Tampilkan postingan dengan label Wisata. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wisata. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 29 Desember 2018

Pesona Wisata Bahari Lamongan

Dari jendela bus pariwisata yang kami kendarai, aku melihat hamparan laut pantai utara terbentang begitu luas dan biru. Perlahan bus pariwisata kami menyusuri jalan yang dikenal dengan nama jalur Pantura, di daerah Tuban, Jawa Timur. Laju bus makin cepat menuju lokasi Wisata Bahari, Lamongan.

Dari kejauhan, tampak banyak bus yang parkir di sepanjang bahu jalan. Akhirnya bus pun berhenti di depan pintu masuk. Dengan cepat saya dan sekitar 90 penumpang lainnya turun dari dua bus menuju lokasi wisata. Agak kaget melihat begitu banyaknya pengunjung yang memadati lokasi WBL. Hari itu, 18 Mei 2011 sungguh banyak sekali pengunjung yang datang ke WBL yang dulu dikenal dengan nama Tanjung Kodok.



Di area parkir, berjejer puluhan bus dan kendaraan dengan plat nomor dari berbagai kota di Jawa. Di sudut lain, tampak ratusan orang memadati lokasi di depan lokasi Wisata Bahari Lamongan.
Rombongan saya segera menuju kearah gerbang masuk yang ditandai dengan Patung Kepiting Raksasa di sisi atas. Jam menunjukkan pukul 11:30 WIB ketika saya dan rombongan yang terdiri dari anak anak SD dan beberapa Bapak/ Ibu Guru berdiri menunggu di luar gerbang masuk, sementara Beberapa Panitia masuk untuk membeli tiket.

Kurang lebih setengah jam, diantara kerumunan pengunjung yang luar biasa, saya dan rombongan akhirnya mendapatkan tiket masuk berupa Gelang. Setiap tiket berharga Rp.55.000 untuk lokasi masuk ke berbagai Wahana di WBL dan Goa/ Kebun Binatang Maharani.

Gelang segera dibagikan ke seluruh anggota rombongan. Di pintu masuk semua gelang diperiksa oleh petugas. Akhirnya kami pun masuk ke area utama WBL. Dari situ rombongan di bagi sekitar 10-15 anak dan satu Guide. Terus terang saya baru pertama kali mengunjungi tempat wisata ini, jadi sama sekali tidak tahu ada apa sebenarnya di lokasi tersebut. Saya dan beberapa anak pun segera memasuki berbagai wahana, dimulai dari Rumah Kucing, yang menurut saya sama sekali tidak menarik.

Kemudian dilanjutkan ke lokasi lain. Saya melihat ada semacam permainan ketangkasan, yaitu menembak. Dan lagi lagi hal tersebut tidak menarik sama sekali. Sampai di sini saya masih bertanya-tanya seperti apakah sebenarnya WBL itu. Lalu tibalah saya dan rombongan di sebuah tempat "Bioskop 3D" akan tetapi antriannya sangat banyak. Sehingga terpaksa kami lewati. Begitu juga Rumah Sakit Hantu.

Wahana berikutnya kami masuk ke Wahana Bajak Laut yang berisi tentang suasana di kapal bajak laut. Dari situ saya baru bisa menyimpulkan bahwa WBL sebenarnya mirip dengan (DUFAN) Dunia Fantasi Jakarta.

Kemudian dilanjutkan ke Wahana Rumah Kaca. Sebenarnya ada wahana 4G yang sebenarnya cukup menantang, akan tetapi anak anak tidak bersedia naik. Akhirnya kami menuju ke Crazy Car, semacam Roller Coaster. Tim saya sekitar 12 anak semua naik ke wahana ini. Ada cukup banyak wahana yang terpaksa di lewati, karena ternyata anak anak lebih suka berenang di kolam renang.
Goa Maharani

Dari lokasi WBL, perjalanan wisata dilanjutkan ke Maharani. Yang ternyata adalah sebuah kebun binatang dan goa stalaktit dan stalakmit. Ada berbagai hewan seperti harimau, siamang, Rusa dll yang mengisi kebun binatang ini.

