian kompleks makam RMP Sosrokartono berisi makam, foto RMP Sosrokartono, lukisan RMP. Sosrokartono, tulisan alif di atas makam, Sebuah prasasti yang bertuliskan doa, tulisan di bagian kanan dan kiri makam, kendi, gelas, kitab suci Alquran, meja tempat pak Sunarto menerima tamu dan rak buku.






Entah bagaimana ceritanya, kami sudah terlibat perbincangan yang cukup akrab dengan Pak Sunarto. Isi perbincangan antara lain tentang diri Pak Sunarto sendiri, tentang kami, tentang kehidupan, tentang makam dan yang paling menarik adalah tentang perjalanan hidup dan ajaran RMP. Sosrokartono.



RMP Sosrokartono lahir di Jepara pada Rabu Pahing tanggal 10 April 1877 M dan wafat di Bandung pada tanggal 8 Februari 1952.

Pak Sunarto mengatakan bahwa R.M.P. Sosrokartono adalah sosok manusia yang telah menjalani dan melakoni Catur Murti. Yakni bersatunya pikiran, perasaan, perbuatan dan perkataan. Beliau bukan sekedar berteori.

Pak Sunarto memberikan penjelasan tentang falsafah hidup R.M.P. Sosrokartono yang tertulis di bagian kiri dan kanan makam.

Sugih tanpo Bondo
Digdoyo tanpo Aji
Ngaluruk tanpo Bolo
Menang tanpo Ngasorake

Bagi saya ungkapan tersebut mengandung paradoks, bagaimana mungkin kaya tanpa harta, Sakti tanpa Aji/ Ilmu. Menyerang tanpa teman. Menang tanpa mengalahkan. Tetapi hal tersebut sudah dilakukan oleh R.M.P. Sosrokartono. Sebuah hal yang belum bisa saya pahami sepenuhnya.

Dikisahkan juga oleh Pak Sunarto, bahwa di salah satu negara di Eropa, R.M.P. Sosrokartono pernah berhasil mengobati orang sakit, oleh sebab itu beliau diberi kendaraan mewah dan seorang calon istri yang merupakan putri dari pejabat di negara tersebut. Tetapi ditolak oleh beliau. Bermewah-mewahan bertentangan dengan sugih tanpa banda. Sementara mengapa beliau menolak seorang perempuan. Akan saya uraikan di bagian lain ketika membahas Djoko Pring.

Selain falsafah tersebut, Pak Sunarto juga membabarkan makna falsafah lain, yang juga tertulis di batu nisan.

Trimah mawi pasrah
Suwung pamrih, tebih ajrih
Langgeng tan ono susah, tan ono bungah
Anteng manteng, sugeng jeneng.

Secara ringkas, kalimat tersebut bermakna keikhlasan, rila dan menjauhi rasa takut terhadap apapun. Anteng manteng seperti huruf alif yang tertulis di atas makam beliau. Belakangan budayawan Sudjiwo Tedjo mengabadikan falsafah hidup R.M.P. Sosrokartono dalam bentuk lagu dengan judul Sugih Tanpo Bondo.

Diskusi sempat terhenti ketika ada tamu yang meminta Pak Sunarto untuk membuka pintu salah satu ruangan makam yang lain. Selama kepergian Pak Sunarto, kami membaca pelbagai buku yang berisi ajaran-ajaran R.M.P. Sosrokartono dan buku yang ditulis oleh paguyuban Sosrokartanan yang berpusat di Surabaya. Setelah Pak Sunarto kembali, diskusi kembali berlanjut mendiskusikan nama samaran R.M.P. Sosrokartono yaitu, Mandor Klungsu dan Djoko Pring.

Mandor Klungsu. Klungsu merupakan biji pohon asem yang masih kecil, bijinya sangat keras.  R.M.P. Sosrokartono menamakan dirinya sebagai seorang Mandor atau pengawas Klungsu yang berarti selalu memandang ke bawah. Artinya senantiasa bersyukur.

Djoko Pring. Djoko berarti jejaka. Inilah pilihan hidup R.M.P. Sosrokartono, beliau memilih selibat. Inilah alasan, kenapa dia menolak dijodohkan dengan seorang gadis cantik asal eropa. Lalu pring?Berarti bambu. Dalam bahasa jawa kromo, pring berarti deling. Yaitu kendel dan eling. Berani dan senantiasa eling.

Falsafah lain yaitu Ilmu kantong bolong. Beliau sangat loma, dermawan terhadap siapapun. Beliau tidak tega melihat penderitaan rakyat.

Beliau juga menjelaskan perihal doa RMP. Sosrokartono pada saat diminta mengatasi wabah di Sumatera. Doa tersebut diabadikan dalam bentuk prasasti dalam gambar di bawah ini yang ada di bagian makam RMP. Sosrokartono.


Gusti engkang moho agung , Gusti engkang moho kuwoso , mugi-mugi kaparengono Kabul engkang dados maksud lan hajatipun poro ummat sedoyo , mugi-mugi lengkapo welas lan ngapurane gusti dumateng poro ummat , gusti-gusti mugi kersoho dawahaken samudraning berkah dating poro ummat, nyernaaken sagungeng susah lan saget paring wewangi sugeng lajengipun poro kawulo, welas-welas gustining jagat, waras-waras saking kersane Allah.

Di sela-sela perbincangan, saya juga sempat bertanya pada Pak Sunarto, yang manakah yang disebut pohon nagasari. Beliau menengok ke sebuah pohon di sebelah selatan makam RMP. Sosrokartono dan memberitahu bahwa pohon tersebut adalah pohon nagasari.

Tak terasa, waktu terus berjalan hari pun semakin beranjaksore, kamipun mohon diri pada pak Sunarto.