Kemudian saya memasuki Goa Maharani, yang berisi stalaktit dan stalakmit, Ada juga koleksi bebatuan. Bahkan ada juga fosil Tectona Grandis (kayu jati). Goa ini bisa menjadi wisata jaman pra sejarah. Ada juga batu berwarna hijau yang mirip mirip Cryptonite. Akhirnya semua lokasi sudah dikunjungi, kami segera meninggalkan Lamongan, kembali ke Jawa Tengah. Melewati Jalur Pantura.
Saya menyimpulkan, lokasi ini sangat saya rekomendasikan untuk dikunjungi siswa siswa Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Kamis, 27 Desember 2018

Mengunjungi Lumpur Kesongo, Fenomena Alam yang Unik

Berawal dari sebuah diskusi dengan teman teman tentang aksara Jawa, Kerajaan Medang Kamulan, Ajisoko dan Bledug Kuwu, kami merencanakan mengunjungi kerajaan Medang Kamulan yang konon ada di wilayah Kabupaten Grobogan. Perjalanan tersebut memang membawa kami ke sebuah tempat bernama Medang Kamulan dan sebuah tempat bernama Kesongo.

Mengenai Medang Kamulan, hampir tidak banyak hal yang menunjukkan bahwa tempat tersebut pernah menjadi kerajaan. Saya justru tertarik dengan sebuah tempat bernama Kesongo.

Kawasan Lumpur Kesongo memiliki luas 119,1 ha, yang terdiri dari 3 tipe habitat. Ketiga tipe tersebut adalah kawasan semburan lumpur, kawasan rawa dan kawasan padang rumput (savanna). Kawasan semburan lumpur merupakan kawasan yang dipenuhi oleh lumpur yang keluar dari perut bumi, pada daerah ini tidak ada vegetasi yang bisa hidup. goasentono.blogspot.com

Maka saya dan empat orang teman, pada 17 September 2011 mengadakan perjalanan ke Kesongo yang terletak di koordinat 7°9’20″S 111°15’13″E di Kecamatan Gabus, kabupaten Grobogan. Waktu menunjukkan pukul 10.30 WIB ketika kendaraan yang saya kendarai berbelok ke utara memasuki jalan di sebelah Terminal Sulursari, kemudian melewati rel kereta api, kurang lebih 500m di perempatan kami berbelok ke kanan. Kondisi jalan tidak terlalu bagus. Kurang lebih 20 menit, kami tiba di kawasan Sumber Lumpur Kesongo.

Di bawah ini merupakan kawasan di sisi selatan Sumber Lumpur Kesongo. Ada sekawanan burung Bangau Tongtong yang sedang terbang.



Memasuki area sumber lumpur Kesongo, waktu menunjukkan jam 11.00 WIB, namun kondisi tidak terlalu panas, karena memang agak mendung. Kami disambut hamparan rumput Grinting (Cynodon dactylon)yang sangat luas. Sekawanan kerbau yang dibiarkan secara liar untuk mencari makan. Dan yang menarik, ada sekawanan burung Belibis yang sedang bergerombol, yang berhasil saya ambil gambar dari kejauhan. Hal ini sekaligus membuktikan tentang informasi yang saya dapatkan dari website Perhutani.




Kawasan kesongo juga merupakan habitat beberapa jenis burung (aves) seperti Bangau tong-tong (leptotilos javanicus), manyar jambul (Ploccus manyar), belibis (Dendrocygna javanica), Belibis Batu (Dendrocygna javanica), Alap-alap capung (Microhierax frigillarius).

Kawasan rumput yang luas, burung belibis yang sedang terbang bergerombol adalah fenomena yang menarik. Lalu langkah kaki kami mulai memasuki fenomena yang tidak kalah eksotik, yakni kawasan kedua dari Kesongo yaitu Kawasan Semburan Lumpur. Saya agak merasa aneh ketika mendengar suara berdesis di sekitar saya. Ternyata suara tersebut berasal dari letupan lumpur yang keluar dari dalam tanah. Memang benar saya melihat sebuah tempat yang benar benar berbeda dengan kawasan sebelumnya. Tampak di kanan kiri saya, bekas bekas letupan lumpur yang mirip miniatur gunung berapi.

Jumlahnya tidak bisa saya hitung. Dan yang luar biasa, letupan lumpur tersebut masih aktif, mulai dari yang kecil sampai yang agak besar. Sekilas memang mirip dengan fenomena lumpur di Bledug Kuwu. Yang membedakan letusannya memang tidak sebesar Bledug kuwu. Tapi justru inilah yang menarik,  letupan di Kesongo berpindah-pindah dari tempat satu ke tempat lain, sehingga meninggalkan banyak sekali bukit bukit kecil, seperti tampak pada gambar di bawah ini.