Kredit gambar: Catatan pada laman Facebook Victor Alexander Liem

Sabtu, 29 Desember 2018

Kisah Guru Bernama Tan Malaka yang Menjadi Pahlawan Nasional

Dalam literatur sejarah, dunia pendidikan Indonesia memiliki banyak tokoh pahlawan yang pada awalnya berprofesi sebagai seorang guru. Mereka berjuang melalui pendidikan untuk mencerdaskan bangsa demi membebaskan diri dari kebodohan akibat penjajahan Belanda. Salah satu tokoh guru yang jarang mendapat perhatian bahkan dari kalangan dunia pendidikan adalah sosok seorang guru berprestasi yang berasal dari Sumatera yang bernama Tan Malaka. Karena berbagai prestasinya itulah, Tan Malaka mendapat beasiswa untuk bersekolah guru di negeri Belanda. Bagaimana kisah Tan Malaka dari seorang guru hingga menjadi Pahlawan Nasional, mari kita simak bersama.

Masa Kecil Tan Malaka


Tan Malaka lahir di Nagari Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat, Hindia Belanda pada 2 Juni 1897. Ia terlahir dengan nama Ibrahim. Ayahnya bernama Rasad Caniago sedangkan ibunya bernama Sinah Sinabur. Keduanya adalah sosok yang disegani di lingkungan mereka. Ibrahim kecil tumbuh dalam lingkungan keluarga yang sangat religius. Ia adalah anak yang cerdas dalam ilmu agama.

"Saya lahir dalam keluarga Islam yang taat... Masih kecil sekali saya sudah bisa tafsirkan Al-Quran, dan dijadikan guru muda. Sang Ibu menceritakan Adam dan Hawa dan Nabi Yusuf. Tiada acap diceritakannya pemuka, piatu Muhammad bin Abdullah, entah karena apa, mata saya terus basah (menangis) mendengarnya. Bahasa Arab terus sampai sekarang saya anggap sempurna, kaya, merdu jitu dan mulia," kata Tan Malaka dalam buku Madilog.


Riwayat Pendidikan Tan Malaka


Tidak hanya cerdas dalam ilmu agama, dalam pendidikan formal yang diselenggarakan oleh Belanda, Tan juga dikenal sebagai siswa yang pintar. Pendidikan formal diawali sekolah rakyat. Selepas lulus Sekolah Rakyat, pada umur sebelas tahun (1908) dia mendapat kesempatan untuk bersekolah di Sekolah Guru nomor satu yaitu Kweekschool (Sekolah Guru Negeri) di Fort de Kock (sekarang Bukittinggi), Minangkabau. Atas prestasi dan kecerdasannya, Tan Malaka bahkan diangkat sebagai anak oleh seorang guru Belanda yang menjabat sebagai Direktur II, GH Horensma dan istrinya.


Guru Horensma ini pula yang memberikan banyak pengaruh bagi jalan hidup Tan Malaka. Kepintaran Tan dalam pendidikan membuat guru Horensma bermaksud menyekolahkan Tan Malaka ke negeri Belanda. Pada saat Tan berusia 16 tahun (1913) ia berangkat menuju ke negeri Belanda untuk melanjutkan pendidikan guru negeri (Rijksweekschool) di Harleem, Belanda.

Proses keberangkatan Tan Malaka ke Belanda ternyata cukup berliku. Tan memiliki masalah dengan biaya pendidikan yang harus dikeluarkan untuk mengenyam pendidikan dan hidup di negeri Belanda. Beruntung atas kerjasama antara guru Horensma dan  orang tua Tan Malaka, penduduk di Pandan Gadang, secara ikhlas meminjamkan uang kepada Tan Malaka.

Di negeri kincir angin itu, Tan Malaka mengalami berbagai peristiwa monumental. Meskipun demikian juga jalan hidup Tan Malaka berjalan tidak selalu mulus. Berbagai kendala dialaminya, mulai dari menderita sakit, kekurangan uang hingga kegagalan dalam ujian. Proses pendidikan yang seharusnya bisa selesai selama dua tahun, ternyata baru bisa selesai setelah enam tahun. Tan lulus Rijksweekschool pada tahun 1919.

Di Belanda itulah Tan Malaka mulai berkenalan dengan sosialisme. Selepas Revolusi Rusia, Oktober 1917, Tan semakin intens membaca buku-buku Karl Marx, Frederich Engels dan Vladimir Lenin.


Riwayat Mengajar Tan Malaka


Sebelum Tahun 1913. Karir Tan Malaka sebagai seorang guru dimulai dari tanah kelahirannya. Dididik dalam kultur pendidikan Islam, Tan Malaka dikenal sebagai anak yang cerdas. Dalam usia yang masih sangat belia Tan  bisa menafsirkan Al-Quran. Atas kecerdasannya dia ditunjuk sebagai guru muda oleh tokoh agama di daerahnya. Mungkin jika dia hidup pada masa sekarang dia bisa disebut Ustadz. Sebagai guru ngaji, ia kerap berkeliling desa untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Peristiwa ini terjadi sebelum Tan pergi ke Belanda.

Tahun 1919 - 1921. Setelah menempuh pendidikan Guru di Rijkweekschool, Belanda, Tan pulang kembali ke Hindia Belanda. Ia menerima tawaran dari Dr. C. W. Janssen untuk mengajar anak-anak kuli di perkebunan teh di Sanembah, Tanjung Morawa, Deli, Sumatera Utara. Deli (sebagaimana dituturkan dalam buku dari Penjara Ke Penjara ) sejak Tan berada di sana (1919 - 1921) menimbulkan kenangan yang menyedihkan. Di sana terlihat pertentangan tajam antara modal dan tenaga, serta antara penjajah dan yang terjajah.

Cara pandang tersebut bisa diperoleh Tan, mungkin sebagai akibat dari pengetahuannya tentang sosialisme yang didapat selama di negeri Belanda. Akibatnya, tak hanya mengajar baca tulis bahasa melayu bagi anak-anak kuli, Tan juga mengajarkan pendidikan politik bagi para buruh. Di Deli inilah lahir kata-kata monumental Tan Malaka tentang tujuan pendidikan, bahwa maksud pendidikan anak kuli terutama ialah mempertajam kecerdasan, memperkokoh dan memperhalus perasaan si murid.

Tahun 1921-1924. Selepas dari Deli, Sumatera Utara, Tan Malaka semakin aktif dalam dunia politik dan perjuangan kemerdekaan. Meskipun demikian, ia tetap tidak melupakan statusnya sebagai seorang guru. Ia mendirikan sekolah bernama Sarekat Islam School (SI School) di Semarang, Jawa Tengah. Tan bermaksud mendidik manusia agar tak sekadar pandai tapi juga berjiwa merdeka dan peduli pada nasib rakyat.
Siswa SI School Semarang
Gambar 2. Siswa Sarekat Islam School Semarang

"Sekolah ini menjadi pesaing HIS, sekolah sekunder, terbuka dan terbatas untuk orang Indonesia yang telah menyelesaikan pendidikan dasar mereka di Sekolah Kelas II (Tweede Klasse),” kata sejarawan Harry Poeze.

Tan merumuskan tiga tujuan utama didirikannya SI School :

1. Memberi senjata cukup, buat pencari penghidupan dalam dunia kemodalan (berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa Belanda, Jawa, Melayu, dsb).
2. Memberi Haknya murid-murid, yakni kesukaan hidup, dengan jalan pergaulan (verenniging). Menurutnya, bahwa ia (murid-murid) masih kanak-kanak dalam usia mana ia belum boleh merasa sengsaranya hidup dan berhak atas kesukaan bergaul sebagai kanak-kanak.
3. Menunjukan kewajiban kelak, terhadap pada berjuta-juta Kaum Kromo. Kewajiban itu adalah  bahwa murid-murid kita kelak jangan hendaknya lupa pada berjuta-juta Kaum Kromo (kaum miskin), yang hidup dalam kemelaratan dan kegelapan. Bukanlah seperti pemuda-pemuda yang keluar dari sekolah-sekolah biasa (Gouvernement) campur lupa dan menghina bangsa sendiri.

Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional

Datuk Ibrahim atau Tan Malaka memang memiliki riwayat hidup yang sangat menarik untuk dipelajari. Ia berperan dalam berbagai bidang kehidupan, sebagai politikus, pemimpin partai, pejuang nasional, gerilyawan, guru dan masih banyak lagi. Jejak langkah yang ditinggalkannya semasa hidup turut memengaruhi arah perjalanan bangsa Indonesia.
Untuk itu, merupakan keputusan yang sangat tepat, jika Presiden Sukarno menetapkan Bapak Bangsa ini sebagai pahlawan nasional. Keputusan penetapan Tan Malaka sebagai pahlawan nasional dikeluarkan pada tanggal 28 bulan 3 tahun 1963, sesuai dengan Surat Keterangan (SK) Presiden No 53 tahun 1963.


Referensi :
1. Islam Dalam Tinjauan Madilog
2. SI Semarang dan Onderwijs
3. Kecerdasan dan Perjuangan Tan Malaka Meraih Pendidikan dari Hasil Utangan
4. SI School, Sekolah Alternatif
5. Tan Malaka

Pesona Wisata Bahari Lamongan

Dari jendela bus pariwisata yang kami kendarai, aku melihat hamparan laut pantai utara terbentang begitu luas dan biru. Perlahan bus pariwisata kami menyusuri jalan yang dikenal dengan nama jalur Pantura, di daerah Tuban, Jawa Timur. Laju bus makin cepat menuju lokasi Wisata Bahari, Lamongan.

Dari kejauhan, tampak banyak bus yang parkir di sepanjang bahu jalan. Akhirnya bus pun berhenti di depan pintu masuk. Dengan cepat saya dan sekitar 90 penumpang lainnya turun dari dua bus menuju lokasi wisata. Agak kaget melihat begitu banyaknya pengunjung yang memadati lokasi WBL. Hari itu, 18 Mei 2011 sungguh banyak sekali pengunjung yang datang ke WBL yang dulu dikenal dengan nama Tanjung Kodok.



Di area parkir, berjejer puluhan bus dan kendaraan dengan plat nomor dari berbagai kota di Jawa. Di sudut lain, tampak ratusan orang memadati lokasi di depan lokasi Wisata Bahari Lamongan.
Rombongan saya segera menuju kearah gerbang masuk yang ditandai dengan Patung Kepiting Raksasa di sisi atas. Jam menunjukkan pukul 11:30 WIB ketika saya dan rombongan yang terdiri dari anak anak SD dan beberapa Bapak/ Ibu Guru berdiri menunggu di luar gerbang masuk, sementara Beberapa Panitia masuk untuk membeli tiket.

Kurang lebih setengah jam, diantara kerumunan pengunjung yang luar biasa, saya dan rombongan akhirnya mendapatkan tiket masuk berupa Gelang. Setiap tiket berharga Rp.55.000 untuk lokasi masuk ke berbagai Wahana di WBL dan Goa/ Kebun Binatang Maharani.

Gelang segera dibagikan ke seluruh anggota rombongan. Di pintu masuk semua gelang diperiksa oleh petugas. Akhirnya kami pun masuk ke area utama WBL. Dari situ rombongan di bagi sekitar 10-15 anak dan satu Guide. Terus terang saya baru pertama kali mengunjungi tempat wisata ini, jadi sama sekali tidak tahu ada apa sebenarnya di lokasi tersebut. Saya dan beberapa anak pun segera memasuki berbagai wahana, dimulai dari Rumah Kucing, yang menurut saya sama sekali tidak menarik.