Gambar diatas merupakan aktivitas letupan lumpur yang terjadi di Kesongo. Menurut penduduk sekitar, biasanya juga ada ledakan besar yang disebut dengan Kurdo.






Sedangkan gambar di atas merupakan kawasan rawa, dimana terdapat rumput Mlingi, tempat minum sekawanan burung burung dan juga hewan ternak seperti kerbau.

Kami beristirahat sejenak di sebuah gardu kayu yang dipenuhi gambar Semar. Bagi saya, Kesongo memang merupakan sebuah tempat yang menarik untuk dikunjungi. Menarik dari segi cerita atau legenda karena konon disitulah tempat Ajisoko menghukum Joko Linglung. Selain itu Kesongo merupakan sebuah kawasan ekologi yang juga menarik untuk diketahui dan dikunjungi.
Setelah beristirahat kami meninggalkan kawasan Kesongo. Sebuah tempat wisata di Kabupaten Grobogan yang selama ini terlupakan. Akses masuk yang cukup sulit mungkin menjadi penghambat mengapa jarang orang yang berkunjung ke tempat tersebut.

Rabu, 26 Desember 2018

Pengalaman Snorkeling di Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu

Atas inisiatif dari mas Edi, supervisor Inbound, maka diadakanlah acara jalan jalan sekadar untuk menghilangkan penat melayani konsumen. Beliau Pulau Seribu/ Kepulauan Seribu, Jakarta Utara sebagai tempat tujuan wisata kali ini. Awalnya beliu memiliki alternatif tempat wisata sepeti Anyer namun akhirnya diputuskan memilih kepulauan Seribu. Saya sendiri belum pernah mengunjungi kepulauan tersebut.

Tibalah hari yang dirancanakan, di sela sela kesibukan kantor yang luar biasa membuat kami jenuh, kami bersiap berangkat ke Pulau Seribu. Kira kira pukul 6 pagi saya dan lima orang teman lainnya naik Transjakarta (busway) dengan tarif Rp3500 menuju ke arah Ancol. Rutenya dari Daan Mogot-Harmoni-Senen-Ancol (kalo nggak salah ). Dan inilah pengalaman pertama saya naik Transjakarta, saya baru tahu kalau dengan Rp3500 kita bisa berkeliling jakarta.

Perjalanan berlangsung aman terkendali. Setelah kurang lebih 1 jam kami tiba di Ancol, kemudian membayar biaya masuk ke Ancol Rp.10000 (tahun 2007).

Untuk menuju ke Kepulauan Seribu kita harus menuju Ke Dermaga Marina Ancol yang masih berada di area Kawasan wisata Ancol. Setelah berjalan kaki 15 menit, sampailah di dermaga. Disitu berjejer dari dermaga 1 sampai dengan dermaga 23 (paling ujung).

Saya lupa di dermaga mana jika harus ke Kepulauan Seribu, (anda bisa bertanya kepada orang orang yang ada di situ). Belakangan saya baru tahu, ternyata kita juga bisa pergi ke Kepulauan Seribu melalui Muara Angke.

Kami harus naik speedboat untuk sampai ke kepulauan seribu. Satu persatu kami mulai masuk ke Speedboat, setelah terisi sekitar 30 penumpang, speedboat mulai melaju ke Kepulauan Seribu. Meskipun dilengkapi dengan pelampung, tapi ini adalah pengalaman pertama naik speedboat di laut lepas, saya agak takut juga he he.

Berapa tarifnya saya nggak tahu, karena saya sudah bayar Rp125.000 untuk biaya selama berwisata ke Kepulauan Seribu yang meliputi, transpor, penginapan, makan dll.

Perlahan lahan Speedboat meninggalkan kota Jakarta, gedung gedung tinggi sudah mulai hilang dari pandangan, berganti dengan birunya air laut. Dan kepenatan, kesibukan kota Jakarta sejenak terlupa seiring menjauhnya Speedboat kami dari Kota Jakarta

Selama perjalanan, ternyata hujan turun cukup lebat, karena takut maka hampir semua penumpang mulai memakai pelampung yang sudah disediakan. Kami bisa melihat air hujan yang jatuh kelaut begitu derasnya dan terkadang justru menakutkan, bayangan akan indahnya lautan lenyap saat itu. Terkadang speedboat kami juga bertabrakan dengan ombak.