Kemudian dilanjutkan ke lokasi lain. Saya melihat ada semacam permainan ketangkasan, yaitu menembak. Dan lagi lagi hal tersebut tidak menarik sama sekali. Sampai di sini saya masih bertanya-tanya seperti apakah sebenarnya WBL itu. Lalu tibalah saya dan rombongan di sebuah tempat "Bioskop 3D" akan tetapi antriannya sangat banyak. Sehingga terpaksa kami lewati. Begitu juga Rumah Sakit Hantu.

Wahana berikutnya kami masuk ke Wahana Bajak Laut yang berisi tentang suasana di kapal bajak laut. Dari situ saya baru bisa menyimpulkan bahwa WBL sebenarnya mirip dengan (DUFAN) Dunia Fantasi Jakarta.

Kemudian dilanjutkan ke Wahana Rumah Kaca. Sebenarnya ada wahana 4G yang sebenarnya cukup menantang, akan tetapi anak anak tidak bersedia naik. Akhirnya kami menuju ke Crazy Car, semacam Roller Coaster. Tim saya sekitar 12 anak semua naik ke wahana ini. Ada cukup banyak wahana yang terpaksa di lewati, karena ternyata anak anak lebih suka berenang di kolam renang.
Goa Maharani

Dari lokasi WBL, perjalanan wisata dilanjutkan ke Maharani. Yang ternyata adalah sebuah kebun binatang dan goa stalaktit dan stalakmit. Ada berbagai hewan seperti harimau, siamang, Rusa dll yang mengisi kebun binatang ini.

Kemudian saya memasuki Goa Maharani, yang berisi stalaktit dan stalakmit, Ada juga koleksi bebatuan. Bahkan ada juga fosil Tectona Grandis (kayu jati). Goa ini bisa menjadi wisata jaman pra sejarah. Ada juga batu berwarna hijau yang mirip mirip Cryptonite. Akhirnya semua lokasi sudah dikunjungi, kami segera meninggalkan Lamongan, kembali ke Jawa Tengah. Melewati Jalur Pantura.
Saya menyimpulkan, lokasi ini sangat saya rekomendasikan untuk dikunjungi siswa siswa Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Kamis, 27 Desember 2018

Bagaimana Keadaan Pendidikan Multukultural di Indonesia?

Ada hubungan erat  di antara Demokrasi, dan Pendidikan Multikulturalisme. Ini bisa dipahami dari definisi keduanya. Demokrasi 1adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Sementara, pendidikan multikulturalisme2 dapat didefinisikan sebagai pendidikan untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan.
Dari pengertian demokrasi di atas, kita bisa memungut kata antara lain, kebebasan politik, hak, bebas dan setara. Sementara, dari definisi tentang pendidikan multikulturalisme terkandung makna keragaman. Hubungan di antara keduanya bisa dijelaskan dalam kalimat, pemahaman yang benar tentang keragaman merupakan sebuah hal yang wajib dipahami dan dilaksanakan dalam rangka menuju kehidupan demokrasi yang yang sehat dan beradab yang menghargai dan mengakomodasi kebebasan politik secara bebas dan setara. Ini berarti pendidikan multikulturalisme menjadi landasan penting yang dapat mempercepat laju demokrasi sebuah bangsa, dalam hal ini bangsa Indonesia.



Sebelum lebih jauh melihat implementasi pendidikan multikulturalisme, ada baiknya kita menengok ke belakang. Sejarah pendidikan multikulturalisme di Indonesia bisa dirunut pada kegigihan Bung Karno menemukan formula yang tepat untuk menggambarkan keragaman di Indonesia. Kegigihan tersebut membuahkan ungkapan monumental yaitu Bhinneka Tunggal Ika 3 yang diucapkan oleh Presiden Soekarno sendiri pada tanggal 22 Juli 1958 di Istana Negara, yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Ini menandai bahwa perbedaan dan keragaman merupakan hal yang tidak menghalangi persatuan dan kesatuan.
Melalui sejarah pula, urgensi pendidikan multikulturalisme dalam rangka berdemokrasi juga bisa dipahami. Sejak awal, Republik Indonesia merupakan negara yang menggunakan demokrasi sebagai sistem bernegara. Berangkat dari itu, menjadi kewajiban bagi setiap warga negara Indonesia untuk bersama-sama mempercepat laju demokrasi demi meneruskan cita-cita pendirian negara Republik Indonesia. Sebaliknya, menghambat laju demokrasi sama saja hendak menggagalkan tujuan pendirian Republik Indonesia.
Meskipun begitu, setelah tujuh puluh tahun Indonesia merdeka, hambatan terhadap proses pendidikan multikulturalisme masih saja terjadi. Apalagi sejak pemerintah Orde Baru berkuasa, perbedaan dan keragaman menjadi hal yang tabu kala itu. Hasil dari perbuatan orde baru tersebut masih bisa kita rasakan hingga sekarang.
Di berbagai tempat dan situasi, baik masyarakat maupun pemerintah masih belum sepenuhnya bisa menyadari bahwa sejak awal, bangsa Indonesia adalah bangsa yang multikultur. Yang lebih menyedihkan, adanya tindakan kriminal yang dilakukan sekelompok orang terhadap kelompok lain yang dianggap berbeda. Contohnya kasus pembakaran masjid di Papua dan kasus pembakaran masjid Ahmadiyah di Cikeusik.
Berdasarkan semua itu, penyelenggaraan pendidikan multikulturalisme menjadi sesuatu yang sangat mendesak. Sayangnya, keseriusan pemerintah dalam melaksanakan pendidikan multikulturalisme dirasa belum maksimal. Ini ditandai dengan : (1)belum adanya  landasan hukum yang cukup kuat untuk melaksanakan pendidikan multikulturalisme, (2) Di lapangan, keberadaan pendidikan multikulturalisme juga belum bisa dirasakan.
Undang-Undang yang dianggap menjadi landasan hukum pendidikan multikulturalisme adalah UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003. Akan tetapi menurut penulis, UU ini masih menimbulkan multitafsir terutama jika dikaitkan dengan pendidikan multikulturalisme. Harus ada UU yang secara implisit mewajibkan penyelenggaraan pendidikan tersebut.
Di lain pihak, dalam lingkungan pendidikan dasar di mana penulis beraktivitas sehari-hari, kurikulum pendidikan yang ada cenderung mengajarkan penyamaan berbagai karakter siswa yang pada dasarnya berbeda. Sistem pendidikan yang ada, belum mampu mengakomodasi keragaman yang dimiliki oleh peserta didik. Ini menyebabkan pendidik mau tidak mau harus menihilkan adanya perbedaan di kalangan peserta didik dan secara tidak langsung membenarkan asumsi bahwa semua peserta didik sama dalam segala hal.
Akhirnya, penulis tiba pada kesimpulan bahwa melaksanakan pendidikan multikulturalisme di Indonesia memang bukan hal yang mudah. Kultur dan budaya masa lalu bangsa Indonesia yang cenderung menolak adanya perbedaan menjadi masalah yang harus segera dicari solusinya. Di satu sisi, budaya menjadi identitas bangsa, akan tetapi di sisi lain, budaya bisa menjadi penghambat pendidikan multikulturalisme. Situasi ini menjadi pekerjaan rumah yang wajib diselesaikan dengan baik oleh pemerintah.

Catatan Kaki
1.      Wikipedia, “Demokrasi”.https://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi, diakses pada tanggal 16 September 2015 pukul 02.00
2.      Hanum, Farida. Pentingnya Pendidikan Multikulturalisme dalam Mewujudkan Demokrasi di Indonesia.

3.       Kaskus. “Sejarah dan asal usul Bhinneka Tunggal Ika menjadi Semboyan Indonesia “,https://www.kaskus.co.id/thread/52ee07f4a3cb17674f8b4699/sejarah-dan-asal-usul-bhinneka-tunggal-ika-menjadi-semboyan-indonesia/1,diakses pada tanggal 16 September pukul 02.20.

Mengunjungi Lumpur Kesongo, Fenomena Alam yang Unik

Berawal dari sebuah diskusi dengan teman teman tentang aksara Jawa, Kerajaan Medang Kamulan, Ajisoko dan Bledug Kuwu, kami merencanakan mengunjungi kerajaan Medang Kamulan yang konon ada di wilayah Kabupaten Grobogan. Perjalanan tersebut memang membawa kami ke sebuah tempat bernama Medang Kamulan dan sebuah tempat bernama Kesongo.

Mengenai Medang Kamulan, hampir tidak banyak hal yang menunjukkan bahwa tempat tersebut pernah menjadi kerajaan. Saya justru tertarik dengan sebuah tempat bernama Kesongo.

Kawasan Lumpur Kesongo memiliki luas 119,1 ha, yang terdiri dari 3 tipe habitat. Ketiga tipe tersebut adalah kawasan semburan lumpur, kawasan rawa dan kawasan padang rumput (savanna). Kawasan semburan lumpur merupakan kawasan yang dipenuhi oleh lumpur yang keluar dari perut bumi, pada daerah ini tidak ada vegetasi yang bisa hidup. goasentono.blogspot.com

Maka saya dan empat orang teman, pada 17 September 2011 mengadakan perjalanan ke Kesongo yang terletak di koordinat 7°9’20″S 111°15’13″E di Kecamatan Gabus, kabupaten Grobogan. Waktu menunjukkan pukul 10.30 WIB ketika kendaraan yang saya kendarai berbelok ke utara memasuki jalan di sebelah Terminal Sulursari, kemudian melewati rel kereta api, kurang lebih 500m di perempatan kami berbelok ke kanan. Kondisi jalan tidak terlalu bagus. Kurang lebih 20 menit, kami tiba di kawasan Sumber Lumpur Kesongo.

Di bawah ini merupakan kawasan di sisi selatan Sumber Lumpur Kesongo. Ada sekawanan burung Bangau Tongtong yang sedang terbang.



Memasuki area sumber lumpur Kesongo, waktu menunjukkan jam 11.00 WIB, namun kondisi tidak terlalu panas, karena memang agak mendung. Kami disambut hamparan rumput Grinting (Cynodon dactylon)yang sangat luas. Sekawanan kerbau yang dibiarkan secara liar untuk mencari makan. Dan yang menarik, ada sekawanan burung Belibis yang sedang bergerombol, yang berhasil saya ambil gambar dari kejauhan. Hal ini sekaligus membuktikan tentang informasi yang saya dapatkan dari website Perhutani.




Kawasan kesongo juga merupakan habitat beberapa jenis burung (aves) seperti Bangau tong-tong (leptotilos javanicus), manyar jambul (Ploccus manyar), belibis (Dendrocygna javanica), Belibis Batu (Dendrocygna javanica), Alap-alap capung (Microhierax frigillarius).

Kawasan rumput yang luas, burung belibis yang sedang terbang bergerombol adalah fenomena yang menarik. Lalu langkah kaki kami mulai memasuki fenomena yang tidak kalah eksotik, yakni kawasan kedua dari Kesongo yaitu Kawasan Semburan Lumpur. Saya agak merasa aneh ketika mendengar suara berdesis di sekitar saya. Ternyata suara tersebut berasal dari letupan lumpur yang keluar dari dalam tanah. Memang benar saya melihat sebuah tempat yang benar benar berbeda dengan kawasan sebelumnya. Tampak di kanan kiri saya, bekas bekas letupan lumpur yang mirip miniatur gunung berapi.