Setelah 2 jam, kami tiba juga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.Kami turun dari Speedboat dan berjalan 300 m menuju ke penginapan kami, yang ternyata terletak di depan dermaga Pulau Pramuka. Jarak dermaga hanya 50 m dari penginapan kami. Waaah senengnya punya rumah dekat dengan laut.



Ganti baju saya langsung aja menceburkan diri di perairan dermaga Pulau Pramuka, yang kebetulan sedang sepi, Ditemani anak anak kecil yang mungkin sudah terbiasa dengan laut. Huahh..Seger badan bisa mandi dilaut. Eh nggak taunya  gatal karena ubur ubur….

Setelah makan siang dengan menu makanan laut, kegiatan dimulai dengan snorkeling di Pulau Semak Daun. Dari Pulau Pramuka, kami naik ojek menuju kearah Pulau Pramuka. Tak lupa kami menyewa perlengkapan Snorkeling. Perlahan Ojek perahu dengan 20an penumpang mulai meninggalkan Pulau Pramuka menuju Pulau Semak Daun.

Dari perahu saya melihat hamparan laut biru yang membentang begitu luasnya. Rasa nyaman saya rasakan saat wajah tersapu angin dan sesekali percikan air membasahi wajah. Ketika perahu berjalan pelan, tak tahan, saya mencelupkan kaki di perairan Pulau Seribu. Teman teman yang sudah siap dengan peralatan snorkeling bahkan segera menceburkan diri karena sudah tidak sabar.

Saya yang baru kali ini akan melakukan snorkeling menunggu sampai perahu berhenti. Dalam waktu yang relatif singkat, kami tiba di Pulau Semak Daun. Inilah foto Pulau Semak Daun.(saya tidak sempat mendokumentasi, gambar saya ambil dari sini, )



Ternyata memang benar pulau ini hanya terdiri dari semak dan daun. Kami diarahkan oleh pemandu wisata ke pulau ini, karena kondisi pulau ini cocok untuk para pemula belajar snorkeling. Lagi lagi saya menatap hamparan laut biru dengan kerlipan cahaya matahari yang terpantul. Pokoknya kereen..

Kemudian saya memakai perlengkapan snorkeling yang terdiri dari masker, snorkel, dan kaki katak. Dan mulailah saya mengelilingi perairan sekitar Pulau Semak Daun. Saya memang hobi renang, tapi baru kali ini melakukan snorkeling.


Rasanya memang benar benar melihat keindahan lain dari lautan Indonesia. Rasanya seperti melihat aquarium, tapi aquarium raksasa, ada ikan ikan kecil yang sesekali lewat. sedang asyik menikmati pemandangan bawah laut, samar samar terdengar ada yang kakinya tertusuk bulu babi. “Bulu Babi” adalah suatu binatang laut yang 95% tubuhnya terdiri dari duri-duri. Duri-duri yang “sedikit” beracun ini sangatlah rapuh. Dan kalau terkena kaki/ tangan cara mengobatinya adalah dengan urin? ha Urin yang bener? air kencing ya? ya ya bener. Karna Urin mengandung amoniak.

Kalau di Pulau semak daun saja sudah begitu bagusnya, bagaimana kira kira di lokasi lain ya?.Penginnya sih ke Seluruh Pulau di Pulau Seribu, tapi hari sudah sore, dan ojek perahupun tiba menjemput kami. Sebelum pulang kami mampir ke pabrik pengolaha atau pasar ikan ya? Yang jelas pasar ikan ini terapung di tengah laut.

Setelah sholat, mandi, acara malam hari adalah makan malam dengan menu laut, yang sayang sekali saya tidak begitu suka, tapi temen temen lain begitu lahap menyantap makanan laut itu.

Kami baru pulang dari Kepulauan seribu besok paginya. Kembali melihat gedung gedung Jakarta, dan terbayang macet dan sibuknya kota Jakarta. Tapi dalam hati berkata “kapan kapan saya akan ke Pulau seribu lagi”…

Jakarta, Desember 2007