Jumlahnya tidak bisa saya hitung. Dan yang luar biasa, letupan lumpur tersebut masih aktif, mulai dari yang kecil sampai yang agak besar. Sekilas memang mirip dengan fenomena lumpur di Bledug Kuwu. Yang membedakan letusannya memang tidak sebesar Bledug kuwu. Tapi justru inilah yang menarik,  letupan di Kesongo berpindah-pindah dari tempat satu ke tempat lain, sehingga meninggalkan banyak sekali bukit bukit kecil, seperti tampak pada gambar di bawah ini.



Gambar diatas merupakan aktivitas letupan lumpur yang terjadi di Kesongo. Menurut penduduk sekitar, biasanya juga ada ledakan besar yang disebut dengan Kurdo.






Sedangkan gambar di atas merupakan kawasan rawa, dimana terdapat rumput Mlingi, tempat minum sekawanan burung burung dan juga hewan ternak seperti kerbau.

Kami beristirahat sejenak di sebuah gardu kayu yang dipenuhi gambar Semar. Bagi saya, Kesongo memang merupakan sebuah tempat yang menarik untuk dikunjungi. Menarik dari segi cerita atau legenda karena konon disitulah tempat Ajisoko menghukum Joko Linglung. Selain itu Kesongo merupakan sebuah kawasan ekologi yang juga menarik untuk diketahui dan dikunjungi.
Setelah beristirahat kami meninggalkan kawasan Kesongo. Sebuah tempat wisata di Kabupaten Grobogan yang selama ini terlupakan. Akses masuk yang cukup sulit mungkin menjadi penghambat mengapa jarang orang yang berkunjung ke tempat tersebut.

Manfaat Menguasai Literasi Baca Tulis bagi Anak Sekolah

Literasi baca tulis merupakan salah satu literasi dasar yang semestinya dikuasai setiap insan di negeri ini. Tidak heran, pada masa-masa awal mengenyam pendidikan di bangku sekolah dasar, guru akan sangat serius mengajari muridnya mengenal abjad. Setelah itu, dengan telaten, guru akan mengajari mereka menulis dan kemudian membaca.

Salah satu di antara enam literasi dasar yang perlu kita kuasai adalah literasi baca-tulis. Membaca dan menulis merupakan literasi yang dikenal paling awal dalam sejarah peradaban manusia. Keduanya tergolong literasi fungsional dan berguna besar dalam kehidupan sehari-hari.



Saat itu, mungkin saja kemampuan membaca buku pada setiap anak cenderung sama, namun seiring perjalanan waktu, kemampuan antar anak akan saling berbeda. Hal itu tentu saja tergantung pada intensitas anak membaca buku. Semakin sering anak membaca, semakin bagus pula kemampuannya untuk memahami kata-kata dan hasilnya, ia akan lebih mudah memahami pelajaran.[1]

Sayangnya, minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah. Berdasarkan data Perpustakaan Nasional tahun 2017, frekuensi membaca orang Indonesia rata-rata hanya tiga sampai empat kali per minggu. Sementara jumlah buku yang dibaca rata-rata hanya lima hingga sembilan buku per tahun. [2]

Minat baca masyarakat juga sangat rendah jika dibandingkan dengan minat baca Bambang Hartono, peraih medali perunggu cabang olahraga bridge, sekaligus pemilik PT. Djarum Kudus. "Saya dulu kalau mau berhasil sepekan bisa membaca lima judul. Satu hari di luar jam kerja minimal 200 halaman. Jadi tiga jam saya baca ", kata Bambang Hartono.[3]

Fakta tersebut mau tidak mau membuat pemerintah berupaya keras meningkatkan minat baca,  yaitu meningkatkan kemampuan literasi baca tulis manusia Indonesia. Sebab sumber daya manusia merupakan aset terbesar bagi bangsa untuk bersaing dengan orang asing. Untuk itulah perlu dipaparkan alasan tujuan dari literasi baca tulis. Penguasaan literasi baca tulis sangat penting dan bermanfaat dengan alasan antara lain.

1. Menguasai literasi baca tulis akan membuat para pelajar lebih mudah menguasai pelajaran.
Semakin banyak kosakata yang mereka kuasai, semakin mudah mereka menyerap pelajaran. Kita bisa belajar dari tiga tokoh pahlawan yang gemar membaca buku sejak masih bersekolah. Para pahlawan itu menjadikan kegemaran membaca sejak masih bersekolah. Kita perlu salut dengat perjuangan mereka. Meskipun saat itu memperolah buku sangat sulit, namun dengan tekad kuat, mereka terus membaca, belajar dan belajar.

2. Menguasai literasi baca tulis menumbuhkan imajinasi.
Pernahkah kalian menonton film semacam Superman, Spiderman, Ketika Cinta Bertasbih ? atau film apapun. Industri film berkembang pesat sedemikian rupa karena adanya imajinasi sang penulis, imajinasi sang sutradara. Begitupun karya sastra. Ronggeng Dukuh Paruk, Laskar Pelangi dan lain-lain adalah karya yang lahir dari imajinasi para penulis.

3. Menguasai literasi baca tulis melatih otak agar fokus.
Di antara riuhnya informasi yang datang melalui sosial media, terkadang membuat kita tidak fokus. Untuk melatih agar otak kita fokus, cobalah untuk membaca buku, dengan serius tapi santai. Kita perlu meluangkan waktu khusus untuk membaca dengan tanpa gangguan gawai.

4. Menguasai literasi baca tulis membuat kita memiliki empati.
Rasa empati tumbuh berawal dari mengamati kemudian memahami. Membaca buku fiksi yang alur ceritanya terkadang membuat kita meneteskan air mata, bisa menumbuhkan rasa empati kita terhadap orang lain. Misalnya sebuah cerita fiksi yang menceritakan tentang kehidupan tokoh utama secara detail, mau tidak mau akan tergambar dalam benak kita bagaimana sosok tokoh tersebut lalu membandingkan dengan orang-orang di sekitar kita yang mengalami keadaan yang hampir sama misalnya miskin, sakit dan lain-lain.

5. Menguasai literasi baca tulis menjadi dasar menguasai literasi lainnya.
Ada enam literasi dasar yang disepakati oleh World Economic Forum pada tahun 2015, sementara literasi pertama yang harus dikuasai dengan baik adalah literasi baca tulis. Penguasaan literasi baca tulis yang baik akan membantu kita menguasi literasi lain.


referensi :

[1]https://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/buku-literasi-baca-tulis/
[2] https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180326160959-282-285982/minat-baca-masyarakat-indonesia-masih-rendah
[3]https://sport.detik.com/g-sport/4161830/ini-hobi-orang-terkaya-ri-yang-juga-atlet-bridge-bambang-hartono

Berapa Tarif Penerbitan SIM Berdasar Peraturan Pemerintah ?

Menurut anda berapakah tarif penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM )?

Ternyata tarif penerbitan SIM ditentukan bukan menurut anda atau tetangga anda, tetapi menurut pemerintah. Tentu saja pemerintah yang kami maksud adalah Pemerintah Republik Indonesia, bukan pemerintah Malaysia apalagi pemerintah Amerika Serikat.

Tarif penerbitan SIM tertulis dengan jelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010
Tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada
Kepolisian Negara Republik Indonesia.


Penjelasan tarif tersebut dimulai dari  Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi :

Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia meliputi penerimaan dari:
a. penerbitan Surat Izin Mengemudi;
b. pelayanan ujian keterampilan mengemudi melalui simulator;
c. penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan;
d. penerbitan Surat Tanda Coba Kendaraan;
e. penerbitan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor;
f. penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor;
g. penerbitan Surat Mutasi Kendaraan Ke Luar Daerah;
h. penerbitan Surat Izin Senjata Api dan Bahan Peledak;
i. penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian;
j. penerbitan Surat Keterangan Lapor Diri;
k. penerbitan Kartu Sidik Jari (Inafis Card); dan
l. denda pelanggaran lalu lintas.

lalu ayat 2 yang berbunyi,

Jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf k adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.

Dan di bawah ini ringkasan lampiran Peraturan Pemerintah tersebut yang ada hubungannya dengan tarif penerbitan SIM :

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Regident Pengemudi

SIM Golongan A
Baru  Rp120.000
Perpanjangan Rp80.000

SIM Golongan B I
Baru Rp120.000
Perpanjangan Rp80.000

SIM Golongan B II
Baru Rp120.000
Perpanjangan Rp80.000

SIM Golongan C
Baru Rp100.000
Perpanjangan Rp75.000

SIM Golongan D
Baru Rp50.000
Perpanjangan Rp30.000

Internasional (dulu dibuat di IMI)
Baru Rp250.000
Perpanjangan Rp225.000

Klinik mengemudi
Baru Rp50.000
Perpanjangan Rp50.000

PNBP Regident Kendaraan Bermotor 

STNK
Roda 2 & 3 Rp50.000
Roda 4 / < Rp75.000
Pengesahan Rp. 0,-

STCK
Roda 2 & 3 Rp25.000
Roda 4 / < Rp25.000

TNKB
Roda 2 & 3 Rp30.000
Roda 4 / < Rp50.000

BPKB Baru
Roda 2 & 3 Rp80.000
Roda 4 / < Rp100.000

BPKB Balik Nama (dulu tidak ada)
Roda 2 & 3 Rp80.000
Roda 4 / < Rp100.000

Mutasi kendaraan (dulu tidak ada)
Roda 2 & 3 Rp75.000
Roda 4 / < Rp75.000

Berlaku mulai tanggal 26 Juni 2010

sumber :
Hukum Online

AKP I Nyoman Bratasena

Rabu, 26 Desember 2018

Pengalaman Snorkeling di Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu

Atas inisiatif dari mas Edi, supervisor Inbound, maka diadakanlah acara jalan jalan sekadar untuk menghilangkan penat melayani konsumen. Beliau Pulau Seribu/ Kepulauan Seribu, Jakarta Utara sebagai tempat tujuan wisata kali ini. Awalnya beliu memiliki alternatif tempat wisata sepeti Anyer namun akhirnya diputuskan memilih kepulauan Seribu. Saya sendiri belum pernah mengunjungi kepulauan tersebut.

Tibalah hari yang dirancanakan, di sela sela kesibukan kantor yang luar biasa membuat kami jenuh, kami bersiap berangkat ke Pulau Seribu. Kira kira pukul 6 pagi saya dan lima orang teman lainnya naik Transjakarta (busway) dengan tarif Rp3500 menuju ke arah Ancol. Rutenya dari Daan Mogot-Harmoni-Senen-Ancol (kalo nggak salah ). Dan inilah pengalaman pertama saya naik Transjakarta, saya baru tahu kalau dengan Rp3500 kita bisa berkeliling jakarta.

Perjalanan berlangsung aman terkendali. Setelah kurang lebih 1 jam kami tiba di Ancol, kemudian membayar biaya masuk ke Ancol Rp.10000 (tahun 2007).

Untuk menuju ke Kepulauan Seribu kita harus menuju Ke Dermaga Marina Ancol yang masih berada di area Kawasan wisata Ancol. Setelah berjalan kaki 15 menit, sampailah di dermaga. Disitu berjejer dari dermaga 1 sampai dengan dermaga 23 (paling ujung).

Saya lupa di dermaga mana jika harus ke Kepulauan Seribu, (anda bisa bertanya kepada orang orang yang ada di situ). Belakangan saya baru tahu, ternyata kita juga bisa pergi ke Kepulauan Seribu melalui Muara Angke.

Kami harus naik speedboat untuk sampai ke kepulauan seribu. Satu persatu kami mulai masuk ke Speedboat, setelah terisi sekitar 30 penumpang, speedboat mulai melaju ke Kepulauan Seribu. Meskipun dilengkapi dengan pelampung, tapi ini adalah pengalaman pertama naik speedboat di laut lepas, saya agak takut juga he he.

Berapa tarifnya saya nggak tahu, karena saya sudah bayar Rp125.000 untuk biaya selama berwisata ke Kepulauan Seribu yang meliputi, transpor, penginapan, makan dll.

Perlahan lahan Speedboat meninggalkan kota Jakarta, gedung gedung tinggi sudah mulai hilang dari pandangan, berganti dengan birunya air laut. Dan kepenatan, kesibukan kota Jakarta sejenak terlupa seiring menjauhnya Speedboat kami dari Kota Jakarta

Selama perjalanan, ternyata hujan turun cukup lebat, karena takut maka hampir semua penumpang mulai memakai pelampung yang sudah disediakan. Kami bisa melihat air hujan yang jatuh kelaut begitu derasnya dan terkadang justru menakutkan, bayangan akan indahnya lautan lenyap saat itu. Terkadang speedboat kami juga bertabrakan dengan ombak.


Setelah 2 jam, kami tiba juga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.Kami turun dari Speedboat dan berjalan 300 m menuju ke penginapan kami, yang ternyata terletak di depan dermaga Pulau Pramuka. Jarak dermaga hanya 50 m dari penginapan kami. Waaah senengnya punya rumah dekat dengan laut.



Ganti baju saya langsung aja menceburkan diri di perairan dermaga Pulau Pramuka, yang kebetulan sedang sepi, Ditemani anak anak kecil yang mungkin sudah terbiasa dengan laut. Huahh..Seger badan bisa mandi dilaut. Eh nggak taunya  gatal karena ubur ubur….

Setelah makan siang dengan menu makanan laut, kegiatan dimulai dengan snorkeling di Pulau Semak Daun. Dari Pulau Pramuka, kami naik ojek menuju kearah Pulau Pramuka. Tak lupa kami menyewa perlengkapan Snorkeling. Perlahan Ojek perahu dengan 20an penumpang mulai meninggalkan Pulau Pramuka menuju Pulau Semak Daun.

Dari perahu saya melihat hamparan laut biru yang membentang begitu luasnya. Rasa nyaman saya rasakan saat wajah tersapu angin dan sesekali percikan air membasahi wajah. Ketika perahu berjalan pelan, tak tahan, saya mencelupkan kaki di perairan Pulau Seribu. Teman teman yang sudah siap dengan peralatan snorkeling bahkan segera menceburkan diri karena sudah tidak sabar.

Saya yang baru kali ini akan melakukan snorkeling menunggu sampai perahu berhenti. Dalam waktu yang relatif singkat, kami tiba di Pulau Semak Daun. Inilah foto Pulau Semak Daun.(saya tidak sempat mendokumentasi, gambar saya ambil dari sini, )



Ternyata memang benar pulau ini hanya terdiri dari semak dan daun. Kami diarahkan oleh pemandu wisata ke pulau ini, karena kondisi pulau ini cocok untuk para pemula belajar snorkeling. Lagi lagi saya menatap hamparan laut biru dengan kerlipan cahaya matahari yang terpantul. Pokoknya kereen..

Kemudian saya memakai perlengkapan snorkeling yang terdiri dari masker, snorkel, dan kaki katak. Dan mulailah saya mengelilingi perairan sekitar Pulau Semak Daun. Saya memang hobi renang, tapi baru kali ini melakukan snorkeling.


Rasanya memang benar benar melihat keindahan lain dari lautan Indonesia. Rasanya seperti melihat aquarium, tapi aquarium raksasa, ada ikan ikan kecil yang sesekali lewat. sedang asyik menikmati pemandangan bawah laut, samar samar terdengar ada yang kakinya tertusuk bulu babi. “Bulu Babi” adalah suatu binatang laut yang 95% tubuhnya terdiri dari duri-duri. Duri-duri yang “sedikit” beracun ini sangatlah rapuh. Dan kalau terkena kaki/ tangan cara mengobatinya adalah dengan urin? ha Urin yang bener? air kencing ya? ya ya bener. Karna Urin mengandung amoniak.

Kalau di Pulau semak daun saja sudah begitu bagusnya, bagaimana kira kira di lokasi lain ya?.Penginnya sih ke Seluruh Pulau di Pulau Seribu, tapi hari sudah sore, dan ojek perahupun tiba menjemput kami. Sebelum pulang kami mampir ke pabrik pengolaha atau pasar ikan ya? Yang jelas pasar ikan ini terapung di tengah laut.

Setelah sholat, mandi, acara malam hari adalah makan malam dengan menu laut, yang sayang sekali saya tidak begitu suka, tapi temen temen lain begitu lahap menyantap makanan laut itu.

Kami baru pulang dari Kepulauan seribu besok paginya. Kembali melihat gedung gedung Jakarta, dan terbayang macet dan sibuknya kota Jakarta. Tapi dalam hati berkata “kapan kapan saya akan ke Pulau seribu lagi”…

Jakarta, Desember 2007